Ratusan Guru dan Pelajar di Banyuwangi Jadi Peace Ambassador Program Sekolah Damai
Saat ini terjadi pergeseran pada aktor-aktor terorisme.
REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Setelah digelar di Palu Sulawesi Tengah, kemudian di Serang Banten, kini giliran Kabupaten Banyuwangi menjadi tempat pelaksanaan Sekolah Damai yang digelar di Pondok Pesantren Darussalam, Blokagung, Banyuwangi, Rabu (15/5/2024) hingga Kamis (16/5/2024) lalu.
Hari pertama Sekolah Damai di Blokagung digelar 'Pelatihan Guru dan Siswa Dalam Rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan Dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying', Rabu (15/5/2024). Kegiatan ini diikuti 100 guru dari Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di kawasan Banyuwangi Selatan.
Direktur Pencegahan BNPT RI Prof Irfan Idris mengatakan para peserta Sekolah Damai ini baik guru maupun siswa, akan menjadi peace ambassador untuk menyebarkan paham-paham perdamaian di sekolah masing-masing, sekolah-sekolah lain di sekitarnya, dan masyarakat serta lingkungan wilayah Banyuwangi dan Jawa Timur.
"Tujuan kami di sini adalah agar bapak ibu menjadi peace ambassador untuk menyebarkan perdamaian di sekolah-sekolah bapak dan ibu. Pasalnya, terorisme tidak ada sangkut pautnya dengan agama, karena di negara manapun ada terorisme yang mengatasnamakan agama," kata Prof Irfan Idris.
Ia mencontohkan di Myanmar itu teroris beragama Buddha, di Selandia Baru teroris yang menembaki umat Islam yang sedang Shalat Jumat beragama Kristen. Pun di India, teroris beragama Hindu. Dan karena di Indonesia mayoritas beragama Islam, sehingga kebanyakan teroris di Indonesia beragama Islam.
"Seperti yang saya katakan tadi. Tidak ada agama apapun yg mempromosikan terorisme yang ada adalah oknum-oknum di agama tersebut," katanya.
Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini melanjutkan bahwa saat ini mengungkapkan terjadi pergeseran. Di masa lalu, laki-laki adalah aktor utama terorisme. tapi kini kaum perempuan dan anak-anak justru yang dimanfaatkan. Contohnya kasus bom keluarga di Surabaya, kemudian di Gereja di Makassar, dan di Sibolga. Juga Zakiah Aini yang menyerang Mabes Polri, serta kasus Dita yang mau membom Istana Negara.
Menurutnya, anak anak yang terpapar tidak bisa disalahkan 100 persen karena mereka berada di dunia baru yang luas dan bebas secara informasi. Maka dari sebagai guru harus mampu mendukung dan mengawasi para siswa untuk memfilter informasi yang masuk ke dalam pengetahuan anak.
"Teroris ada karena adanya radikalisme, maka itu pendidikan kita utamakan karena hanya pendidikan dan agama yang mampu mencegah seseorang untuk memiliki paham radikal, namun demikian ada juga faktor kekecewaan lalu ekonomi dan lain sebagainya," katanya.
Terkait pelaksanaan kegiatan di Ponpes Darussalam, Irfan mengungkapkan bahwa pihaknya bukan curiga, tapi justru yakin peserta dari sekolah-sekolah di sekitar Ponpes Darussalam sudah clear dari benih-benih terorisme.
"Justru kami ingin memperkuat mereka dengan informasi terbaru terkait pola pergerakan radikal terorisme global dan di Indonesia yang berubah menjadi lebih soft melalui media sosial (medsos)," ungkapnya.
Dengan perubahan pola melalui medsos ini, lanjutnya, para perempuan, pemuda/remaja, serta anak-anak menjadi rentan dipapar. Apalagi mereka (kelompok radikal terorisme) tahu masyarakat Indonesia tidak takut lagi kepada aksi teroris sehingga kini mereka melalui pendekatan tafsir atau dogma agama yang sebenarnya disalahgunakan.
Ke depan, lanjut Prof Irfan, BNPT akan menyiapkan indikator sekolah damai, misalnya tidak ada bullying, aksi kekerasan, intoleransi di sekolah tersebut. "Kemudian kami akan meminta kementerian terkait seperti Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama agar kegiatan seperti ini digelar secara berjenjang dari bawah sampai pendidikan tinggi. Diharapkan nanti Sekolah Damai ini akan berkembang sendiri, bukan melalui BNPT RI. Program ini harus terus diviralkan dan diperluas sehingga bisa meminimalisasi aksi intoleransi di sekolah yang bisa menyebabkan lahirnya aksi teror yang disenangi kelompok radikal terorisme,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Pengasuh Ponpes Darussalam KH Ali Asyiqin sebagai tuan rumah menyambut baik kegiatan ini. Ia berterima kasih kepada BNPT dan seluruh guru yang hadir. Ia yakin kegiatan ini akan memberikan sesuatu yang luar biasa dalam mendidik masyarakat dan anak didik tentang intoleransi, kekerasan, dan bullying.
“Misi Sekolah Damai dengan Pelatihan Guru dan Siswa ini sangat mulia dan simpel untuk bersinergi karena semua pendidikan baik di pondok maupun umum. Karena semua pendidikan tujuannya adalah ubudiyah,” katanya.
Kiai Ali menambahkan seorang santri harus punya hati yang bersih dan niatan yang baik. “Bila qolbu atau hati sudah terpatri, insyah Allah misi kita akan tercapai yaitu menolak paham intoleransi, kekerasan, dan bullying," katanya.
Kegiatan hari pertama ini dihadiri Pengasuh Ponpes Darussalam Blokagung KH Ahmad Hisyam Syafaat, Ketua Yayasan Darussalam Blokagung KH Muhammad Hasyim Syafaat, Pengasuh Ponpes Putri Darussalam Blokagung Ny. Hj. Handariyatul Masruroh Syafaat. Sedangkan narasumber lain Ketua Tim Tenaga Kependidikan Kantor Kemenag Prov Jatim Arini Indah Nihayaty. Direktur Damar Istitute M Suaib Tahir, mantan napiter Abu Fida, dan Nurin Baroroh, dosen dan psikolog Universitas Pangeran Diponegoro.
Hari kedua, Kamis (16/5/2024), kegiatan Sekolah Damai ini akan dihadiri kurang lebih 500 siswa Madrasah Aliyah dan SMA. Hadir menjadi narasumber Habib Husein Ja’far Alhadar, Analisis PMD BNPT Budi Hartawan, dan mitra deradikalisasi. Kegiatan Sekolah Damai ini merupakan hasil kolaborasi BNPT RI, Duta Santri Jatim, dan Kemenag Jatim.