Komite Israel: Zionis Harus Bersiap Perang Melawan Turki

Turki dianggap sebagai proksi Suriah yang kini bisa mengancam Israel.

AP Photo/Matias Delacroix
Tentara Israel di atas tank di sepanjang Jalur Alpha yang memisahkan Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel dari Suriah, di kota Majdal Shams, Senin, 9 Desember 2024.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel harus bersiap menghadapi konfrontasi langsung dengan Turki. Demikian menurut laporan terbaru Komite Nagel tentang anggaran pertahanan dan strategi keamanan.

Baca Juga


Komite yang dibentuk oleh pemerintah tersebut memperingatkan bahwa ambisi Turki untuk memulihkan pengaruhnya di era Ottoman dapat menyebabkan meningkatnya ketegangan dengan Israel, yang mungkin meningkat menjadi konflik.

Laporan tersebut menyoroti risiko faksi-faksi Suriah yang bersekutu dengan Turki, yang menciptakan ancaman baru dan kuat bagi keamanan Israel.

"Ancaman dari Suriah dapat berkembang menjadi sesuatu yang bahkan lebih berbahaya daripada ancaman Iran," demikian pernyataan laporan tersebut, yang memperingatkan bahwa pasukan didukung Turki dapat bertindak sebagai proksi, yang memicu ketidakstabilan regional.

Penilaian komite tersebut muncul di tengah kebijakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang semakin tegas di kawasan tersebut. Hal itu menurut beberapa analis dianggap bertentangan dengan kepentingan Israel.

Seruan untuk persiapan

Dilansir Jerusalem Post, Senin (6/1/2025), Komite Nagel menyampaikan rekomendasinya kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Israel Katz, dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich pada Senin, yang menguraikan strategi komprehensif untuk mengatasi ancaman.

Komite mengusulkan peningkatan anggaran pertahanan hingga NIS 15 miliar per tahun selama lima tahun ke depan untuk memastikan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) diperlengkapi untuk menangani tantangan yang ditimbulkan oleh Turki, di samping ancaman regional lainnya.

Netanyahu menanggapi laporan tersebut, dengan menyatakan, “Kita menyaksikan perubahan mendasar di Timur Tengah. Iran telah lama menjadi ancaman terbesar kita, tetapi kekuatan baru tengah memasuki arena, dan kita harus bersiap menghadapi hal yang tak terduga. Laporan ini memberi kita peta jalan untuk mengamankan masa depan Israel.”

Memperkuat kemampuan militer

Untuk mempersiapkan diri menghadapi potensi konfrontasi dengan Turki, komite merekomendasikan langkah-langkah di antaranya mempersiapkan persenjataan canggih, memperoleh jet tempur F-15 tambahan, mengisi bahan bakar pesawat, pesawat nirawak, dan satelit untuk memperkuat kemampuan serangan jarak jauh Israel.

Kemudian memperkuat sistem pertahanan udara di antaranya dengan meningkatkan kemampuan pertahanan udara berlapis-lapis, termasuk Iron Dome, David’s Sling, sistem Arrow, dan sistem pertahanan berbasis laser Iron Beam yang baru beroperasi.

Selanjutnya, keamanan perbatasan yakni dengan membangun penghalang keamanan yang diperkuat di sepanjang Lembah Yordan, yang akan menandai perubahan signifikan dalam strategi pertahanan Israel meskipun ada potensi konsekuensi diplomatik dengan Yordania.

Ancaman Turki

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengancam rezim Israel pada Ahad (28/7/2024) dengan kemungkinan Turki akan mengirimkan pasukan ke Palestina yang diduduki untuk mendukung perjuangan mereka.

“Kita harus menjadi sangat kuat sehingga Israel tidak dapat melakukan hal-hal ini terhadap Palestina,” katanya, mengacu pada genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza.

“Sama seperti kita memasuki [Nagorno] Karabakh, sama seperti kita memasuki Libya, kita dapat melakukan hal yang sama kepada mereka. Tidak ada yang tidak bisa kita lakukan. Kita hanya harus menjadi kuat,"ujar Erdogan dilansir laman Al-Mayadeen, Ahad (28/7/2024) waktu setempat.

Setelah pernyataan Erdogan, para pejabat tinggi Israel 'kebakaran jenggot'. Mereka mengancam Presiden Turki bahwa ia akan menghadapi nasib yang sama seperti mantan Presiden Irak Saddam Hussein.

Pada tahun 2003, Amerika Serikat dan sekutunya menginvasi Irak secara ilegal dengan dalih Saddam Hussein memiliki senjata nuklir, yang kemudian terbukti salah. Setelah bersembunyi selama tiga tahun, Saddam berhasil ditangkap dan dibunuh pada tahun 2006. Sejak invasi tersebut, diperkirakan lebih dari satu juta warga Irak telah terbunuh oleh koalisi pimpinan AS.

Militer AS tetap berada di Irak di bawah perjanjian dengan pemerintah, namun banyak partai politik dan warga negara yang menganggap mereka sebagai pasukan pendudukan karena campur tangan mereka yang terus menerus dalam urusan dalam negeri negara tersebut dan kontrol atas banyak sumber daya, terutama energi.

Berbicara kepada presiden Turki dalam sebuah posting di X (Twitter), Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz mengatakan bahwa “Erdogan sedang menempuh jalan yang ditempuh oleh Saddam Hussein dan mengancam untuk menyerang Israel. Dia seharusnya mengingat apa yang terjadi di sana dan bagaimana hal itu berakhir.”

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler