Nabi Ibrahim, Ismail, dan Dialog Sebelum Mengambil Keputusan Penting

Bangsa yang besar membutuhkan figur seperti Nabi Ibrahim dan Ismail.

AP Photo/Amr Nabil
Jamaah haji mengelilingi Kabah di Masjidil Haram, saat yang lain menonton Maqam Ibrahim, atau Stasiun Ibrahim, di sebelah kiri, di kota suci Mekah di Arab Saudi, Selasa, 5 Juli 2022. Arab Saudi diharapkan untuk menerima satu juta Muslim untuk menghadiri haji, yang akan dimulai pada 7 Juli, setelah dua tahun membatasi jumlahnya karena pandemi coronavirus.
Rep: Fuji E Permana Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sholat Idul Adha tingkat kenegaraan pada 1445 Hijriyah/ 2024 M, berlangsung pagi ini di Masjid Istiqlal Jakarta. Sholat yang dimulai pukul 07.00 WIB selain dihadiri ribuan umat Islam dari DKI Jakarta dan berbagai daerah, dihadiri pula oleh Wakil Presiden RI, KH Ma'ruf Amin, beserta sejumlah Menteri Kabinet Indonesia dan para duta besar.

Baca Juga


Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag), Suyitno yang bertugas sebagai khatib dalam pelaksanaan sholat Idul Adha, menyampaikan khotbah dengan tema "Semangat Idul Adha Hadirkan Cinta dan Kepedulian Sosial." Pada kesempatan tersebut khatib mengajak jamaah untuk merenungkan makna yang dalam dari perayaan Idul Adha.

Dalam khotbahnya, Suyitno mengisahkan ujian yang dihadapi oleh keluarga Nabi Ibrahim Alaihissalam. Ketika Ismail mencapai usia balig, Nabi Ibrahim mendapatkan petunjuk melalui mimpi untuk menyembelih putranya. Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Alquran Surat As-Shafat Ayat 102.

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai Anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar," (QS: As-Shafat Ayat 102).”

Ayat tersebut menggambarkan dialog yang demokratis antara ayah dan anak sebelum mengambil keputusan penting. Keluarga Nabi Ibrahim menunjukkan kepribadian mulia dengan kepatuhan penuh kepada perintah Allah SWT yang menjadikan Nabi Ibrahim alaihissalam mendapat gelar Khalilullah.

Pada kesempatan tersebut, Suyitno juga menyoroti keteguhan dan kesabaran yang ditunjukkan oleh Siti Hajar, ibu dari Nabi Ismail, sebagai simbol ketokohan tripartit antara ayah yang tegas dan demokratis, anak muda yang tangguh dan pemberani, serta ibu yang penuh kasih dan sabar.

“Ketiga figur ini menjadi contoh teladan bagi umat manusia sepanjang masa," ujar Suyitno saat khotbah di Masjid Istiqlal, Senin (17/6/2024).

Bangsa yang besar, dikatakan Suyitno, membutuhkan figur-figur seperti Nabi Ibrahim Alaihissalam yang tegas dan memegang teguh prinsip meskipun menghadapi situasi sulit dan berisiko. Sosok pemuda seperti Nabi Ismail yang ulet dan berani, juga sangat dibutuhkan.

Suyitno menutup khotbahnya dengan mengutip syair dari Ahmad bin al-Husein al-Ja'fi al-Kindi al-Kufi (Al-Mutanabbi) yang mengajarkan tentang mencapai kemuliaan dengan usaha dan pengorbanan.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler