Terungkap Dialog Nabi Hud dan Kaum Ad, Minta Diazab, Kota Iram, dan Horor Murka Allah
Kisah Nabi Hud dan Kaum Ad diabadikan dalam Alquran
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Nabi Nuh dan umatnya selamat dari bencana (atau azab) banjir besar, manusia melanjutkan kehidupannya. Mereka kembali membangun keluarga, berketurunan, dan menyembah Allah SWT. Ketika itu, manusia masih mengingat betapa pedihnya siksa Allah di dunia dan sedih rasanya kehilangan orang-orang tersayang.
Dengan begitu, mereka istikamah menegakkan perintah Allah, yaitu hanya menyembah Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang. Syariat agama dijalankan dengan maksimal. Kehidupan pun berjalan dengan teratur.
BACA JUGA: Titik Lemah Kasus Vina, Pengakuan Kapolri Hingga Perlawanan Terpidana
Namun keadaan ideal seperti itu berubah ketika manusia sudah jauh dari kehidupan Nabi Nuh. Mereka tak lagi mengingat (atau sengaja melupakan dan mengabaikan) sejarah kelam banjir hebat yang pernah terjadi akibat kemungkaran. Sehingga pada masa Kaum Ad, mereka mulai bertingkah sombong, mengedepankan ego sebagai bangsa terbaik, melupakan hakikat kehidupan sebagai makhluk Allah, menjadi makhluk bengis dan kejam.
Satu lagi yang paling parah, mereka kembali melakukan apa yang kaum Nuh pernah kerjakan, yaitu menyembah berhala Shamda, Shamud, dan Hira.
Dalam tradisi dahulu, berhala adalah upaya menghidupkan orang-orang mulia sebelumnya yang berjasa besar kepada banyak orang. Ketiga berhala tersebut, bisa jadi pada hakikatnya adalah orang-orang yang berakhlak mulia dan dicintai banyak orang semasa hidupnya. Sehingga banyak orang berharap mereka tetap hidup. Agar mereka selalu dikenang dan tetap ‘hidup’ maka mereka dijadikan berhala, yang dihormati, bahkan disembah sebagai penghormatan kepada mereka.
Namun tradisi memuja berhala semacam itu ternyata mengesampingkan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang Mahapencipta. Dia mengutus orang-orang pilihan untuk menyegarkan tradisi manusia bahwa bukan berhala yang harus disembah, melainkan Allah satu-satunya Tuhan yang seharusnya diagungkan.
BACA JUGA: Lima Motif di Balik Munculnya Hadits Palsu
Allah sayang kepada Kaum Ad. Dia tak menginginkan mereka tersesat terlalu jauh. Sikap sayang tersebut ditunjukkan dengan mengutus seorang nabi bernama Hud kepada mereka.
Lahir di Hadramaut, kini daerah Negara Yaman, Nabi Hud dibesarkan dengan komitmen untuk bertakwa, memegang teguh syariat Allah, totalitas mengimani tauhid. Dia berdzikir siang dan malam agar hatinya tak pernah sepi dari asma Allah. Hingga jadi dewasa, datanglah perintah untuk mendakwahkan tauhid kepada Kaum Ad.
Profil kaum Ad
Mereka disebut Ad. Sedangkan dalam latin disebut Adites. Banyak ulama menjelaskan kaum Ad datang dari timur laut. Mereka adalah putra aud ( عوض), yang merupakan putra Aram ( إرم ), yang merupakan putra Sam, putra Nuh ( سام بن نوح ). Oleh karena itu, Nuh ( نوح ) dikatakan sebagai kakek buyut Ad. Setelah kematian Ad, putra-putranya, Shadid dan Shedad, berturut-turut memerintah kaum Ad. Kemudian menjadi istilah kolektif untuk semua disebut sebagai kaum Ad.
Mereka adalah orang-orang berbadan besar. Boleh dibilang menyerupai raksasa. Karya dan kreasi mereka sungguh luar biasa. Mereka ahli mendirikan bangunan-bangunan bertiang tinggi nan indah, yang banyak ditemukan di Kota Iram, sebagaimana Allah jelaskan dalam Surah al-Fajr 6-8 berikut ini
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ
a lam tara kaifa fa’ala rabbuka bi’ād
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum Ad? (6)
إِرَمَ ذَاتِ ٱلْعِمَادِ
irama żātil-‘imād
(yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi (ayat 7)
ٱلَّتِى لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِى ٱلْبِلَٰدِ
allatī lam yukhlaq miṡluhā fil-bilād
Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain (ayat 8)
Konon, Bangsa Ad mendirikan bangunan megah semacam itu karena mereka ingin meniru bangunan surga di langit. Mereka membangun surga di bumi, merasakan kenikmatan, dan menganggap mereka berada di sana dan merasakan kenikmatan yang ada di sekitar tempat itu selamanya.
Sejumlah orientalis, terutama mereka yang terlibat langsung dalam riset arkeologi untuk mengungkap misteri kota Iram, mengemukakan, bahwa lokasi mereka berada antara Yaman dengan Oman. Tepatnya, sekitar Selatan Arab. Di antara temuan arkeologis tersebut terdapat di area Rub’ al-Khali. Di sana mereka menemukan bangunan raksasa yang tertimbun di bawah lautan padang pasir.
Dialog
Lihat halaman berikutnya >>>
Ketika mendapatkan perintah Allah untuk mendakwahkan ajaran tauhid kepada Kaum Ad, Nabi Hud datang kepada mereka. Kemudian dialog antara Nabi Hud dan kaum tersebut diabadikan dalam Surah al-Araf berikut ini
۞ وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا ۗ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥٓ ۚ أَفَلَا تَتَّقُونَ
wa ilā ‘ādin akhāhum hụdā, qāla yā qaumi’budullāha mā lakum min ilāhin gairuh, a fa lā tattaqụn
(Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (ayat 65)
BACA JUGA: Ubah Taktik, Pejuang Palestina Kembali Sergap Pasukan Israel di Gaza
قَالَ ٱلْمَلَأُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِن قَوْمِهِۦٓ إِنَّا لَنَرَىٰكَ فِى سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ ٱلْكَٰذِبِينَ
qālal-mala`ullażīna kafarụ ming qaumihī innā lanarāka fī safāhatiw wa innā lanaẓunnuka minal-kāżibīn
Pemuka-pemuka yang kafir dari kaum Ad berkata: “Sesungguhnya kami benar benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang orang yang berdusta” (ayat 66).
قَالَ يَٰقَوْمِ لَيْسَ بِى سَفَاهَةٌ وَلَٰكِنِّى رَسُولٌ مِّن رَّبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
qāla yā qaumi laisa bī safāhatuw wa lākinnī rasụlum mir rabbil-‘ālamīn
Hud berkata “Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. (ayat 67)
أُبَلِّغُكُمْ رِسَٰلَٰتِ رَبِّى وَأَنَا۠ لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ
uballigukum risālāti rabbī wa ana lakum nāṣiḥun amīn
Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu” (ayat 68).
أَوَعَجِبْتُمْ أَن جَآءَكُمْ ذِكْرٌ مِّن رَّبِّكُمْ عَلَىٰ رَجُلٍ مِّنكُمْ لِيُنذِرَكُمْ ۚ وَٱذْكُرُوٓا۟ إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَآءَ مِنۢ بَعْدِ قَوْمِ نُوحٍ وَزَادَكُمْ فِى ٱلْخَلْقِ بَصْۜطَةً ۖ فَٱذْكُرُوٓا۟ ءَالَآءَ ٱللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
a wa ‘ajibtum an jā`akum żikrum mir rabbikum ‘alā rajulim mingkum liyunżirakum, ważkurū iż ja’alakum khulafā`a mim ba’di qaumi nụḥiw wa zādakum fil-khalqi baṣṭah, fażkurū ālā`allāhi la’allakum tufliḥụn
Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (ayat 69).
قَالُوٓا۟ أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ ٱللَّهَ وَحْدَهُۥ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ ءَابَآؤُنَا ۖ فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ إِن كُنتَ مِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ
qālū a ji`tanā lina’budallāha waḥdahụ wa nażara mā kāna ya’budu ābā`unā, fa`tinā bimā ta’idunā ing kunta minaṣ-ṣādiqīn
Kaum Ad berkata: “Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar” (ayat 70).
قَالَ قَدْ وَقَعَ عَلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ رِجْسٌ وَغَضَبٌ ۖ أَتُجَٰدِلُونَنِى فِىٓ أَسْمَآءٍ سَمَّيْتُمُوهَآ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّا نَزَّلَ ٱللَّهُ بِهَا مِن سُلْطَٰنٍ ۚ فَٱنتَظِرُوٓا۟ إِنِّى مَعَكُم مِّنَ ٱلْمُنتَظِرِينَ
qāla qad waqa’a ‘alaikum mir rabbikum rijsuw wa gaḍab, a tujādilụnanī fī asmā`in sammaitumụhā antum wa ābā`ukum mā nazzalallāhu bihā min sulṭān, fantaẓirū innī ma’akum minal-muntaẓirīn
Hud berkata: “Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhanmu”. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yang menunggu bersama kamu” (ayat 71).
Horor azab Allah
Lihat halaman berikutnya >>>
فَأَنجَيْنَٰهُ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥ بِرَحْمَةٍ مِّنَّا وَقَطَعْنَا دَابِرَ ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا ۖ وَمَا كَانُوا۟ مُؤْمِنِينَ
fa anjaināhu wallażīna ma’ahụ biraḥmatim minnā wa qaṭa’nā dābirallażīna każżabụ bi`āyātinā wa mā kānụ mu`minīn
Maka kami selamatkan Hud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan tiadalah mereka orang-orang yang beriman (ayat 72).
Meski sudah disampaikan kebenaran tentang seruan menyembah Allah, Kaum Ad tetap saja pada tradisi jahiliyahnya, yaitu menyembah berhala. Mereka tetap menjadi orang-orang besar yang bengis dan biadab, menjadi kaki tangan penguasa lalim, menjadi panji kebatilan.
Bahkan dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada mereka, yaitu badan besar dan kreativitas mendirikan bangunan besar, mereka malah menjadi sombong. Bahkan mereka berani menantang Allah, kalau memang mau mengazab, maka turunkan hal itu dengan segera. Mereka mengaku berani menghadapi dan meremehkan azab tersebut.
Sebelum azab Allah turun, Nabi Hud dan pengikutnya pergi meninggalkan mereka. Mereka pergi ke daerah yang jauh untuk menyelamatkan diri dan membangun masyarakat yang berpegang teguh kepada tauhid.
Sementara itu, Allah menggerakkan para malaikat-Nya untuk mendatangkan angin yang bertiup kencang membawa hawa dingin menusuk tulang. Bayangkan, Kaum Ad yang terbiasa hidup di padang pasir dengan panas ekstrem, kini harus menghadapi angin yang dingin luar biasa yang bertiup di sana.
Bukan sekadar semilir, angin yang sangat dingin itu bertiup sangat kencang, memporakporandakan segala apa yang di sana. Tanah dan pasir yang ada di sana menyatu dengan angin tersebut dan menghantam bangunan megah yang menjulang tinggi. Kemudian menerbangkan kaum Ad yang ada di sana, memutar-mutar mereka, membenturkannya dengan bebatuan, sehingga mereka binasa.
Apa yang mereka minta, yaitu azab, saat itu benar-benar diwujudkan oleh Allah. Pada waktu itu, mereka benar-benar tak bisa berbuat apa-apa. Jangankan menghadang dan menghentikan angin, menyelamatkan diri mereka saja sudah tidak bisa. Tubuh mereka hancur lebur. Jeritan dan tangisan mereka sudah tak berarti apa-apa. Harta yang mereka timbun beserta arsitektur indah jerih payah mereka menjadi tak berharga. Semua yang ada di sana hancur lebur. Binasa.
Begitulah kisah mereka yang mengabaikan perintah Allah. Kisah mereka bersama ibrah bangsa lain yang juga dihancurkan, diabadikan dalam firman Allah yang terkumpul dalam Alquran agar orang masa kini belajar dari mereka.