Tak Setuju Musik Haram Mutlak, Begini Argumentasi Akal yang Disusun Imam Al Ghazali

Imam Al-Ghazali paparkan hukum musik dalam Ihya Ulumuddin

www.freepik.com
Pertunjukan musik (ilustrasi). Imam Al-Ghazali paparkan hukum musik dalam Ihya Ulumuddin
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan yang berkaitan dengan dalil seputar halalnya mendengarkan nyanyian.

Baca Juga


Menurut ulama bergelar Hujjatul Islam Zainuddin al-Thusi ini, argumentasi hukum (nash) maupun dalil agama yang tegas adalah apa yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW, baik melalui perkataan maupun melalui perbuatannya. 

Yang dimaksud dengan qiyas (analogi) adalah pengertian yang dipahami dari perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW. Apabila tidak ada nash dan qiyas terhadap nash, maka batallah perkataan mengenai haramnya sesuatu. 

"Tidak ada nash dan qiyas yang menunjukkan bahwa hukum mendengar nyanyian atau lagu religius itu haram. Dengan demikian, mendengar nyanyian demikian hukumnya boleh atau halal," kata Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin.

Kesimpulan dari perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan di atas, bahwa makna kata "al-Ghina" berarti lagu atau nyanyian, termasuk sama atau nyanyian religius. Biasanya nyanyian berarti suara yang merdu. 

Nyanyian atau suara yang merdu dapat dibagi menjadi dua, yaitu suara yang berirama dan suara yang tidak berirama. Suara yang berirama pun dibagi menjadi dua, yaitu suara yang dapat dipahami seperti syair atau puisi, dan suara yang tidak dapat dipahami seperti suara binatang dan bunyi barang keras yang jatuh, atau bergesekan, dan lain sebagainya. Adapun mendengar nyanyian yang merdu tidak bisa diharamkan karena suara yang merdu adalah halal menurut nash dan qiyas.

Sifat alami pancaindra  

Telinga diciptakan oleh Allah SWT untuk mendengar alunan suara-suara yang merdu. Manusia memiliki akal dan lima pancaindera, dan masing-masing pancaindra memiliki sifat alami untuk mencerap sesuatu yang menyenangkan. 

Sifat alami mata adalah untuk melihat. Mata menikmati kesenangan dengan cara memandang hal-hal yang indah, seperti berbagai jenis tumbuhan dan dedaunan yang hijau, air yang mengalir, dan wajah yang elok.

Dengan kata lain, setiap warna dan pemandangan yang indah adalah sesuatu yang menyenangkan bagi mata. Sebaliknya, setiap warna dan pemandangan yang buruk adalah sesuatu yang tidak menyenangkan bagi mata. 

Kemudian, hidung diciptakan untuk mencium. Hidung suka mencium bau-bauan yang harum dan wangi, dan tidak suka pada bau-bauan yang busuk, amis dan tidak enak. Begitu pula halnya dengan lidah. Lidah menyukai makanan yang enak, manis, dan berminyak (mengandung lemak) dan tidak menyukai makanan yang pahit dan tidak enak. 

Tangan menyukai sesuatu (permukaan) yang lembut, licin, dan halus, dan tidak menyukai sesuatu (permukaan) yang kasar dan tidak rata. Sedangkan akal merasa nyaman dengan ilmu dan pengenalan (ma'rifah) serta tidak menyukai kebutahurufan dan kebodohan. 

Maka demikian pula halnya dengan telinga. Suara yang didengar oleh indra pendengaran manusia dapat dibagi menjadi dua. Pertama, suara yang merdu, seperti suara burung murai dan bunyi serunai atau lagu-lagu merdu. Kedua, suara yang tidak disenangi, seperti suara keledai dan lain-lain.

Alquran dan hadits membolehkan kita mendengar suara yang merdu. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ جَاعِلِ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًاۙ اُولِيْٓ اَجْنِحَةٍ مَّثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۗ يَزِيْدُ فِى الْخَلْقِ مَا يَشَاۤءُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ 

. . . . Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Fatir Ayat 1)

Dalam Ihya Ulumuddin, dijelaskan bahwa ada yang mengatakan bahwa maksud dari kata "menambahkan" dalam ayat tersebut adalah "suara yang merdu."

Rasulullah SAW bersabda: ما بعث الله نبياً إلا حسن الصوت "Allah SWT tidak mengutus seorang Nabi kecuali bersuara bagus." 

Sabda Rasulullah SAW lainnya, "Siapa saja yang membaca Alquran dengan suara merdu, maka Allah SWT akan mendengarkan bacaannya lebih daripada seseorang mendengar nyanyian dari penyanyi (budak) wanitanya." 

Ada sebuah riwayat yang memuji Nabi Daud Alaihissalam, bunyinya adalah: 

أنه كان حسن الصوت في النياحة على نفسه وفي تلاوة الزبور حتى كان يجتمع الغنس والجن والوحوش والطير لسماع صوته، وكان يحمل في مجلسه أربعمائة جنازة وما يقرب منها في الأوقات،"Sesungguhnya Nabi Daud Alaihissalam biasa bernyanyi dengan suara demikian merdu sehingga manusia, jin, binatang liar dan burung berkumpul bersama untuk mendengar suaranya itu. Hampir empat ratus jenazah dibawa ke hadapan Nabi Daud Alaihissalam dan beliau menyanyikan lagu-lagu dengan suara merdunya."

Pada suatu hari Rasulullah SAW memuji sahabat Abu Musa al-Asy'ari dengan sabdanya:

لقد أعطى مزماراً من مزامير آل داود 

"Sesungguhnya telah diberikan kepadanya (Abu Musa al-Asy'ari) serunai dari serunai-serunai keluarga Nabi Daud." 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ ࣖ

"Sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS Luqman Ayat 19)

Ayat ini juga memuji suara yang bagus. Apabila mendengar nyanyian hukumnya haram, maka mendengar suara burung murai pun menjadi haram. 

Apabila mendengar suara burung murai itu halal atau diperbolehkan, maka bagaimana mungkin mendengar suara yang bagus dan merdu yang mengandung hikmah dan nilai yang baik tidak diperbolehkan?

Terdapat pula irama dalam suara yang merdu. Banyak suara merdu yang tidak memiliki irama dan banyak suara berirama yang tidak merdu. 

Suara merdu..

Suara merdu yang berirama terbagi menjadi tiga berdasarkan sumbernya. Pertama, suara merdu yang bersumber dari hal-hal material atau benda-benda seperti alat musik dan drum atau bunyi dari alat musik yang dipukul dengan pemukul.

Kedua, suara merdu yang berasal dari kerongkongan (maksudnya: pita suara) hewan termasuk manusia, seperti suara burung murai, merpati, dan binatang lain. Inilah suara merdu alami yang berirama.

Karena asal atau sumber suara binatang itu adalah kerongkongan, maka sesungguhnya suara merdu yang dilakukan oleh manusia mengikuti suara merdu binatang-binatang ciptaan Allah SAW. Tidak sesuatu pun pada makhluk Allah yang tidak diikuti oleh manusia.

Jadi, bagaimana mungkin suara merdu yang berirama ataupun yang tidak berirama haram didengar? Tidak seorang pun yang berkata bahwa suara merdu burung-burung itu haram didengar dan ditiru oleh manusia.

Suara binatang yang hidup tidak ada bedanya dengan suara sebuah alat musik atau suara benda. Maka mendengarkan suara manusia dengan atau tanpa alat apapun (misalnya, seruling) yang bersumber dari kerongkongannya adalah tidak haram, kecuali mendengar suara alat-alat musik yang secara tegas dilarang oleh agama, seperti kuba, mazamir dan autar. 

Hal itu tidak diharamkan karena semua mengalunkan suara yang merdu dan indah. Apabila semua itu diharamkan karena alasan ini (mengeluarkan suara yang bagus dan merdu), maka segala sesuatu yang disukai manusia karena keindahan dan kebagusannya pun haram hukumnya.

