Bocah SD di Cirebon yang Depresi, Beli HP Hasil Nabung Bekerja Sebagai Petugas Kotak Amal
ARP memperoleh upah sebesar sepuluh persen dari uang kotak amal
REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON---- ARP (13), bocah kelas enam sekolah dasar (SD) di Kota Cirebon yang mengalami depresi, sering kabur dari rumah. Hal itu terjadi setelah ibunya menjual handphone hasil menabungnya sendiri karena terdesak kebutuhan ekonomi.
Hal itu diungkapkan oleh ibu kandung ARP, Siti Anita (38). Dia menceritakan, anaknya tersebut sudah puluhan kali kabur dari rumah. Paling jauh ke Kabupaten Kuningan, yang berjarak puluhan kilometer dari tempat tinggalnya di RT 04 RW 07, Kampung Gunung Sari Bedeng, Kelurahan Pekiringan, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. ‘’(ARP) hilang hampir 20 kali, sejauh-jauhnya (ditemukan) di Kabupaten Kuningan,’’ ujar Anita, Senin (13/5/2024).
Saat kabur ke arah Kabupaten Kuningan, kata Anita, ARP keluar dari rumah sekitar pukul 07.00 WIB. Keberadaannya di Kabupaten Kuningan baru diketahui sekitar pukul 16.00 WIB. ‘’Kakinya sampai melepuh, jalan kaki (ke Kabupaten Kuningan) gak pakai sandal,’’ kata Anita.
Informasi mengenai hilangnya ARP saat itu disebarkan melalui salah satu grup komunitas dan disebarkan melalui media sosial. ARP akhirnya ditemukan oleh petugas Satpol PP Kabupaten Kuningan. Pengurus RT dan RW tempat ARP tinggal di Kota Cirebon kemudian menjemput ARP di Kabupaten Kuningan.
Hal itu dibenarkan oleh Ketua RT 04 RW 07, Kampung Gunung Sari Bedeng, Ajat Supriyadi (49). ‘’Si (ARP) pernah minggat sampai ke Kuningan. Ketemu Satpol PP Kuningan, kita jemput ke sana,’’ kata Ajat.
Ajat menjelaskan, kondisi yang dialami ARP itu bermula dari keinginannya untuk memiliki handphone seperti anak-anak lainnya. Karena itu, ARP berperan sebagai petugas kotak amal keliling dari masjid setempat.
Setiap Jumat, ARP melaksanakan perannya itu. Dia kemudian memperoleh upah sebesar sepuluh persen dari uang kotak amal yang berhasil terkumpul. ‘’Uang itu dikumpulin (ditabung) selama beberapa bulan, sejak kelas empat sampai kelas lima. Setelah uang itu terkumpul, si anak beli HP sendiri,’’ kata Ajat.
Ajat mengatakan, ARP sangat senang memiliki handphone. Apalagi dibeli dari uangnya sendiri. ARP pun rajin sekolah. ‘’Gak lama, HP itu dijual sama orang tuanya. Mulai sejak saat itu, si anak mulai terganggu pola pikirnya, males sekolahnya. Mulai depresi saat kelas enam baru dua bulan (berjalan),’’ kata Ajat.