Kisah di Balik Tujuh Kerikil Jumrah dan Dialog Setan dengan Hajar
Ismail kecil sangat gembira karena ayahnya datang.
REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH — Ratusan ribu jamaah haji Indonesia tengah menginap (mabit) di Mina untuk menunaikan rangkaian ibadah wajib haji. Selama mabit, jamaah melontar jumrah di Jamarat pada 10-12 Dzulhijah bagi mereka yang mengambil Nafar Awal.
Sementara, bagi jamaah yang melaksanakan Nafar Tsani masih akan melaksanakan lempar jumrah hingga 13 Dzulhijjah 1445 H atau bertepatan dengan Rabu (19/6/2024) Waktu Arab Saudi (WAS).
Berdasarkan pantauan Republika di lantai tiga Jamarat pada Selasa (17/6/2024) dini hari pukul 01.59 Waktu Arab Saudi (WAS) masih banyak jamaah haji yang lewat untuk melontar jumrah.
Lalu apa itu jumrah? Mengapa jamaah haji melempar batu kerikil ke Jamarat?
Dalam bahasa Arab, jumrah sendiri berarti batu kerikil. Sedangkan bentuk jamaknya adalah Jamarat. Jamarat merupakan tempat para jamaah haji "melempar setan" dengan tiga lokasi pilar yang terletak berdekatan satu sama lain. Pilar tersebut disebut Jamarat Ula, Jamarat Wustha dan Jamarat Qubra.
Hukum melempar Jumrah Aqabah dan melempar Jumrah pada hari-hari Tasyriq adalah wajib. Hari Tasyrik sendiri merupakan hari raya umat Islam yang jatuh setelah Idul Adha yaitu hari ke 11,12 dan 13 Dzulhijjah.
Jamarat adalah tiga dinding batu yang dilempari dengan batu kerikil sebagai ritual wajib haji untuk meniru tindakan Nabi Ibrahim AS. Jamarat merupakan lokasi di mana Nabi Ibrahim melempari setan dengan batu ketika mencoba mencegahnya mengorbankan putranya, Ismail AS.
Kisah lengkap di balik peristiwa jamarat..
Bagaimana kisah lengkapnya?
Salah satu tujuan haji adalah untuk mengenang, ketika berada di Mina, bagaimana seorang ayah berusia 94 tahun membawa putranya yang berusia delapan tahun ke daerah ini untuk dikurbankan.
Nabi Ibrahim pertama kali meninggalkan istri dan putranya yang baru lahir, Ismail di padang pasir atas perintah Allah. Kemudian ketika kembali setelah delapan tahun kepada mereka, dia melihat mimpi di mana seorang pria mengatakan kepadanya bahwa Allah SWT ingin dia mengorbankan putranya. Dia melihat mimpi yang sama selama tiga malam berturut-turut.
Nabi Ibrahim pun menyadari bahwa Allah SWT ingin dia mengorbankan putranya yang hatinya dipenuhi dengan cinta dan emosi. Lalu dia mendatangi istrinya dan memintanya untuk mendandani Ismail As.
Ismail sangat gembira karena ayahnya telah datang setelah sekian lama pergi dan kali ini mengajaknya jalan-jalan. Ketika Siti Hajar bertanya, “Ke mana kamu akan membawanya?” Ibrahim menjawab, “Untuk bertemu seorang teman."
Nabi Ibrahim dan putranya kemudian sampai di Mina. Di sini Ibrahim bertanya kepada putranya bahwa ayahmu telah melihat mimpi seperti itu, apa pendapatmu tentang mimpi itu?
Alasan bertanya bukan untuk meminta pendapatnya dalam memutuskan apakah akan meneruskan perintah Allah atau tidak. Itu untuk menilai apakah putranya akan mengizinkannya mengikuti perintah Allah atau dia harus menjalankan perintah itu secara paksa. Dengan kata lain, ia meminta hal itu untuk menguji intensitas cinta kepada Allah di hati putranya.
Jawaban Ismail kecil...
Ismail kecil waktu itu menjawab, “Ayahku, taatilah perintah yang diberikan Allah. Insya Allah saya akan tabah. Berikan bajuku kepada ibuku karena itu akan menjadi sumber kenyamanan baginya dan bungkus aku dengan bajumu sendiri. Letakkan aku menghadap ke bawah sehingga engkau tidak dapat melihat wajahku, jangan sampai engkau ragu-ragu melakukan.”
Langit dan bumi menyaksikan bahwa Ibrahim mengikat putranya dan membaringkannya. Hal ini sangat tidak dapat diterima oleh setan, sehingga setan menemui Hajar dan bertanya padanya, “Tahukah kamu ke mana Ibrahim membawa putramu?”
Hajar menjawab, “Untuk bertemu seorang teman.”
Setan berkata, “Dengan bertemu seorang teman ia bermaksud bertemu dengan Allah. Dia akan mengorbankannya!”
Namun, Setan keceplosan dengan berkata, “Itu adalah perintah Allah.”
Mendengar hal itu Siti Hajar pun menegaskan, “Jika ini adalah perintah Allah, maka seratus Ismail pun dapat dikurbankan dengan cara ini.”
Karena tak mampu mempengaruhi Hajar, setan lalu pergi untuk mengalihkan perhatian Ibrahim dan menggodanya. Ketika dia menampakkan diri kepada Ibrahim di Jamarat Ula, Malaikat Jibril berkata kepada Ibrahim: “Lempar dia!”.
Maka, Ibrahim melemparkan tujuh batu ke arahnya dan setan itu menghilang. Kemudian setan kembali menampakkan diri di Jamarat Wustha. Jibril berkata lagi padanya: “Lempar dia!” maka Ibrahim melemparinya dengan tujuh batu dan dia menghilang darinya.
Kemudian setan menampakkan diri lagi kepadanya di Jamarat ketiga. Malaikat Jibril kembali menginstruksikannya: “Lempar dia!” maka ibrahim pun melemparinya lagi dengan tujuh batu kecil dan setan menjauh darinya.
Tindakan inilah yang kemudian ditiru oleh semua jamaah haji ke Jamarat, melambangkan pengakuan seseorang bahwa setan adalah musuhnya dan harus dilawan. Aksi pelemparan batu ke Jamarat dikenal dengan istilah "Rami".
Ibrahim kemudian membaringkan Ismail dan meletakkan lututnya di lehernya agar dia tidak bergerak. Kemudian dia menghadap ke langit dan berseru kepada Allah SWT, “Ya Allah! Jika kamu tidak menyukai kehadiran cinta untuk Ismail di hatiku, aku mohon maaf.”
Kemudian dia menyebut nama Allah dan menaruh pisau di tenggorokan Ismail. Dia mengasah pisaunya tetapi tidak mempan, Allah SWT telah menghilangkan fungsi pisau itu.
Allah SWT ridha dengan keikhlasan Ibrahim. Lalu Allah mengirimkan seekor domba putih bermata besar bertanduk menggantikan Ismail yang dikorbankan oleh Ibrahim. Hal inilah yang menjadi dasar penyembelihan hewan kurban oleh jamaah haji dan seluruh umat Islam lainnya pada saat Hari Raya Idul Adha.