Suara berirama merdu halal 

Tentu hal ini keliru, alasan untuk mengharamkan suara yang merdu dan indah adalah apabila ia dihubungkan atau berhubungan dengan khamer (minuman yang memabukkan) yang diharamkan ketika memainkan alat musik yang mengeluarkan suara yang merdu dan indah atau ketika seseorang menghasilkan suara demikian.

Alat-alat musik yang mendorong orang meminum khamer diharamkan sebagaimana diharamkannya berdua dengan seorang wanita ajnabiyah atau wanita bukan mahram di sebuah ruangan karena akan menjurus kepada jima (bersetubuh). 

Seruling penggembala, peziarah, pemain drum yang mengalunkan suara merdu dan indah tidak haram karena mereka tidak berhubungan dengan khamer.  Allah SWT berfirman dalam surat al Araf ayat 32:

قل من حرم زينة الله التي أخرج لعباده والطيبات من الرزق

"Katakanlah! Siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah dan memakan rezeki yang baik yang disediakan-Nya untuk hamba-Nya?" 

Dengan demikian, suara-suara merdu yang berirama tidak haram. Nyanyian religius yang mudah dipahami adalah syair atau sajak (puisi) yang keluar dari lidah manusia.

Sajak semacam itu hukumnya halal (boleh). Kata-kata yang mudah dipahami dan suara indah berirama tidak haram, karena apabila masing-masing halal maka jika keduanya disatukan tidaklah haram.

Namun, apabila ada kata-kata di dalam sajak yang dianggap haram, maka sajak itu pun haram, baik dilagukan atau tidak dilagukan. 

Imam Syafi'i berkata, "Apabila membacakan syair tanpa suara yang merdu berirama adalah halal, maka membacakan syair dengan suara yang merdu berirama pun halal." 

Ketika berbagai syair itu dibacakan di hadapan Rasulullah SAW, beliau biasanya bersabda, "Sesungguhnya di dalam syair terkandung hikmah."

Ketika membangun masjid Madinah, Rasulullah SAW mengangkat bahan-bahan bangunan bersama para sahabat sambil membaca sy'ir, "Beban ini tidaklah seberat beban perang Khaibar, tetapi lebih besar kebaikannya di sisi Allah dan lebih suci." 

Pada kesempatan lain, Rasulullah SAW membaca syair, "Ya Rabbku, hidup yang sesungguhnya adalah hidup di akhirat, karena itu anugerahkan rahmat kepada kaum Anshar dan Muhajirin." 

Rasulullah SAW meletakkan sebuah mimbar untuk Hasan ibn Tsabit (seorang penyair ulung) di dalam masjid. Hasan ibn Tsabit kemudian berdiri dan membaca syair yang mencela kaum kafir dan memuji Rasulullah SAW.

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah menguatkan Hasan dengan Ruhul Qudus hingga ia memaklumkan kesucian atas nama Rasulullah SAW dan menentang kaum kafir."

Suatu kali, al-Nabighah al-Ja'dy melagukan beberapa syairnya di hadapan Rasulullah SAW, lalu Rasulullah SAW bersabda kepadanya, "Semoga Allah tidak memecahkan gigimu." 

Aisyah radhiyallahu anha berkata bahwa para sahabat Rasulullah SAW biasa membaca (menyanyikan) beberapa bait syair di hadapan Rasulullah SAW dan beliau hanya tersenyum. 

'Amr ibn al-Syuraid meriwayatkan dari ayahnya yang berkata, "Aku telah mendendangkan seratus bait syair gubahan Ummiyah ibn Abi al Ahult di hadapan Rasulullah SAW. Semuanya disambut Rasulullah SAW dengan ucapan beliau, "Teruskan, teruskan."

Demikian dijelaskan Imam Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin yang diterjemahkan Ibnu Ibrahim Ba'adillah diterbitkan Republika Penerbit, 2011.  

Mendengarkan musik dapat menghasilkan dopamin di otak. - (Republika.co.id)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler