Terapkan Ekonomi Biru dalam Eksplorasi Kelautan
Sektor perikanan berkontribusi lebih dari 270 miliar dolar AS per tahun terhadap PDB.
REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menekankan pentingnya pendekatan ekonomi biru dalam melakukan eksplorasi sumber daya kelautan. Hal ini penting guna memastikan keberlanjutan sumber daya kelautan.
“Lautan bukan sekedar hamparan air yang luas, itu adalah sumber kehidupan. Hal ini mengatur iklim. memberikan makanan dan memiliki potensi ekonomi yang sangat banyak,” kata Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di sela peluncuran neraca sumber daya kelautan (ocean accounting) di Sanur, Denpasar, Bali, Jumat.
Dalam pemaparannya, ia mengungkapkan ekonomi biru fokus dalam pemanfaatan sumber daya maritim yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, kesehatan ekosistem kelautan.
Pendekatan ekonomi biru dikontribusikan oleh pemanfaatan energi baru terbarukan dan pariwisata karena menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi. Kemudian, sektor perikanan yang berkontribusi lebih dari 270 miliar dolar AS per tahun terhadap produk domestik bruto (PDB).
Apabila dilakukan berkelanjutan, perikanan memberi ruang yang lebih untuk sumber daya perikanan tangkap masa depan.
Selanjutnya, pengelolaan sampah juga menjadi bagian dalam ekonomi biru yang dapat mengakselerasi peningkatan kesehatan kelautan. “Caranya disiplin dari kita semua untuk mengolah sampah, dan pemerintah sekarang terus mendorong untuk sampah diolah menjadi energi atau bentuk lain pengelolaan sampah sehingga sampah masuk ke laut bisa berkurang,” katanya.
Luhut mengungkapkan lebih dari 70 persen wilayah Indonesia adalah laut atau mencapai 6,4 juta kilometer persegi. Selain itu, Indonesia memiliki 17.500 pulau dengan estimasi jumlah penduduk mencapai 281,6 juta jiwa.
Di dalam sumber daya kelautan itu diperkirakan mengandung 8.500 keanekaragaman hayati, potensi produksi perikanan berkelanjutan mencapai 12 juta ton per tahun dan potensi produksi perikanan mencapai lebih dari 50 juta ton per tahun.
Belum lagi potensi energi baru terbarukan, karbon biru, hingga keberadaan perairan Indonesia untuk perdagangan global karena diperkirakan sebesar 45 persen perdagangan dunia melalui perairan Indonesia. Kemudian, sepanjang 115 ribu kilometer kabel laut yang mendukung digitalisasi nasional dan global juga melintang melalui wilayah perairan tanah air.
Namun, potensi itu belum dikelola optimal, misalnya kontribusi industri pengolahan perikanan masih rendah pada 2022 mencapai 3,68 persen terhadap PDB. Padahal, dalam pemaparannya, Luhut mengungkapkan Indonesia memiliki komoditas utama yakni rumput laut, udang, lobster, kepiting hingga ikan nila.
Kondisi itu juga ditunjukkan dengan pertumbuhan sektor kelautan terhadap PDB pada 2022 mencapai 4,06 persen atau lebih rendah dari pertumbuhan PDB nasional yang mencapai 5,31 persen. Adapun nilai PDB sektor perikanan pada 2022 mencapai Rp 1.551,2 triliun atau naik dibandingkan pada 2021 mencapai Rp 1.348,4 triliun.