Pakai Baju Berwarna Saat Umroh dan Haji, Bolehkah?

Ada beberapa ketentuan busana Muslim dan Muslimah ketika umroh dan haji.

Republika
Jamaah sedang menunaikan umroh/haji (ilustrasi). Islam tidak mengatur warna spesifik untuk busana haji maupun umroh.
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam mengerjakan ibadah haji maupun umroh, ada tata cara pelaksanaan dan juga ketentuan pakaian yang dikenakan. Bagaimana ketentuan berbusana saat ibadah haji atau umroh untuk pria dan wanita? Bolehkah wanita memakai pakaian berwarna (selain hitam dan putih) saat umroh dan haji?

Baca Juga


Guru Diniyah Ibnu Hajar Boarding School, Jakarta, Ustadz Irfan Helmi mengatakan pakaian haji atau umroh bagi pria adalah berupa dua kain ihram. Sedangkan untuk wanita yaitu pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali muka dan telapak tangan. 

Dalil pakaian haji atau umroh laki-laki ini berdasarkan hadist riwayat Bukhari. Yaitu, ada seseorang berkata kepada Nabi Muhammad SAW, "Ya, Rasulullah, bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh orang berihram?”.

Kemudian Rasulullah menjawab, “Tidak boleh mengenakan kemeja, surban, celana panjang, kopiah, dan sepatu, kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu. Hendaklah dia potong sepatunya tersebut hingga di bawah mata kaki. Hendaklah tidak memakai pakaian yang diberi za’faran dan wars”.

Za’faran dan wars adalah sejenis wewangian. “Jadi mengenakan pakaian terus dikasih wewangian, itu ndak (tidak) boleh,” kata Ustadz Irfan saat dihubungi Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Jadi dengan demikian, menurut Ustadz Irfan, pria dilarang mengenakan pakaian yang berjahit. Contohnya adalah kemeja, kaus dalam, celana dalam, atau celana pendek. 

Selain itu juga tidak boleh memakai topi, peci, namun boleh memakai payung. Ustadz Irfan menyebutkan bahkan sebagian ulama membolehkan payung kepala kecil, karena benda itu sebagai peneduh, bukan penutup kepala. 

“Yang dilarang dalam hadist itu penutup kepala,” ujarnya. 

Sementara itu, wanita yang sedang ihram dilarang mengenakan sarung tangan dan memakai penutup wajah. Penutup wajah di sini contohnya cadar dan masker yang sengaja digunakan untuk menutup wajah. 

“Kalau dia misalnya karena alasan kesehatan disuruh dokter pakai masker, ya itu lain masalah. Itu karena faktor kesehatan,” kata Ustadz Irfan. “Kalau kata dokter boleh dilepas, hendaknya dilepas”.

Ustadz Irfan selanjutnya mengatakan penutup wajah dikecualikan jika dia seorang wanita yang biasa memakai niqab atau cadar, lalu berada di tengah kerumunan pria yang bukan mahramnya, maka dia tutupkan wajah itu dengan jilbabnya padahal dia sedang ihram, maka yang seperti ini tidak masalah. Tetapi hukum asalnya tidak boleh memakai penutup wajah dan tidak boleh mengenakan sarung tangan. 

Adapun untuk warna, Islam tidak mengatur secara spesifik. Begitu juga dengan bahannya.

“Adapun untuk warna itu Islam tidak mengatur secara spesifik ya. Mau pakai warna putih, kuning, merah, hijau atau dari bahan apa pun, gitu ya. Ya, enggak harus katun misalnya, atau yang lain boleh,” kata dia. 

Yang penting, Ustadz Irfan menambahkan, pakaian itu tidak diberi wewangian, kecuali jika wewangiannya dari binatu.

“Jadi kain ihram itu ternyata sudah wangi karena laundry, kan ada kan? Nah itu boleh kalau itu, jadi bukan dari sengaja dikasih minyak wangi,” ujar Ustadz Irfan. 

“Tapi, kalau mau lebih hati-hati, enggak usah saja untuk (wewangian laundry) kain ihramnya. Itu lebih baik,” katanya lagi. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler