Pembuktian Sains tentang Dua Hadits Kebangkitan Manusia Usai Kiamat
Rasulullah mengungkap kebangkitan manusia bermula dari tulang ekor.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rasulullah SAW mengisyaratkan di dalam beberapa haditsnya tentang hari dibangkitkannya manusia setelah terjadi hari kiamat. Secara spesifik, Rasulullah pun mengungkap tentang adanya bagian tubuh manusia yang disebut sebagai 'ajb az-zanab (tulang ekor). Dari bagian tubuh tersebut, seluruh tubuh manusia dibentuk atau disusun kembali ketika pembentukan janin yang kemudian tumbuh menjadi manusia.
Ditukil dari buku Waktu dari Perspektif Alquran dan Sains terbitan Balitbang Kemenag, ketika manusia mati dan telah menyatu dengan tanah, ‘ajb aż-żanab ini masih tetap utuh. Dari ‘ajb aż-żanab ini akan disusun tulang-belulang, dihidupkan kembali dan dibangkitkan pada Hari Kiamat.
1. Setiap anak Adam akan (hancur) dimakan tanah, kecuali ‘ajb aż-żanab (tulang ekor). Dari itu ia diciptakan, dan dari itu pula ia disusun/dibentuk (ulang/kembali). (Riwayat Muslim dari Abū Hurairah)
2. Sesungguhnya pada manusia terdapat sebuah tulang yang tidak akan dimakan tanah selamanya, dari situ manusia terbentuk pada hari kiamat. Mereka (para sahabat) bertanya, “Tulang apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tulang ekor.” (Riwayat Muslim dari Abū Hurairah)
‘Ajb aż-żanab merupakan substansi yang dari situlah embrio/janin tumbuh menjadi manusia dan dari ‘ajb aż-żanab itu manusia akan dibangkitkan kembali karena ia tidak akan hancur ketika jasad/mayat sudah hancur bersama tanah (lihat hadis sebelumnya).
Bagaimana dunia medis menjelaskan tentang tulang ekor tersebut? Dalam dunia kedokteran dikenal adanya lapisan primitif (lapisan sangat awal) ketika embrio mulai tumbuh menjadi manusia. Lapisan tipis ini disebut sebagai primitive-streak.
Ibnu Abdil Bariy el ‘Afifiy (2011) menjelaskan bahwa pada saat sperma membuahi ovum (sel telur), maka pembentukan janin dimulai. Ketika ovum telah terbuahi (zigot), ia terbelah menjadi dua sel dan terus berkembang biak. Sehingga terbentuklah embryonic disk (lempengan embrio) yang memiliki dua lapisan.
Pertama, External Epiblast yang terdiri dari cytotrophoblasts, berfungsi menyuplai makanan embrio pada dinding uterus,dan menyalurkan nutrisi dari darah dan cairan kelenjar pada dinding uterus. Sedangkan lapisan kedua, Internal Hypoblast yang telah ada sejak pembentukan janin pertama kalinya.
Pada hari ke-15, lapisan sederhana muncul pada bagian belakang embrio, dengan bagian be- lakang yang disebut primitive node (gumpalan sederhana), yang merupakan bagian dari primitive streak (lapisan tipis awal). Primitive streak merupakan suatu struktur yang terbentuk pada tingkat awal perkembangan embrionik mamalia (termasuk manusia), repti- lia dan unggas.
Dari primitive streak inilah beberapa unsur dan jaringan, seperti ectoderm, mesoderm, dan endoderm terbentuk. Ectoderm membentuk kulit dan sistem saraf pusat; mesoderm membentuk otot halus sistem digestive (pencernaan), otot skeletal (kerangka), sistem sirkulasi, jantung,tulang pada bagian kelamin, dan sistem urine (selain kandung kemih), jaringan subcutaneous, sistem limpa, limpa dan kulit luar.
Sementara itu, endoderm membentuk lapisan pada sistem digestive, sistem pernafasan, organ-organ yang berhubungan dengan sistem digestive (seperti hati dan pancreas), kandung kemih, kelenjar thyroid (gondok), dan saluran pendengaran.
Bagaimana nasib primitive streak setelah selesai membentuk sel-sel jaringan dewasa? Moore and Azzindani (1983) menjelaskan bahwa primitive streak secara cepat akan berkurang ukuran relatifnya atau bertambah kecil; serta menjadi struktur yang tidak penting lagi fungsinya di dalam embrio.
Primitive streak inilah yang kemungkinan besar akan menjadi bagian paling ujung dari tulang ekor. Pertanyaannya adalah apakah primitive streak ini yang disebut ‘ajb aż- żanab?
Beberapa eksperimen telah dilakukan terhadap bagian paling ujung dari tulang ekor, yaitu terhadap ke- tahanannya. Ternyata tulang itu sangat tahan, bahkan juga terhadap api.
Pada bulan Ramadan 1423 H, Dr. Othman al-Djilani dan Syaikh Abdul Majid telah melakukan penelitian mengenai ketahanan tulang belakang ini. Mereka berdua memanggang tulang ekor dengan suhu tinggi selama sepuluh menit. Tulang pun berubah menjadi hitam pekat.
Keduanya pun membawa tulang itu ke al-Olaki Laboratory, Sana'a, Yaman, untuk dianalisis. Setelah diteliti di al-Olaki oleh profesor bidang histologi dan pathologi di Sana'a University, ditemukan bahwa sel-sel pada jaringan tulang ekor tidak terpengaruh. Bahkan sel-sel itu dapat bertahan walau dilakukan pembakaran lebih lama.
Lebih dari itu, dan ini yang terpenting, primitive streak, atau yang kemudian diperkirakan menjadi bagian paling ujung dari tulang ekor, berisi sel-sel yang bersifat pleuripotent (Mooere & Azzindani, 1983), yaitu sel-sel yang mampu berkembang menjadi jaringan- jaringan dewasa. Sel-sel seperti inilah yang dikenal sebagai sel punca.