Perubahan Iklim Ancam Budi Daya Perikanan, Pakar Bagi Cara Atasinya
Perlu strategi pengelolaan yang efektif di bidang budi daya ikan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perubahan iklim, seperti kenaikan suhu, perubahan pola curah hujan dan cuaca ekstrem, akan menimbulkan berbagai ancaman terhadap budi daya perikanan. Efeknya sangat besar terhadap kualitas air yang akan mempengaruhi kesehatan dan produktivitas sistem akuakultur secara langsung, demikian kata Guru Besar Tetap bidang Ilmu Lingkungan Akuakultur IPB University Prof Eddy Soeparno.
Menurut Prof Eddy, solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah menerapkan strategi pengelolaan yang efektif. Salah satu pendekatannya melalui pemahaman menyeluruh dan pemantauan terhadap parameter kualitas air yang sangat mempengaruhi kelangsungan hidup spesies perairan dan keberhasilan industri akuakultur.
“Tantangan tersebut dapat diatasi dengan berbagai strategi yakni, pertama pengindentifikasian hamparan terdampak dan tidak terdampak climate change. Melalui pendekatan ini, industri akuakultur dapat secara proaktif merespons perubahan iklim dan meminimalkan risiko dampak yang dapat terjadi,” kata dia dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (14/5/2024).
Strategi kedua, lanjut Prof Eddy, yaitu pengelolaan akuakultur berbasis kawasan. Dengan memadukan penerapan Ecosystem Approach and Aquaculture (EAA) dalam Aquaculture Management Area (AMA), industri akuakultur dapat menjadi lebih adaptif, efisien, dan berkontribusi positif pada keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.
Lalu strategi ketiga yaitu monitoring dan evaluasi berbasis Early Warning System (EWS) dengan kombinasi Smart Aquaculture System dan Precision Aquaculture yang dapat menciptakan paradigma baru dalam pengelolaan akuakultur.
“Ini bukan hanya membantu meningkatkan ketahanan dan keberlanjutan industri, tetapi juga membuka potensi untuk efisiensi produksi yang lebih tinggi, pengurangan dampak lingkungan dan peningkatan kualitas produk,” ujar dosen budi daya perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University ini.
Strategi keempat ialah dengan pengembangan teknologi berkelanjutan berbasis sumber daya lokal. Prof Eddy menjelaskan bahwa perpaduan inovasi teknologi seperti Recirculation Aquaculture System (RAS), akuaponik dan bioflok berbasis sumber daya lokal, akuakultur dapat menjadi lebih adaptif terhadap perubahan iklim, menciptakan sistem produksi yang berkelanjutan, dan memberikan kontribusi positif terhadap ketahanan pangan global.
“Strategi kelima ialah penerapan ecological aquaculture dengan integrasi rekayasa warna wadah yang membuktikan bahwa inovasi teknologi dan pendekatan ekologis dapat bersinergi untuk menciptakan sistem akuakultur yang lebih adaptif dan ramah lingkungan,” jelas dia.
Strategi terakhir, dengan menyusun peta jalan pengembangan akuakultur menggunakan teknologi pemantauan yang canggih, seperti sensor kecerdasan buatan dan Sistem Informasi Geografis (SIG), sehingga dapat meningkatkan akurasi dan responsibilitas peta rancangan ini.
“Diharapkan strategi yang diusulkan tersebut mampu memperbaiki kondisi kegiatan Akuakultur masa kini dan masa depan dengan tantangan perubahan iklim serta dapat memberikan peningkatan produksi akuakultur,” kata Prof Eddy.