Susahnya Ungkap Resep Sukses Madrid di Eropa: Para Bintang, DNA Juara, atau Keberuntungan?
Madrid
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelatih yang paling berprestasi juga merupakan yang paling beruntung. Meskipun Carlo Ancelotti mungkin tidak setuju, takdir kembali berpihak padanya.
Real Madrid asuhannya mengalahkan Borussia Dortmund 2-0 pada Ahad (2/6/2024) dini hari WIB. Los memenangkan Liga Champions untuk keenam kalinya dalam 11 musim, yang ke-15 sepanjang sejarah klub.
Ancelotti tidak gentar di pinggir lapangan di dalam Stadion Wembley yang bergemuruh saat Los Blancos asuhannya terdesak pada sebagian besar pertandingan final oleh Dortmund yang impresif. Status Madrid sebagai unggulan dan Dortmund underdog seolah berbalik di atas lapangan.
Kiper Dortmund Gregor Kobel tidak perlu melakukan penyelamatan dalam 45 menit pertama sementara di sisi lain Karim Adeyemi menyia-nyiakan peluang emas satu lawan satu dengan Thibaut Courtois. Niclas Fullkrug melepaskan tembakan yang membentur tiang gawang.
Ketika Fullkrug gagal dengan peluang sundulan lainnya setelah satu jam pertandingan, tiba-tiba terasa tak terelakkan bahwa Ancelotti akan memegang trofi untuk kelima kalinya sebagai pelatih -- dua kali bersama AC Milan dan sekarang tiga kali bersama Real Madrid.
Pria berusia 64 tahun itu telah melihat semuanya sebelumnya dan dia tahu lebih baik daripada siapa pun bagaimana cerita biasanya berakhir. Itu terbukti, saat Real Madrid perlahan bangkit dan bek kanan veteran Dani Carvajal yang hanya berpostur 173 cm menyundul bola hasil tendangan sudut Toni Kroos pada menit ke-74.
Dortmund mungkin tahu bahwa mereka ditakdirkan untuk menyaksikan penobatan Madrid kembali menjadi juara ketika Vinicius Jr. melepaskan tembakan untuk mencetak gol kedua.
Namun, sulit untuk mengidentifikasi bagaimana mereka menulis bab terakhir dalam sejarah mereka yang kaya. Penjelasan terbaiknya adalah, itulah yang kerap dilakukan klub ini.
Apakah karena mereka punya sederet bintang? Jika ini alasannya, Paris Saint-Germain atau Manchester City misalnya, harusnya sudah bisa mengimbangi Madrid. Sebab di dua tim ini sejak lama bercokol bintang-bintang sepak bola kelas dunia.
Nyatanya, pencapaian terbaik PSG adalah finalis, sementara City baru sekali juara. City tersingkir pada musim ini setelah dilibas Madrid di perempat final.
Apakah mereka...
Apakah mereka memenangkan pertarungan taktis? Tidak. Apakah juara Spanyol itu menampilkan superioritas mereka di atas kertas pada tim yang berada di posisi kelima di Bundesliga? Rupanya tidak.
Apakah pemain Brasil Vinicius menyiksa bek kanan Dortmund asal Norwegia Julian Ryerson atau bek tengah veteran Mats Hummels? Secara sporadis ya, tapi tidak secara taktikal.
Apakah Jude Bellingham bersinar di final Liga Champions pertamanya? Tidak juga. Faktanya, mantan gelandang Dortmund berusia 20 tahun itu memainkan salah satu pertandingan yang paling tidak efektif dalam musim pertamanya yang luar biasa di Bernabeu.
Madrid adalah Madrid
Namun semua itu tidak berarti karena Los Blancos memenangkan final Eropa ke-11 berturut-turut, kekalahan terakhir mereka di final terjadi 41 tahun lalu saat melawan Aberdeen di Piala Winners, kompetisi yang terakhir kali diputar pada musim 1998/1999. Madrid takluk 1-2 dari klub Skotlandia tersebut.
"Itu sulit. Saya tidak suka level permainan kami. Pada babak pertama, kami menderita; di babak kedua, kami kehilangan bola lebih sedikit dan bermain lebih baik -- tetapi itu semua sekarang menjadi detail yang remeh. Kami menang. Mimpi itu terus berlanjut," kata Ancelotti dikutip Reuters.
Madrid tidak memiliki metode yang jelas pada babak pertama dibandingkan dengan Dortmund yang terlatih dengan baik yang melakukan segalanya dengan benar. Yang tak mereka kerjakan cuma satu: menjebol gawang Madrid.
Namun, seperti manajer mereka yang cerdik di pinggir lapangan, para pemain Madrid yang berpengalaman menang tahu bahwa yang harus mereka lakukan hanyalah tetap tenang, menunggu waktu yang tepat, dan sejarah akan terulang kembali. Hummels dari Dortmund, yang mengalami patah hati di final Liga Champions untuk kedua kalinya, menyimpulkannya.
"Kami bermain dengan keberanian dan kepahlawanan, tetapi kami gagal mencetak gol. Kemudian kami membuat kesalahan kecil dan Real mencetak gol. Mereka telah melakukannya seperti itu selama 100 tahun," katanya.
Carvajal kini...
Carvajal kini telah memenangkan Liga Champions enam kali bersama Real Madrid. Sama dengan Luka Modric yang masuk sebagai pemain pengganti Kroos, menyamai prestasi pemain hebat Madrid Paco Gento.
Bagi Kroos, itu cara terbaik untuk mengakhiri karier gemilangnya bersama Los Blancos. Sebab, ia akan pensiun pada musim panas ini setelah membela Jerman di Euro 2024.
Namun, sementara pemain datang dan pergi, bagi dinasti sepak bola ini, yang tidak pernah berubah adalah kemampuan mereka untuk menggapai hasil maksimal ketika benar-benar dibutuhkan.
Ancelotti tidak percaya pada gagasan keberuntungan. "Ada sesuatu yang istimewa di klub ini," kata Ancelotti, yang juga memiliki dua medali juara Eropa sebagai pemain, sebelum final. "Mungkin karena sejarahnya, mungkin karena tradisinya, kelasnya. Namun, sudah banyak sekali, jadi itu bukan hanya kebetulan."
Daftar 11 kemenangan beruntun Madrid di final kompetisi Eropa setelah kekalahan 1-2 dari Aberdeen pada final Piala Winners 1982/2983:
1984/1985 Piala UEFA Real Madrid 3-1 Videoton (3-0 dan 0-1)
1985/1986 Piala UEFA Real Madrid 5-3 FC Koln (5-1 dan 0-2)
1997/1998 Liga Champions Real Madrid 1-0 Juventus
1999/2000 Liga Champions Real Madrid 3-0 Valencia
2001/2002 Liga Champions Real Madrid 2-1 Bayer Leverkusen
2013/2014 Liga Champions Real Madrid 4-1 Atletico Madrid
2015/2016 Liga Champions Real Madrid 5-3 (1-1) Atletico Madrid
2016/2017 Liga Champions Real Madrid 4-1 Juventus
2017/2018 Liga Champions Real Madrid 3-1 Liverpool
2021/2022 Liga Champions Real Madrid 1-0 Liverpool
2023/2024 Liga Champions Real Madrid 2-0 Borussia Dortmund