5 Mitos Keunggulan Militer Israel yang Terpatahkan Selama Perang Gaza

Zionis Israel ternyata rapuh selama Perang Gaza

EPA-EFE/ABIR SULTAN
Tentara zionis Israel. Zionis Israel ternyata rapuh selama Perang Gaza
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Israel dikenal memiliki salah satu militer dan intelijen paling kuat di Timur Tengah. Akan tetapi keunggulan tersebut terbukti hanya mitos belaka.
Israel memang memiliki persenjataan besar yang didukung miliaran dolar per tahun dalam bentuk bantuan pertahanan yang diberikan oleh Amerika Serikat (AS).

Baca Juga


Menurut Institut Studi Strategis Internasional Inggris (IISS), Israel memiliki lebih dari 2.200 tank dan 530 artileri. Disebut memiliki pertahanan udara berteknologi paling canggih di dunia, Israel memiliki 339 pesawat tempur, termasuk 309 jet tempur serangan darat, juga memiliki 142 helikopter, termasuk 43 helikopter serang Apache,.

Militer Israel juga memiliki lima kapal selam dan 49 kapal patroli dan kapal tempur pesisir.

Kebangaan Israel yaitu Iron Dome, sebuah sistem pertahanan udara bergerak dengan jaringan detektor radar dan peluncur rudal yang bekerja sama untuk mencegat roket yang masuk. Pertama kali digunakan pada 2011.

Iron Dome dibuat dengan bantuan Amerika Serikat yang memasok suku cadang untuk sistem ini. Sistem pertahanan bernilai miliaran dolar ini sangat canggih dan telah mencegat lebih dari 90 persen roket yang ditembakkan Hamas dan kelompok-kelompok Palestina lainnya pada tahun 2021, menurut IISS.

Israel menghabiskan 23,4 miliar dolar AS untuk belanja militer pada 2022, menurut data yang dikumpulkan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). Israel juga telah menjadi negara penerima bantuan militer dan bantuan luar negeri Amerika Serkat terbesar sejak Perang Dunia II.

Amerika Serikat telah memberikan bantuan bilateral dan pendanaan pertahanan rudal kepada Israel senilai 158 miliar dolar AS, demikian menurut laporan Congressional Research Service 2023.

Intelijen Israel juga diklaim masuk dalam jajaran intelijen terbaik di dunia. Israel memiliki Mossad yang fokus ke aktivitas intelijen luar negeri, Shin Bet yang fokus ke keamanan internal, dan Aman yang fokus ke intelijen militer.

Pertama, personel kuat, faktanya banyak yang sakit jiwa dan bunuh diri
Mitos betapa kuatnya militer Israel terpatahkan. Faktanya banyak tentara Israel yang terkena mental atau sakit jiwa, bahkan tidak sedikit di antaranya yang bunuh diri.

Ribuan tentara Israel yang kembali dari Jalur Gaza menderita gangguan stres pascatrauma. Sejauh ini tercatat lebih dari 10 ribu tentara cadangan telah meminta layanan kesehatan mental.

The Jerusalem Post melaporkan, seorang tentara melakukan bunuh diri setelah menerima perintah untuk kembali bertugas militer di Jalur Gaza. Sebelumnya, surat kabar Israel Haaretz mengungkapkan bahwa 10 perwira dan tentara Israel telah melakukan bunuh diri sejak 7 Oktober 2023 sampai bulan-bulan awal 2024. Tidak sedikit tentara Israel yang bunuh diri dalam pertempuran di pemukiman sekitar Gaza.

Investigasi media Israel Haaretz menunjukkan, kasus bunuh pada tentara Israel sudah terjadi pada hari-hari awal perang, sebelum invasi darat Israel ke Gaza. Daftar tersebut, yang tidak diungkapkan oleh pihak militer, mencakup beberapa tentara, termasuk dua perwira, dengan pangkat mayor dan letnan kolonel.

Beberapa di antaranya...

Beberapa di antaranya bunuh diri pada jam-jam pertama pertempuran, ketika pertempuran masih berkecamuk di sekitar Gaza.

Surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan, jajak pendapat internal militer menunjukkan hanya 42 persen perwira Israel yang tetap ingin melanjutkan dinas militer setelah perang di Gaza. Angka tersebut turun dari 49 persen pada Agustus tahun sebelumnya.

Selain itu, laporan dari Israel menunjukkan adanya kekurangan tentara di pasukan cadangan saat perang memasuki bulan kesembilan, sehingga mendorong tentara Israel untuk mencari sukarelawan untuk berperang di Gaza, tulis Palestine Chronicle, Senin (9/6/2024).

Kedua, pertahanan udara lemah

Kelompok Hizbullah di Lebanon pada Jumat (8/12/2023) mengatakan bahwa mereka berhasil melakukan 8 serangan militer terhadap basis militer Israel di dekat daerah perbatasan selatan Lebanon.

Seorang tentara cadangan pasukan penjajahan Israel tewas dan 10 orang lainnya terluka akibat serangan Hizbullah ke Israel utara pada Rabu (5/6/2024). Pertahanan udara dan sistem peringatan dini Israel tak sempat mengantisipasi serangan tersebut.

The Times of Israel melansir, setidaknya 10 tentara Israel lainnya terluka dalam serangan yang diklaim Hizbullah dengan menggunakan drone bermuatan bahan peledak di Israel utara pada Rabu itu.

Sistem sirene peringatan dini yang tiba-tiba tak berfungsi memungkinkan drone Hizbullah menembus kompleks militer Israel tersebut.

Belum lama ini, Hizbullah mengatakan para pejuangnya melancarkan serangan udara dengan segerombolan drone terhadap posisi artileri milik Batalyon 411 (bagian dari Brigade Pemadam Kebakaran 288) di Neve Ziv, menargetkan titik berkumpul para perwira dan tentara Israel.

Dikatakan bahwa serangan tersebut mencapai sasaran, menyebabkan korban jiwa, dan memicu kebakaran di pihak Israel. Perlawanan mengatakan operasi tersebut merupakan respons terhadap pembunuhan oleh Israel di kota al-Shehabiyeh.

Israel dilaporkan tidak siap menghadapi kerusakan yang akan dialami infrastruktur ketenagalistrikan jika terjadi perang besar-besaran dengan Hizbullah. Demikian peringatan kepala perusahaan yang bertanggung jawab merencanakan sistem kelistrikan negara tersebut pada Kamis.

“Kami tidak berada dalam situasi yang baik, dan kami tidak siap menghadapi perang sesungguhnya. Saat ini kita hidup dalam khayalan,” kata Shaul Goldstein, yang memimpin Independent System Operator Ltd Israel, yang dikenal dengan inisial Ibrani NOGA dilansir the Times of Israel.

Para pejabat Amerika Serikat memiliki kekhawatiran serius bahwa perang besar antara Israel dan Hizbullah dapat membuat pertahanan udara Israel di utara kewalahan, Sistem pertahanan udara Iron Dome yang dibanggakan Israel disebut tak mampu menahan serangan Hizbullah, kata tiga pejabat Amerika Serikat.

Ketiga, kehebatan intelijen yang ternyata rapuh. Pada Sabtu, 7 Oktober 2023, militan Hamas mengejutkan Israel dan dunia lewat Operasi Badai Al Aqsa. Para pejuang Hamas merangsek memasuki wilayah Israel melalui jalur darat dan udara bersamaan dengan luncuran ribuan roket dari Gaza.

Hingga sepekan serangan Hamas berlalu, masih ada pertanyaan mengganjal di dunia intelijen dan militer, mengapa Israel yang selama ini dikenal unggul dan canggih di bidang intelijen bisa sampai kebobolan?

Kepala Intelijen Militer Israel...

Kepala Intelijen Militer Israel mengundurkan diri setelah menerima bertanggung jawab atas kegagalan mencegah serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023.

Mayor Jenderal Aharon Haliva salah satu dari sejumlah perwira senior Israel yang mengakui gagal memprediksi dan mencegah serangan tersebut.

"Divisi intelijen di bawah komando saya tidak memenuhi tugas yang dipercayakan pada kami. Sejak saat itu, saya selalu membawa hari kelam itu bersama saya,” katanya dalam surat pengunduran diri yang dikeluarkan militer Israel, Senin (22/4/2024).

