Soal Dana Tapera, Perencana Keuangan: Masyarakat Trauma!
Laju pengelolaan dana Tapera tidak sebanding dengan nilai inflasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih bergulir di masyarakat. Salah satu isu yang disoroti mengenai potongan Tapera bagi karyawan swasta yang wajib dilaksanakan mulai 2027.
Perencana Keuangan Syariah di Finansialku Harryka Joddy mengatakan, aturan tersebut memaksa semua lapisan masyarakat untuk ikut menabung pembelian rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Akibatnya, akan menambah beban potongan bagi kelas menengah dan semua level pekerja baik aparatur sipil negara (ASN), pegawai swasta maupun wiraswasta.
"Memang aturan tersebut membuat masyarakat menabung buat hari tua, jadi bisa diambil saat pensiun untuk menambah dana pensiun, namun selain itu saya belum menemukan lagi poin plus dari aturan ini. Justru, masyarakat trauma akan transparansi pengelolaan jumbo, mengingat adanya kasus Jiwasraya, Asabri dan sebagiannya," ujarnya kepada Republika, Kamis (30/5/2024).
Selain itu, aturan ini juga sangat merugikan lantaran harga rumah setelah pensiun tentunya akan naik berkali-kali lipat. Ia pun mempertanyakan apakah tabungan hingga usia 58 tahun itu bisa digunakan untuk membeli rumah saat pekerja pensiun.
"Hal yang memberatkan lainnya adalah, bagi para pekerja yang sudah punya rumah pun masih akan wajib dipotong, lalu bagaimana dengan mereka yang tidak ingin memiliki rumah? Apalagi buat para pekerja yang gajinya di atas UMR dikit malah kena potong hal yang bukan prioritas mereka. Bahkan, pekerja yang tidak masuk ke golongan masyarakat berpenghasilan rendah tidak bisa membeli rumah subsidi," tuturnya.
Joddy pun menghitungkan besaran dana Tapera yang akan didapat dari seorang pekerja berusia 30 tahun dengan dengan penghasilan Rp 10 juta, maka setiap bulannya akan dikenakan potongan Rp 300 ribu untuk iuran Tapera.
Bila pekerja tersebut mengambil investasi syariah untuk pengembangan dana Tapera yaitu Kontrak Pengelola Dana Tabungan (KPDT) Syariah di BP Tapera, maka sesuai dengan portofolio per Desember 2022 pekerja hanya mendapatkan return investasi sebesar 2,13 persen per tahunnya.
Sehingga, saat pensiun di usia 55 tahun pekerja tersebut akan menerima dana sebesar Rp 118,7 juta.
"Nah, bisa buat beli rumah apa? dan yang menjadi PR adalah bagaimana nanti regulasi pencairannya, apakah bisa turun semua atau tidak? kalau tingkat return tentu berbeda-beda tergantung kondisi ekonomi dan suku bunga ke depan. Semoga kebijakan ini bisa dievaluasi kembali oleh pemangku kebijakan agar tidak memberatkan," harapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera itu nanti akan dievaluasi lebih lanjut oleh Kementerian terkait. Dalam hal ini, ia hanya menyebut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Terkait waktu, Ia hanya menanggapi evaluasi PP tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Ya tidak lama lah,” kata Airlangga.
Adapun Presiden Joko Widodo pada Senin (20/5) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) 21/2024 yang merupakan perubahan dari PP 25/2020 untuk iuran Tapera. Klasifikasi kelompok yang wajib mengikuti program ini yakni ASN, TNI, POLRI, pekerja BUMN/BUMD, serta pekerja swasta. Dalam aturan itu disebutkan bahwa pemberi kerja wajib membayar simpanan peserta yang menjadi kewajiban, dan memungut simpanan peserta dari pekerja. Besaran iuran ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri.
Untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama antara perusahaan dengan karyawan masing-masing sebesar 0,5 persen dan 2,5 persen, sedangkan Peserta Pekerja Mandiri menanggung simpanan secara keseluruhan. Di lain pihak, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) secara resmi menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.