Studi: Pemanasan Global Capai Rekor, Manusia Jadi Biang Keroknya!

92 persen kondisi panas yang memecahkan rekor disebabkan oleh manusia.

EPA-EFE/RUNGROJ YONGRIT
Pekerja kantoran menggunakan payung untuk melindungi sinar matahari dan mendinginkan diri dengan kipas genggam elektrik saat cuaca panas di Bangkok, Thailand, Jumat (28/4/2023).
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat pemanasan bumi mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada 2023. Menurut perhitungan ilmuwan, 92 persen dari kondisi panas mengejutkan yang memecahkan rekor tahun lalu disebabkan oleh manusia.

Kelompok peneliti yang terdiri dari 57 ilmuwan dari seluruh dunia menggunakan metode yang disetujui PBB untuk menyelidiki penyebab ledakan panas mematikan tahun lalu. Bahkan dengan laju pemanasan yang lebih cepat, mereka tidak melihat adanya bukti adanya percepatan signifikan dalam perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, selain peningkatan pembakaran bahan bakar fosil.

Rekor suhu tahun lalu sangat tidak biasa sehingga para ilmuwan memperdebatkan apa yang menyebabkan lonjakan besar ini dan apakah perubahan iklim semakin cepat atau ada faktor lain yang mempengaruhinya.

“Jika Anda melihat dunia ini semakin cepat atau mengalami titik kritis yang besar, hal-hal tidak berjalan seperti itu,” kata Piers Forster, ilmuwan iklim Universitas Leeds, yang merupakan penulis utama studi tersebut.

Hal ini sebagian besar disebabkan oleh penumpukan karbon dioksida akibat meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil, kata dia dan rekan penulisnya. “Suhu meningkat dan menjadi lebih buruk persis seperti yang kami prediksi,” katanya.

Tahun lalu laju pemanasan mencapai 0,26 derajat Celsius per dekade, naik dari 0,25 derajat Celsius pada tahun sebelumnya. Itu bukan perbedaan yang signifikan, meski hal ini membuat angka tahun ini menjadi yang tertinggi yang pernah ada, kata Forster.

Namun, para ilmuwan dari luar mengatakan laporan ini menyoroti situasi yang semakin mengkhawatirkan.

“Memilih untuk bertindak terhadap iklim telah menjadi pokok pembicaraan politik, namun laporan ini harus menjadi pengingat bagi masyarakat bahwa pada dasarnya tindakan ini adalah pilihan untuk menyelamatkan nyawa manusia,” kata ilmuwan iklim Universitas Wisconsin, Andrea Dutton, yang bukan bagian dari tim studi internasional.

Tim penulis, yang dibentuk untuk memberikan pembaruan ilmiah tahunan antara penilaian ilmiah utama PBB selama tujuh hingga delapan tahun, menetapkan bahwa tahun lalu suhunya 1,43 derajat Celcius lebih hangat daripada rata-rata suhu pada tahun 1850 hingga 1900, dengan 1,31 derajat di antaranya berasal dari aktivitas manusia.

Delapan persen pemanasan lainnya sebagian besar disebabkan oleh El Nino, pemanasan alami dan sementara di Pasifik tengah yang mengubah cuaca di seluruh dunia dan juga pemanasan yang tidak wajar di sepanjang Samudera Atlantik serta cuaca yang tidak menentu lainnya.

Dalam jangka waktu 10 tahun.....

Baca Juga



Dalam jangka waktu 10 tahun yang lebih lama, suhu dunia telah memanas sekitar 1,19 derajat Celcius sejak masa pra-industri, demikian temuan laporan dalam jurnal Earth System Science Data. Laporan tersebut juga mengatakan bahwa karena dunia terus menggunakan batu bara, minyak dan gas alam, bumi kemungkinan akan mencapai titik dalam 4,5 tahun dimana bumi tidak dapat lagi menghindari ambang batas pemanasan yang diterima secara internasional: 1,5 derajat Celsius.

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang memproyeksikan bumi akan mengalami perubahan atau terjebak pada suhu setidaknya 1,5 derajat pada awal tahun 2029 jika lintasan emisi tidak berubah.

Penurunan suhu sebesar 1,5 derajat mungkin terjadi bertahun-tahun kemudian, tetapi hal ini tidak dapat dihindari jika seluruh karbon digunakan, kata Forster.

Koloni karang cabang (acropora sp) di kawasan konservasi perairan wilayah sasi Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Selasa (26/3/2024). Pemanasan global akan merusak terumbu karang. - (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S)

Jika suhu melampaui batas 1,5 bukan akhir bagi dunia dan umat manusia, namun hal ini akan sangat buruk, kata para ilmuwan. Penelitian-penelitian PBB sebelumnya menunjukkan bahwa perubahan besar-besaran pada ekosistem bumi kemungkinan besar akan menyebabkan pemanasan antara 1,5 dan 2 derajat Celcius, termasuk hilangnya terumbu karang, es laut Arktik, spesies tanaman dan hewan serta peristiwa cuaca ekstrem yang lebih buruk yang dapat menyebabkan kematian manusia.

Kenaikan suhu tahun lalu lebih dari sekedar lonjakan kecil. Hal ini sangat tidak biasa terjadi pada bulan September, kata rekan penulis studi Sonia Seneviratne, kepala dinamika iklim lahan di ETH Zurich, sebuah universitas di Swiss.

Tahun ini berada dalam kisaran perkiraan, meskipun berada di batas atas kisaran tersebut, kata Seneviratne.

“Percepatan yang jika hal ini terjadi akan menjadi lebih buruk, seperti mencapai titik kritis global, ini mungkin akan menjadi skenario terburuk,” kata Seneviratne.

“Tetapi apa yang terjadi saat ini sudah sangat buruk dan sudah mempunyai dampak yang besar. Kita berada di tengah krisis,” katanya.

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler