Menjaga Perilaku Setelah Berhaji

Gelar yang sesungguhnya mengandung beban tanggung jawab tak ringan setelah berhaji.

Republika/Muhyiddin
Jamaah haji mendaki Jabal Nur untuk berziarah dan berdoa di Makkah, Senin (24/6/2024) menjelang Subuh. Jabal Nur menjadi tempat diturunkannya ayat pertama dalam Alquran. Ada lima ayat yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Lima ayat dalam surat Al Alaq itu turun di Gua Hira, yang terletak di puncak Jabal Nur.
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nur Faridah, Alumnus Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto

Umat Muslim telah menyelesaikan ibadah haji tahun ini. Mereka pun pulang kembali ke tanah air masing-masing, dan khusus untuk jamaah haji dari Indonesia, mereka menyandang gelar “haji” bagi yang laki-laki dan “hajah” bagi yang wanita. Gelar yang sesungguhnya mengandung beban tanggung jawab tak ringan setelah berhaji, yaitu mengamalkan nilai-nilai haji dalam bentuk amal saleh dan perubahan perilaku menjadi lebih baik.

Baca Juga



Rasulullah bersabda, “Barang siapa berhaji di Baitullah, kemudian dia tidak berkata-kata kotor atau berbuat dosa, maka ia kembali dari haji seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya.” (HR al-Bukhari)

BACA JUGA: Reaksi Doktor Gaza Lulusan Unbraw di Pengungsian Saat Tahu RI Impor dari Israel

Hadis ini mengandung pesan serius bagi jamaah haji, bukan hanya pada saat melaksanakan ibadah haji, melainkan juga setelah ibadah haji selesai. Rasulullah memerintahkan para jamaah haji untuk menjaga lisan dari kata-kata kotor atau berbuat dosa yang merusak ibadah haji. Perintah ini berlaku juga setelah menyelesaikan ibadah haji, di mana pun dan sampai kapan pun, yaitu jangan pernah berkata-kata kotor atau berbuat dosa. Inilah tanggung jawab bagi orang yang telah berhaji, sehingga efek dari ibadah haji terlihat. Jika itu dilakukan setelah haji hingga akhir hayat, maka orang tersebut akan kembali tanpa dosa, seperti bayi baru lahir.

Itulah yang disebut dengan haji mabrur yang balasannya adalah surga, “Haji mabrur itu tidak ada balasan lain kecuali surga.” (HR an-Nasa’i)

Tidak ada oleh-oleh yang paling berharga dari menyelesaikan ibadah haji selain meraih predikat “haji mabrur” di mata Allah, bukan hanya gelar haji di mata manusia. Inilah investasi paling berharga di akhirat yang akan ditukar dengan surga dan keridaan-Nya. Dan, memang hanya surgalah yang disiapkan oleh Allah bagi orang-orang yang hajinya mabrur.

Sebagai investasi, orang-orang yang hajinya mabrur harus menjaganya baik-baik agar tidak kotor, apalagi sampai rusak. Tidak sedikit orang yang berhaji, tetapi sepulang dari haji ia kembali berkata-kata kotor dan berbuat dosa. Sudah berhaji tetapi masih tetap tidak peduli dengan orang yang kesusahan di sekitarnya. Sudah berhaji tetapi masih tetap mendapatkan harta kekayaan dari jalan yang diharamkan. Sudah berhaji tetapi perilakunya buruk, ibadahnya mengendur, dan akhlaknya tercela. Kita berlindung kepada Allah dari hal-hal seperti ini.

Secara waktu dan tempat, ibadah haji telah ditentukan, yakni pada bulan Zulhijjah dan di Mekkah. Bentuk-bentuk manasiknya juga sudah ditentukan. Kita yang tak bisa berhaji tahun ini mesti menunggu tahun depan atau beberapa tahun lagi. Biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit. Maka alangkah sayangnya bila ibadah haji kita sekadar menyelesaikan manasik tanpa memaknai dan mengambil nilai-nilai haji untuk diamalkan sepulang kita dari tanah suci. Kita yang belum berhaji sangat berharap untuk bisa menunaikannya, dan setelah berhaji nanti kita dituntut untuk mengamalkan nilai-nilai haji dalam kehidupan kita sampai akhir hayat. Wallahu a’lam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler