Bayer Leverkusen Menyongsong Kejayaan tanpa Cela di Sepak Bola Eropa
Bayer Leverkusen akan menghadapi Atalanta di final Liga Europa.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bayer Leverkusen hanya berjarak dua pertandingan lagi menuju kejayaan tanpa cela di sepak bola Eropa. Juara baru Jerman ini akan menjalani dua final piala dalam selang tiga hari, pertama melawan Atalanta di Liga Europa, Kamis (23/5/2024) dini hari WIB, kemudian meladeni Kaiserslautern di Piala Jerman (DFB Pokal).
Leverkusen akan diunggulkan untuk juara Piala Jerman melawan tim yang finis di urutan ke-13 di divisi dua, tidak jauh dari zona babak playoff degradasi. Maka tantangan terbesar yang tersisa bagi tim pelatih Xabi Alonso dalam mencetak sejarah tersebut adalah pertandingan ke-52 mereka musim ini di Dublin Arena, Irlandia, melawan Atalanta yang menyelesaikan musim dengan baik.
Rasanya pas karena Liga Europa sudah menjadi drama reguler bagi Leverkusen. Tiga kali dalam enam pertandingan di babak gugur, Leverkusen tertinggal 2-0 hingga babak kedua dan masih tertinggal memasuki waktu tambahan. Ini terjadi pada kedua pertandingan babak 16 besar melawan Qarabag dan leg kedua semifinal melawan Roma.
“Kepercayaan diri kami terus mendorong kami,” kata Alonso, Selasa. “Saya pikir keyakinan itu penting untuk pola pikir kami.
Dalam pertandingan Eropa lainnya yang menyelamatkan rekor lainnya, die Werkself membutuhkan gol pada menit ke-89 dari bek sayap Jeremie Frimpong untuk bermain imbang 1-1 dan tetap tak terkalahkan.
“Kami tidak ingin menunggu hingga detik-detik terakhir pertandingan. Kami ingin memperjelasnya lebih awal,” kata Patrick Schick, yang tiga golnya pada masa tambahan waktu melawan Qarabag pada bulan Maret menjadi kunci untuk unggul agregat 5-4.
Bek Atalanta, Berat Djimsiti, mengakui motivasinya bertambah dalam upaya menjadi tim yang mengalahkan Leverkusen musim ini. “Mereka telah mencapai beberapa hal luar biasa musim ini,” kata Djimsiti.
Ada komentar miring soal kiprah Leverkusen di Eropa karena hanya bermain di kompetisi "kelas dua". Namun Manchester United pada tahun 1999, Inter Milan pada tahun 2010, Barcelona pada tahun 2011 dan Manchester City tahun lalu juga kalah dalam beberapa pertandingan sebelum mencetak treble. Masing-masing memulai musim mereka dengan skuad mapan penuh bintang yang dipimpin oleh para pelatih kelas satu semacam Alex Ferguson, Jose Mourinho, dan Pep Guardiola – yang telah memenangkan banyak trofi domestik dan Eropa.
Berbeda dengan Leverkusen, ini merupakan musim penuh pertama Alonso melatih di level teratas. Timnya berada dalam masalah degradasi musim lalu. Tidak ada transfer superstar pada musim panas. Namun kondisi ini tak menghalangi Leverkusen mencatatkan sejarah.
“Sangat menikmatinya,” kata Alonso yang berusia 42 tahun. “Energi di ruang ganti sangat bagus dan mentalitas yang kami tunjukkan sepanjang tahun sungguh fantastis.”
Alonso dua kali...
Alonso dua kali memenangkan Liga Champions sebagai gelandang elegan, bersama Liverpool dan kemudian Real Madrid, yang akan bermain melawan Borussia Dortmund untuk memperebutkan gelar Liga Champions musim ini.
Bayer Leverkusen dan Atalanta berbasis di kota-kota provinsi, masing-masing memiliki sejarah lebih dari 100 tahun, dan mencapai puncak yang mengejutkan. Sebelum musim ini, mereka hanya pernah memenangkan tiga trofi: Coppa Italia milik Atalanta pada 1963 dan Piala UEFA – cikal bakal Liga Europa – pada 1988 dan Piala Jerman pada 1993 milik Leverkusen.
Meskipun Leverkusen pernah kalah di final Liga Champions, dari Madrid pada tahun 2002, dan Atalanta hanya berjarak beberapa menit dari tempat semifinal pada tahun 2020, keduanya tidak merasa pantas untuk sukses di Eropa.
Stadion sederhana mereka di Leverkusen dan Bergamo memiliki kapasitas gabungan sekitar 51.000 penonton. Jumlah yang dapat ditampung di Dublin Arena, yang sebelumnya bernama Lansdowne Road. Untuk final Eropa, kapasitas resminya adalah 48.000.
Leverkusen dan Atalanta tidak masuk dalam daftar UEFA untuk 50 klub dengan pendapatan teratas di Eropa untuk total pendapatan saat pertandingan dari penjualan tiket dan perhotelan.
Dua klub yang dikelola dengan baik, mengandalkan transaksi transfer yang cerdas. Namun, baik Leverkusen dan Atalanta, di bawah asuhan pelatih Gian Piero Gasperini sejak 2016, memainkan sepak bola menyerang dengan mengandalkan pertahanan tim blok tinggi.
“Mereka bermain satu lawan satu di seluruh lapangan,” kata Schick tentang Atalanta. "Ke mana pun Anda bergerak, Anda memiliki satu pemain bertahan di belakang Anda sehingga mereka tidak memberi Anda ruang untuk bernapas."
Atalanta telah menjadi kekuatan baru di bawah asuhan Gasperini dan sudah mendapat tempat di Liga Champions musim depan. Di tahun normal mana pun Atalanta akan menjadi populer karena memenangkan gelar di kompetisi Eropa untuk pertama kalinya.
Berbeda dengan Leverkusen. Yang mereka lakukan tidaklah normal dan belum tentu bisa diulang pada masa akan datang. Maka, peluang untuk tertulis dalam buku sejarah berikutnya harus bisa dimaksimalkan Leverkusen. Kemenangan yang akan menetapkan status mereka sebagai legenda sepak bola Eropa sekaligus menegaskan julukan baru Neverlusen.