Anggota DPR Usulkan Pembentukan Mahkamah Pancasila

Mahkamah Pancasila yang diusulkan tak perlu mengadili seperti MK.

Republika/Mardiah
Ilustrasi Pancasila
Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi II DPR, Selasa (11/6/2024), melakukan rapat dengan mitra kerjanya di Gedung DPR Jakarta. Di antaranya yaitu BPIP, Setneg, KSP Moeldoko, dan Seskab Pramono Anung.

Baca Juga


Salah satu usulan yang disampaikan pada rapat tersebut adalah soal pembentukan Mahkamah Pancasila. Usulan ini disampaikan oleh politikus PDIP Heru Sudjatmoko yang merupakan anggota komisi II.

Menurutnya, selama ini Indonesia mengenal ada Mahkamah Konstitusi bertugas menjaga  konstitusi kita. Kemudian, ada Mahkamah Agung yang menjaga hukum dengan segala peraturan perundangan di bawah konstitusi.

"Jangan-jangan perlu ada Mahkamah Pancasila. Saya ditertawakan nggak apa, ya, tapi dengan segala hormat saya ingin sampaikan pikiran ini," kata Heru.

Heru menjelaskan usulannya, fungsi Mahkamah Pancasila itu adalah menjaga etika dan perilaku para pejabat negara, aparatur negara, hingga warga negara. Dia menyebutkan Mahkamah Pancasila tidak perlu mengadili seperti Mahkamah Konstitusi.

"Barangkali Mahkamah Pancasila, dengan segala kekurangan saya, saya bisa menyebut mungkin fungsinya sebagai penjaga etika dan perilaku para pejabat negara, para aparatur negara, para warga negara, para orang-orang kaya di negara ini, pendek kata semua dari kita. Barangkali tentu bukan untuk mengadili seperti di Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung, tapi paling tidak BPIP bisa mengonsolidasi," katanya.

Heru menilai saat ini perilaku para pejabat negara sudah jauh dari nilai-nilai Pancasila. Karena itu, menurutnya lembaga ini nantinya bisa memberikan peringatan.

"Apakah perilaku kita selama ini misalnya masih konsisten dengan nilai nilai Pancasila? Jangan-jangan sudah jauh tapi tidak ada yang mengingatkan. Mungkin salah satu sifat manusia yang berbeda dengan malaikat perlu diingatkan. Karena malaikat selalu taat, tapi manusia punya sifat yang beragam, bisa taat, bisa tidak taat, setidak tidaknya perlu diingatkan, walau dalam pengertian tidak diadili, ini masalah perilaku dan etika yang sumbernya filsafat negara," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler