Parkir Liar di Minimarket Bikin Kesal, Bagaimana Menindaknya?
Jika di Jakarta mulai bertindak, bagaimana di kota anda? Masih ada parkir liar di minimarket dan membuat resah warga kota?
KINGDOMSRIWIJAYA – Ada banyak keluhan tentang praktek parkir liar di mini market. Keluhan muncul sejak mini market menjamur pada banyak kota di Indonesia. Kehadiran tukang parkir atau juru parkir liar itu membuat konsumen sampai resah, walau sudah tertulis “Parkir Gratis” atau “Gratis Parkir” tetap saja si abang parkir memaksa untuk bayar uang parkir.
“Parkir liar di minimarket bikin kesal”, jawab pengemudi kendaraan roda empat atau roda jika dilontarkan pertanyaan, “Bagaimana menurut Anda dengan keberadaan parkir liar di minimarket?”
Di Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia (RI) sebelum pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) sampai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi menginstruksikan ke Satpol PP dan Dinas Perhubungan menertibkan tukang parkir liar di minimarket. Ia menegaskan, “Parkir di minimarket seharusnya gratis”.
Sejak 7 Mei 2023 di Jakarta sudah mulai operasi (pengamanan) menindak praktek parkir liar di minimarket dengan melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Polisi dan TNI. Petugas gabungan ini melakukan penindakan terhadap juru parkir liar di berbagai wilayah di Jakarta selama satu bulan ke depan. Tim gabungan turun ke daerah-daerah yang dinilai telah meresahkan masyarakat.
Penertiban terhadap para juru parkir (jukir) liar tersebut Pemprov Jakarta melakukannya dengan tindakan persuasif dan edukatif selama satu bulan sejak 15 Mei 2024. Setelah satu bulan, jukir-jukir liar yang masih beroperasi dan dianggap mengganggu warga akan dikenai pasal ketertiban umum.
Menurut Kepala Dinas Perhubungan Jakarta Syafrin Liputo. “Satu bulan ini tindakannya humanis persuasif, setelah itu tentu kita mengenakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.”
Dalam Peraturan Daerah (Perda) tersebut pada Pasal 10 dan 11 diatur mengenai larangan terhadap orang untuk memungut biaya pakir di jalan tanpa adanya izin dari Gubernur Jakarta. Bagi yang melanggar dikenakan sanksi. Dalam Pasal 61 bisa dalam bentuk kurungan 10 (hari) sampai dengan maksimum 60 hari, atau denda sebesar Rp100 ribu sampai dengan Rp20 juta.
Pada penertiban hari pertama 15 Mei 2024 Dishub Jakarta menjaring sebanyak 55 juru parkir liar di berbagai titik pusat perbelanjaan atau minimarket di wilayah Jakarta. Penertiban dilakukan pada 45 minimarket di Jakarta.
Jika di Jakarta mulai bertindak, bagaimana di kota anda? Masih ada parkir liar di minimarket dan membuat resah warga kota? Padahal sudah jelas bahwa lahan parkir di minimarket merupakan fasilitas yang disediakan untuk konsumen secara gratis. Namun masih ada warga yang memanfaatkan lahan parkir di minimarket untuk mencari uang yang tidak masuk ke pendapatan daerah sebagai retribusi parkir.
Semua daerah di Indonesia memanfaatkan retribusi dan pajak parkir sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Pajak dan retribusi parkir pada suatu daerah kabupaten/kota dipungut berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Peraturan mengenai parkir diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM66 Tahun 1993 tentang Fasilitas Parkir Untuk Umum, dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM4 Tahun 1994 tentang Tata Cara Parkir Kendaraan Bermotor di Jalan, serta Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor 272/HK. 105/DRDJ/96 tentang Pedoman Teknis Penyelengaraan Parkir.
Kemudian dalam implementasinya di daerah dilakukan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak parkir, keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang retribusi parkir sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak parkir pada masing-masing kabupaten/kota.
Parkir Liar Pungli
Juru parkir liar yang memungut atau meminta pembayaran di minimarket dapat disebut sebagai praktik pungutan liar (pungli). Pungli tersebut oleh oknum-oknum masyarakat tidak bertanggung jawab yang meminta uang parkir secara ilegal. Tindakan tersebut jelas meresahkan karena bertentangan dengan regulasi di tempat tersebut yang sebenarnya tidak memungut biaya parkir kepada pengunjung.
Pungli atau pungutan liar adalah tindakan meminta sesuatu uang dan sebagainya kepada seseorang tanpa menurut peraturan yang lazim. Menurut Silvia Rosiana dalam “Penegakan Hukum Mengenai Kasus Adanya Pemungutan Retribusi Tempat Parkir di Mini Market” (2023), pungutan liar adalah kejahatan yang tergolong ke dalam bentuk kejahatan luar biasa dan termasuk ke dalam aksi korupsi.
Praktik pungutan liar yang kerap terjadi di berbagai tempat umum, seperti area parkir minimarket oleh oknum-oknum masyarakat atau juru parkir liar yang tidak bertanggung jawab dengan meminta uang parkir secara ilegal dan telah meresahkan masyarakat, kepada juru parkir ini bisa dikenakan hukum pemerasan dan pengancaman seperti diatur dalam pasal 368-371 KUHP. Juru parkir liar tersebut bisa dikenakan pidana penjara yang paling lama yaitu sembilan tahun.
Penegakan hukum terhadap juru parkir liar atau tidak resmi selain penerapan KUHP bisa juga menggunakan peraturan daerah (Perda) setempat yang mengatur pengelolaan parkir.
Pajak dan Retribusi
Dalam regulasi yang terkait dengan parkir, pada UU No. 28 Tahun 2009 diatur pajak parkir dan retribusi. Dalam Pasal 1 angka 31 menyebutkan, objek pajak parkir berupa penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan seperti disebutkan Pasal 1 angka 31 UU No. 28 Tahun 2009. Klasifikasi tempat parkir yang dikenakan pajak antara lain gedung parkir, pelataran parkir, garasi kendaraan yang memungut bayaran, dan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Namun, tidak semua penyelenggara parkir dikenakan pajak, karena ada beberapa pihak yang dikecualikan antara lain: (i) penyelenggaraan parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah; (ii) penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri; (iii) penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik; dan (iv) penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.
Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor di lokasi tempat parkir atau konsumen. Sementara itu, wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir tersebut atau pengusaha.
Dari banyak tempat parkir yang ada, tidak selalu dikenai pajak daerah, sebab ada tempat parkir yang menjadi objek retribusi daerah. Menurut Pasal 1 angka 64 UU No. 28 Tahun 2009, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Secara lebih terperinci, objek retribusi daerah terdiri dari jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Adapun retribusi parkir dapat tergolong dalam objek retribusi jasa umum maupun retribusi jasa usaha.
Jadi pajak parkir merupakan pungutan atas layanan parkir di luar badan jalan yang disediakan oleh pengusaha parkir. Pengusaha parkir dapat melakukan usaha parkir atas nama sendiri atau pihak lain di gedung atau pelataran pemerintah maupun swasta.
Sementara itu, retribusi parkir merupakan pungutan atas layanan parkir yang disediakan oleh pemerintah daerah. Terdapat dua jenis retribusi parkir. 1) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum yang merupakan pungutan atas layanan parkir dari pemerintah di tepi jalan umum. 2) retribusi tempat khusus parkir yang merupakan layanan tempat khusus parkir yang disediakan oleh pemerintah daerah.
Pajak parkir dan retribusi merupakan sumber pendapatan asli daerah (PAD), pungutan retribusi yang diperoleh juru parkir liar tidak masuk ke kas daerah atau kepada minimarket, melainkan masuk ke kantong pribadi juru parkir liar.
Terkait dengan parkir liar baik yang di minimarket atau di tempat lainnya, ada sebuah penelitian menarik tentang parkir liar oleh Agusniar Rizka Luthfia yang berjudul “Kuasa Aktor dalam ‘Dunia’ Parkir Liar (Studi Kasus Kuasa Aktor dalam ‘Dunia’ Parkir Liar di Sekitar RSUP Dr. Sardjito dengan menggunakan Perspektif Foucauldian dan Gramscian)”.
Penelitian itu menyimpulkan, dari hasil observasi dan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kuasa aktor dalam ‘dunia’ parkir liar di sekitar RSUP Dr. Sardjito telah memainkan kuasa yang dimilikinya untuk membentuk masyarakat parkir liar dengan segenap tatanan ‘aturan’ yang sedemikian rupa.
Kuasa aktor dalam ‘dunia’ parkir liar di sekitar RSUP Dr. Sardjito sendiri berpijak dari perspektif Gramsci antara lain berperan pada ranah pembagian wilayah/petak/patok parkir, menentukan siapa yang boleh bekerja sebagai juru parkir liar di wilayah tersebut serta menjadi pengawas sekaligus inisiator tatanan ‘aturan’ yang diperlukan untuk menjadi kekompakkan masyarakat parkir liar yang ada.
Kuasa aktor ini menelusup dan kemudian diamini serta diafirmasi oleh aktor-aktor lain dalam ‘dunia’ parkir liar di sekitar RSUP Dr. Sardjito ini. Dalam perspektif Gramsci kita dapat melihat bahwasanya kuasa aktor di sini adalah berupaya membentuk suatu kekuatan sistematis, yang kemudian dikembangkan dalam masyarakat parkir liar serta menjadikan masyarakat parkir liar tersebut lebih homogen, kompak dan senantiasa waspada.
Ini dapat kita lihat dari penentuan tarif parkir yang seragam serta adanya suatu identitas dan berbagai atribut dari kelompok parkir liar di wilayah ini. Di mana masyarakat parkir liar selalu waspada untuk menciptakan kondisi agar tetap baik, aman dan nyaman sehingga mereka dapat terus mengais pendapatan ekonomi dari parkir liar ini.
Jadi untuk mengatasi parkir liar di minimarket, atau parkir liar lainnya yang meresahkan masyarakat, merugikan pendapatan daerah maka penegakan hukum yang tegas dan tepat adalah solusinya dengan menerapkan peraturan yang ada.
Beri hukuman yang tegas kepada oknum-oknum yang melakukan pungutan liar parkir. Jika Pemprov Jakarta mampu melakukannya, maka daerah-daerah lain juga harus mampu melakukannya. Jika di daerah ada peraturan daerah tentang parkir yang tidak mampu mencegah parkir liar, maka peraturan daerah tersebut harus direvisi.
“Katakan NO pada juru parkir liar!” (maspril aries)