Mana yang Lebih Utama Bagi Istri: Sholat Tahajud atau Melayani Kebutuhan Biologis Suami?
Sholat tahajud hukum dasarnya adalah sunnah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Seorang istri telah merasakan kenikmatan sholat tahajud, lantaran tiap kesukaran yang ia hadapi bisa terselesaikan dengan baik apabila memohon petunjuk dan pertolongan kepada Allah SWT dengan sholat tahajud. Ia akan merasa malu terhadap Allah, apabila tidak melakukan sholat malam, seolah ia tidak tahu berterima kasih atas nikmat-Nya.
Suatu kali ada seorang yang menegurnya. Si penegur itu mengatakan bahwa perbuatannya (sholat) itu tidak boleh dilakukan terus-menerus, apalagi sampai tidak tidur hingga subuh. Bahkan, ketika suaminya menghendaki untuk tidur bersamanya, si perempuan itu juga menyanggupinya setelah selesai sholat tahajud.
Dan karena hal seperti itu berulang kali ia lakukan, suaminya sering marah-marah. Bagaimana hukum perilaku istri yang demikian, mana lebih didahulukan antara sholat tahajud?
Jawaban atas pertanyaan di atas dikemukakan pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Prof M Quraish Shihab, sebagaimana didokumentasikan Harian Republika 1994. Begini jawabannya:
Sholat tahajud baik sekali dikerjakan. Tetapi harus disadari bahwa sholat ini tidak wajib. Banyak ibadah lain yang dapat dikerjakan sebagai alternatif penggantinya. Alquran surat Al Muzzammil 20, menyebut tiga alasan untuk tidak melakukan, sekaligus memberi alternatif penggantinya:
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَىٰ مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِنَ الَّذِينَ مَعَكَ ۚ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ۚ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۖ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ ۚ عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَىٰ ۙ وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ ۚ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا ۚ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Alquran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS al-Muzammil: 20)
Sekali lagi sholat tahajud bukan kewajiban, tetapi hanya sunnah. Muhammad Alghazaly dalam bukunya Kaifa Nafham Al Islam? (Bagaimana kita memahami Islam), menulis sebagai berikut:
''Seandainya ada seorang yang sepanjang malam memuji Allah, kemudian di pagi harinya ketika ia membuka usahanya ia merasa lesu dan malas yang mengakibatkan ia mengabaikan usahanya, atau memasarkan dagangannya atau membersihkan (kios)nya guna meningkatkan penghasilannya, maka sungguh ia telah berdosa kepada Allah.''
Tentang kehidupan rumah tangga yang saudara tanyakan, Nabi SAW menjelaskan, agama mendambakan kehidupan rumah tangga yang harmonis bagi pemeluknya. Karena itu hubungan seks antarsuami istri adalah ibadah. Masing-masing dinilai bersedekah dengan hubungan itu.
Ketika mendengar penjelasan Nabi itu, para sahabat terheran-heran. Untuk menampik keheranan mereka, Nabi SAW lalu bersabda: ''Bukankah kalau ia menempatkannya bukan pada tempatnya ia memperoleh dosa? Demikian sebaliknya ia memperoleh ganjaran''.
Islam menghargai naluri manusia, ia bahkan mendahulukan kepentingan manusia (haq al 'ibaad) atas ''hak Allah'', karena itu terlarang bagi wanita bersuami untuk berpuasa sunnat, kecuali seizin suaminya, khawatir jangan sampai kebutuhan seks suami mendesak sehingga dapat mengantarnya terjerumus ke dalam dosa, jika tidak dilayani.
Abu Daud meriwayatkan sebuah hadits (lemah memang hadisnya tetapi maknanya secara umum dapat diterima), bahwa seorang wanita datang mengadukan suaminya yang bernama Shafwan kepada Rasul SAW. ''Suami saya memukul saya kalau sholat, memaksa saya berbuka kalau puasa, dan dia tidak sholat subuh kecuali (menjelang hampir) terbit matahari,'' kata wanita itu.
Nabi SAW lalu menanyakan pengaduan itu kepada sang suami. Sang suami menjelaskan, ''Saya memukulnya kalau sholat, karena dia membaca dua surah berturut-turut (dalam satu rakaat), padahal sebelumnya ia telah (sering) kularang.'' Nabi SAW kemudian menjelaskan, ''Satu surat saja sudah cukup''.
Pengaduan bahwa dia memaksanya berbuka, dijawab oleh sang suami, ''Dia puasa sunnah (terus-menerus), sedang saya adalah pemuda yang tidak tahan (untuk tidak berhubungan seks).'' Nabi berkomentar, ''Tidak dibenarkan seorang wanita berpuasa sunnah (ketika suaminya berada di tempat), kecuali seizin suaminya.''
Adapun soal sholat subuh, maka ''Kami adalah keluarga yang dikenal sulit tidur, sehingga hampir kami tidak terbangun kecuali (menjelang) terbitnya matahari.'' Nabi bersabda, ''Jika engkau bangun segeralah sholat.
Hadits-hadits yang cukup banyak dalam konteks ini menunjukkan bahwa beribadah kepada Allah, apalagi yang sunnah dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan pelayanan baik terhadap pasangan hidup, serta keluarga. Perlu ditambahkan bahwa kalau kebutuhan istri tidak disebut dalam hadis-hadis, itu bukan berarti bahwa suami tidak mempunyai kewajiban terhadap istrinya. Alquran menegaskan:
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ "Mereka (istri-istri) adalah pakaian untuk kamu dan kamu (suami-suami) adalah pakaian untuk mereka.'' (QS al-Baqarah: 187).
Dengan saling pengertian dan tanpa harus berkorban, masing-masing sebenarnya dapat memperoleh kebutuhan dan kesenangannya, termasuk hubungan seks dan sholat tahajud. Bukankah kedua ibadah itu tidak harus dilakukan setiap dan atau sepanjang malam?