Wacana 40 Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran Terganjal Pasal 15 UU Kementerian Negara
Menurut Yusril, penambahan jumlah kementerian di kabinet Prabowo bisa lewat perppu.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febrian Fachri, Bambang Noroyono
Dalam beberapa hari terakhir berembus isu penambahan kementerian di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dari 34 menjadi 40. Aturan penambahan kementerian termaktub dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Dalam Bab IV UU Kementerian Negara, mengatur khusus tentang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian. Dalam Pasal 12 undang-undang tersebut, terdapat tiga kementerian yang wajib dibentuk dan tak boleh dibubarkan sebagai amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Dalam Negeri.
Selanjutnya dalam Pasal 13 Ayat 2 UU Kementerian Negara, terdapat empat pertimbangan dalam membentuk kementerian. Keempatnya adalah efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau perkembangan lingkungan global.
"Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, presiden dapat membentuk kementerian koordinasi," bunyi Pasal 14.
"Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34," bunyi Pasal 15 yang membuat isu penambahan kementerian era Prabowo-Gibran menjadi 40 tidak bisa terwujud.
Bagian Kedua Bab IV UU Kementerian Negara terkait pengubahan kementerian. Dalam Pasal 18, presiden dapat mengubah kementerian dengan mengacu pada Pasal 13.
Pengubahan dilakukan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas; perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah.
Pertimbangan lain untuk melakukan pengubahan berdasarkan kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri; dan/atau kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang.
Kemudian dalam Pasal 19 Ayat 1, pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan kementerian dilakukan dengan pertimbangan DPR. Lalu di Pasal 19 Ayat 2, pertimbangan diberikan DPR paling lama tujuh hari kerja sejak surat presiden diterima.
"Apabila dalam waktu tujuh hari kerja sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 Dewan Perwakilan Rakyat belum menyampaikan pertimbangannya, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap sudah memberikan pertimbangan," bunyi Pasal 19 Ayat 3 UU Kementerian Negara.
Selanjutnya dalam Bagian Ketiga Bab IV UU Kementerian Negara, presiden dapat membubarkan kementerian dengan meminta pertimbangan DPR. Namun untuk kementerian yang mengurusi agama, hukum, keuangan, dan keamanan haruslah disetujui oleh parlemen.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menanggapi isu terkait pembentukan 40 kementerian untuk pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya hal tersebut baik, mengingat Indonesia adalah negara besar.
"Dalam konteks negara jumlah yang banyak itu artinya besar, buat saya bagus. Negara kita kan negara besar, tantangan kita besar, target-target kita besar," ujar Habiburokhman di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/5/2024).
"Wajar kalau kita perlu mengumpulkan banyak orang, berkumpul dalam pemerintahan sehingga jadi besar," sambungnya.
Ia menegaskan, banyaknya kementerian bukanlah untuk mengakomodasi dukungan politik yang ditujukan kepada Prabowo-Gibran. Sebab, partai politik tentu menyerap aspirasi masyarakat terkait kabinet periode 2024-2029.
"Apakah besar, efektif, tidak efektif, dan lain sebagainya, kan tentu pertimbangan beliau. Karena yang akan terima rapor dari rakyat itu beliau ya, kita serahkan kepada beliau, melaksanakan dan mengeksekusi hak-haknya tersebut," ujar Habiburokhman.
Kendati demikian, ia belum mau mengkonfirmasi benar atau tidaknya wacana pembentukan 40 kementerian di Koalisi Indonesia Maju. Sebab urusan kabinet merupakan hak prerogatif Prabowo sebagai presiden terpilih.
"Kita bernegara ini berdialektika, mungkin praktik-praktik yang kemarin perlu disempurnakan, kita akan sempurnakan lagi. Konsekuensinya ya, ya itu dia bisa ada pengembangan jumlah kementerian dan lembaga," ujar Habiburokhman.
"Saya nggak punya kewenangan menjawab (benar atau tidaknya wacana pembentukan 40 kementerian), tapi kalau toh seperti itu, saya sampaikan alasannya tadi barusan," sambung Wakil Ketua Komisi III DPR itu.
Wakil Presiden RI, KH Ma’ruf Amin, mengatakan, pada 2019, pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, pernah melakukan kajian terharap jumlah kementerian. Jumlah 34 kementerian, kata Ma'ruf, sudah merupakan jumlah yang pas dan cukup.
“Kajian waktu itu sudah cukup, tapi bisa saja lebih daripada itu kalau dalam bahasa kiainya lil hajah, ada keperluan, mungkin bisa lebih dari itu,” kata Ma’ruf, ketika menghadiri Halal Bihalal MUI di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (7/5/2034).
Terlepas dari berapa jumlah kementerian yang akan dijalankan oleh pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Ma’ruf berpesan agar banyak menempatkan figur berlatar belakang profesional. “Sebab, dalam menjalankan tugas, menteri-menteri itu harus profesional,” ucapnya.
Wapres menjelaskan, tokoh profesional tersebut dapat berasal dari kalangan partai politik ataupun nonpolitisi, baik tokoh profesional murni maupun tokoh organisasi masyarakat (ormas). “Cuma profesionalnya bisa dia merepresentasikan partai-partai politik, bisa juga yang lainnya. Nanti tergantung tentu negosiasinya,” kata Wapres menambahkan.
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, tanpa adanya perubahan dasar hukum yakni UU Kementerian Negara, pembentukan kementerian baru dan rencana memperbanyak kementerian tak bisa dilakukan. Namun, rencana penambahan dari 34 sampai 40 kementerian juga bisa dilakukan dengan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
“Dapat saja nomenklatur kementerian ditambah. Tetapi dengan amandemen UU Kementerian Negara,” kata Yusril dalam keterangan pers yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Yusril menjelaskan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin saat ini, ada sebanyak 34 kementerian. Dengan rician empat menteri koordinator, dan 30 kementerian bidang. Acuan mengenai nomenklatur kementerian tersebut, kata Yusril tertera dalam UU Kementerian Negara 39/2008.
Yusril, yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu mengatakan, bisa saja dasar pembentukan dalam UU Kementerian Negara itu diubah melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tujuan penambahan kementerian. Namun kata Yusril, Presiden Jokowi, atau presiden terpilih 2024 Prabowo, juga dapat menerbitkan Perppu untuk merealisasikan penambahan nomenklatur kementerian itu.
“Bisa dilakukan oleh Presiden Jokowi dan DPR saat ini. Bisa juga setelah Prabowo dilantik menjadi presiden, dengan menerbitkan Perppu,” ujar Yusril.
Prabowo, bersama wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming akan resmi dilantik pada 20 Oktober 2024 mendatang. Namun sejak kini, beredar kabar sejumlah nama-nama calon menteri yang bakal masuk di jajaran kabinet Prbowo-Gibran 2024-2029. Dan beredar pula kabar tentang rencana Prabowo untuk membentuk enam kementerian baru. Dengan adanya rencana pembentukan kementerian baru tersebut, bakal ada 40 total lembaga kementerian sampai 2029.
Yusril, yang juga menjadi salah-satu tokoh nasional pendukung Prabowo-Gibran menilai, penembahan nomenklatur kementerian adalah hal yang wajar. Yusril pun mendukung rencana Prabowo untuk mengembangkan kementerian-kementerian yang baru.
Yusril mencontohkan Kementerian Pendidikan Budayat Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menurutnya terlalu besar beban, dan fungsinya. Menurut Yusril, kementerian tersebut pantas untuk dilakukan pemecehan dengan pembentukan kementerian baru.
“Kemendiknas atau Kemendikbudristek) sekarang bagusnya dikembalikan seperti semula. Terlalu gemuk dan rumit,” ujar dia.