Keempat, kendaraan lapis baja canggih hancur dirudal. Lebih dari 500 kendaraan lapis baja Israel telah mengalami kerusakan di Jalur Gaza sejak dimulainya perang Oktober lalu, surat kabar Maariv melaporkan, lapor Anadolu Agency.

Harian Israel berbahasa Ibrani itu mengatakan puluhan kendaraan militer tersebut telah dinonaktifkan dan tidak digunakan lagi.

Militer Israel telah mendirikan dua pusat logistik di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 37 ribu warga Palestina dalam hampir sembilan bulan terakhir, untuk memperbaiki kendaraan-kendaraan yang rusak akibat pertempuran dengan Hamas, yang melakukan serangan lintas batas pada 7 Oktober lalu.

Pasukan yang bertanggung jawab untuk mengangkut kendaraan-kendaraan tersebut dikatakan mengalami kelelahan fisik dan mental, kata laporan itu, menambahkan: "Jika mereka dipanggil untuk menduduki Lebanon selatan, mereka akan berada di sana, tetapi tidak dalam kondisi terbaik mereka."

Ketegangan perbatasan antara Israel dan Hizbullah di Lebanon telah meningkat selama beberapa pekan terakhir, dengan kekhawatiran akan terjadinya perang habis-habisan.
Perang Gaza dikatakan telah menghabiskan lebih banyak senjata daripada yang diperkirakan oleh tentara Israel, dan penggunaannya tetap tinggi.

Kelima, pada akhirnya sederet mitos kedigdayaan Israel ini tak menutup kemungkinn, atas izin Allah Swt akan mengikuti jejak ketika pendudukan Lebanon 2000. Zionis Israel disebut tak pernah terkalahkan tapi keok oleh Hizbullah.

Sebagai buktinya, hanya dalam waktu dua hari 23-24 Mei tahun 2000, penarikan diri ribuan tentaranya bersama 7.000 personel Tentara Lebanon Selatan (SLA) yang selama ini menjadi sekutunya, rampung.

Dengan demikian, berakhir sudah 22 tahun pendudukan di kawasan selatan Lebanon seluas 70x30km yang disebut Israel sebagai ''zona keamanan'' (security zone).

Sebagaimana diketahui, Israel memasuki kawasan ini pada 1978 sebagai jawaban terhadap perang saudara di Lebanon yang mulai berkecamuk pada 1975 dan untuk menandingi Suriah yang telah lebih dulu masuk ke sana (1976).

Masuknya Suriah ke sana, dengan persetujuan Liga Arab (melalui Tha'if Accord), bermaksud meredakan perang saudara antara golongan Kristen Maronit dan golongan Islam/gerilyawan Palestina. Sekitar 30 ribu personel tentara Suriah masih berada di Lembah Bekaa sampai sekarang.

Inilah pertama kalinya Israel dikalahkan secara militer sejak negara itu berdiri pada 1948. Selama ini militer Israel dicitrakan sebagai kekuatan militer tak terkalahkan di Timur Tengah. Klaim ini sukar dibantah.

Toh, Israel berulang kali mengalahkan kekuatan gabungan negara-negara Arab dalam berbagai perang. Malah, ia pernah menaklukkan gabungan kekuatan Mesir, Yordania, Irak dan Suriah, hanya dalam waktu enam hari (Perang 1967), di mana Mesir kehilangan Gurun Sinai, Yordania kehilangan Tepi Barat, dan Suriah harus merelakan Dataran Tinggi Golan.

Yang menarik, Israel justru takluk di tangan Hizbullah atau Partai Allah, golongan radikal Syiah Lebanon yang kurang diperhitungkan negara Arab. Hanya Suriah dan Iran yang membekingnya.

Setelah kalah dalam konflik militer di Lebanon menyusul invasi Israel ke negeri itu untuk mengusir gerilyawan Palestina (1982), Damaskus merasa perlu mendukung kelompok-kelompok bersenjata anti-Israel di Lebanon untuk mengganggu musuh bebuyutannya itu.

Sedangkan bantuan Iran pada Hizbullah bukan sekadar mengusir Israel dari kawasan Syiah itu, tapi sekaligus diniatkan untuk mendirikan negara Islam model Iran di sana.

Tumbangnya Narasi Israel - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler