Marak Depopulasi, Kapan Muslim jadi Mayoritas di Eropa?

Sejumlah negara Eropa akan lebih cepat jadi mayoritas Muslim.

AP Photo/Dmitri Lovetsky
Umat ​​​​Muslim melaksanakan salat Idul Adha di jalan pusat Moskovsky saat perayaan di St. Petersburg, Rusia, Ahad, 16 Juni 2024.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL – Sejumlah survei dan penelitian mengungkapkanm depopulasi yang menimpa sejumlah komunitas tak berlaku untuk Muslim di Benua Eropa yang kian kemari makin banyak. Kapan Benua Biru tersebut akan jadi mayoritas Muslim?

Baca Juga


Aljazirah melansir pada mei lalu, perkiraan terkini menunjukkan bahwa pada pertengahan abad ini, jumlah umat Islam akan mencapai seperlima dari populasi Uni Eropa. Hal ini didukung oleh studi yang dilakukan oleh American Pew Research Center yang memperkirakan bahwa pada tahun 2050, persentase umat Islam akan mencapai jumlah tersebut. Muslim akan mencapai 20 persen di Jerman, 18 persen di Prancis, dan 17 persen di Inggris.

Peneliti Pierre Rostan dan Alexandra Rostan menerbitkan penelitian pada tahun 2019 dengan judul: “Kapan populasi Muslim Eropa akan menjadi mayoritas dan di negara mana?”

Studi tersebut, yang mencakup 30 negara Eropa, menyimpulkan bahwa berdasarkan skenario yang paling mungkin, Muslim akan menjadi mayoritas setelah sekitar 100 tahun mendatang di Swedia, Prancis, dan Yunani. Sementara itu, mayoritas Muslim akan tertunda menjadi dominan sekitar 115 tahun mendatang di Belgia dan Bulgaria, sementara ini akan memakan waktu sekitar 150 tahun di Italia, Luksemburg, dan Inggris.

Harapan tersebut dibenarkan oleh mantan kepala Kantor Federal Jerman untuk Perlindungan Konstitusi, Hans-Georg Maassen, dalam wawancara dengan surat kabar Austrian Express. Ia memperkirakan pada 2200 sebagian besar penduduk Eropa akan beragama Islam. Ia memperingatkan tentang apa yang dia gambarkan sebagai invasi budaya lain yang secara bertahap akan menghancurkan budaya Eropa.

Sulit untuk mendapatkan data akurat mengenai kehadiran Islam di Eropa saat ini karena berbagai alasan, termasuk fakta bahwa konstitusi beberapa negara Eropa melarang melakukan sensus berdasarkan agama seperti di Swedia misalnya. 

Diperkirakan persentase umat Islam tertinggi di negara-negara besar Eropa ada di Prancis. Menurut studi Institut Statistik dan Studi Ekonomi Prancis yang diterbitkan pada Juni 2023, 10 persen warga Prancis menyatakan bahwa mereka adalah Muslim, sementara perkiraan lain menunjukkan bahwa mereka berjumlah 15 persen.

Perkiraan di negara-negara Eropa lainnya menunjukkan persentase yang lebih rendah dibandingkan di Prancis. Di Swedia, perkiraan menunjukkan bahwa persentase umat Islam lebih dari 8 persen, sedangkan persentasenya berkisar sekitar 7 persen di Belgia, Inggris, Belanda, dan Jerman; dan persentasenya mendekati 6 persen di Spanyol, Denmark, dan Italia.

Laporan surat kabar Inggris The Telegraph pada Januari 2023 membenarkan bahwa terjadi perubahan di benua Eropa terkait identitas agama penduduknya.

Surat kabar tersebut menjelaskan bahwa perubahan-perubahan ini diwujudkan dalam peningkatan jumlah komunitas imigran Muslim di satu sisi, dan peningkatan angka kelahiran umat Islam di Eropa dibandingkan dengan penurunan angka kelahiran di kalangan penduduk asli di sisi lain.

Indikator-indikator tersebut menunjukkan perbedaan yang besar antara angka kelahiran penduduk asli, yang diperkirakan mencapai 1,5 persen di Jerman, misalnya, dan angka kelahiran penduduk baru Muslim, yang terkadang mencapai 8,1 persen.

Inilah sebabnya para peneliti di bidang demografi menegaskan bahwa perubahan di Eropa sangatlah signifikan dan akan berlipat ganda dalam beberapa dekade. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa masyarakat Eropa sendiri rentan terhadap atrofi numerik, seiring dengan menurunnya tingkat kesuburan di Eropa.

Faktor pendorong peningkatan Muslim selanjutnya adalah meningkatnya minat terhadap Islam di Eropa diimbangi dengan perpindahan dari agama Kristen di Eropa. Sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris pada 2021 mengungkapkan transformasi mendalam dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam masyarakat Inggris. Meskipun jumlah orang yang menyatakan diri menganut agama Kristen menurun secara signifikan, jumlah orang yang menyatakan memeluk agama Islam terus meningkat. 

Sementara itu, sebagian besar penduduk Eropa menyatakan tak memeluk agama apa pun. Sebanyak 37 persen di Inggris, misalnya, menyatakan tak beragama. 

Salah satu indikasi tumbuhnya Islam di Eropa adalah hilangnya gereja-gereja di sana dan di banyak tempat digantikan oleh masjid. Sementara itu, minat umat Kristen di Eropa terhadap gereja mereka menurun, umat Islam membangun masjid dan bahkan membeli gereja-gereja yang terbengkalai untuk diubah menjadi masjid.

Di Jerman, umat Islam membeli Gereja Johannes di Dortmund dan mengubahnya menjadi Masjid Pusat Dortmund. Sedangkan, di Belanda, Masjid al-Fatih di ibu kota Amsterdam, dibangun di atas reruntuhan sebuah gereja.


Di Prancis, Gereja Dominikan di Lille diubah menjadi masjid, dan di Inggris terdapat hampir dua ribu masjid, yang sebagian besar sebelumnya adalah gereja.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh French Public Opinion Institute menunjukkan bahwa hanya 4,5 persen masyarakat Prancis yang rutin mengunjungi gereja, sementara 515 gereja ditutup di Jerman selama 10 tahun terakhir karena kurangnya minat terhadap gereja.

Salah satu faktor yang memperkuat dominasi Islam di Eropa di masa depan adalah hampir semua anak Muslim menjadi Muslim, tapi hal ini tidak berlaku bagi keluarga Kristen.

Sebuah studi sosial yang dilakukan di Prancis menunjukkan bahwa warisan agama lebih kuat di kalangan umat Islam. Sebanyak 91 persen individu yang tumbuh dalam keluarga Muslim menegaskan afiliasi mereka dengan agama ayah mereka, dibandingkan dengan hanya 67 persen orang Kristen.

Faktor lain... baca halaman selanjutnya

 

Faktor lain yang juga akan menjadi pendorong utama migrasi sebagian besar umat Islam adalah kondisi yang bergejolak dan kondisi ekonomi yang sulit di negara asal mereka. Tidak ada transformasi radikal yang akan terjadi di negara-negara ini yang akan mencapai stabilitas dan kemakmuran sehingga membatasi migrasi penduduknya. Ini berarti Eropa akan terus menarik anak-anak Muslim yang mencari peluang hidup lebih baik.

Salah satu indikator tumbuhnya Islam di Eropa adalah umat Islam telah menjadi kekuatan politik yang patut diperhitungkan. Contoh terdekatnya adalah kehadiran mereka yang berpengaruh dalam pemilu sela Inggris yang berlangsung pada awal Mei ini. Pemilih Muslim berkontribusi menyeret Partai Konservatif ke kekalahan pemilu terburuknya dalam 40 tahun karena posisinya mendukung agresi Israel di Gaza. Pemilih Muslim juga menghukum Partai Buruh dengan alasan yang sama.

Profesor sosiologi Nilufer Gul dalam bukunya “Islam and Secularism” menyatakan bahwa masa depan Eropa dan demokrasinya bergantung pada kemampuannya mengatasi politik identitas dan masalah yang terkait dengan imigran Muslim.

Ketakutan ini berasal dari fakta meningkatnya kehadiran Islam di Eropa, yang mencerminkan ketakutan dan kepanikan yang melanda Eropa, baik secara resmi maupun populer, terhadap Islam dan umat Islam.


Hal ini mengakibatkan lahirnya banyak undang-undang dan keputusan yang melarang hijab, azan, dan masjid, serta praktik-praktik lain yang membatasi umat Islam, terutama kebebasan beragama mereka, meskipun batasan kebebasan di Eropa sangat tinggi.

Kepanikan terhadap Islam tidak hanya sebatas itu saja, melainkan meluas hingga melarang aktivitas yang bersimpati pada isu-isu Muslim, seperti yang terjadi sejak awal agresi terhadap Gaza, dan mencegah banyak demonstrasi dan aktivitas yang mengecam kejahatan Israel di banyak kota di Eropa. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler