IHW akan Gugat Festival Kuliner Non Halal Solo

Pihak mall belum memastikan apakah festival tersebut dilanjutkan atau tidak.

Dok.Republika
Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah berbicara kepada media terkait produk penyumbang dana Zionis Israel yang digelar di kantor MUI, Rabu (15/11/2023).
Rep: Fuji Eka Permana, Muhammad Alfian Choir Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Founder Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah menyoroti Festival Kuliner Non Halal di kota-kota besar, satu di antaranya di kota Solo, Jawa Tengah. Sehubungan dengan itu, IHW akan menggugat yang diawali dengan teguran terlebih dahulu kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Solo dan pemilik mall tempat festival itu digelar.

Ikhsan mengatakan, festival makanan non halal atau haram yang diselenggarakan di sebuah pusat perbelanjaan di kota Solo pastilah atas seizin pemkot Solo. Artinya, ujar dia, wali kota dan jajaran pemkot Solo sedang menggerakkan masyarakatnya, mengajak dan mempengaruhi orang lain untuk melawan ketentuan Undang-undang (UU).

"Bahwa warga negara yang ingin tetap mengonsumsi produk yang tidak halal juga diperbolehkan, bahkan memperjualbelikan produk yang tidak halal bahkan haram juga tetap diizinkan, akan tetapi harus dilakukan dengan tata cara sesuai undang-undang," kata Ikhsan kepada Republika, Jumat (5/7/2024)

Tata cara yang benar sesuai UU, misalkan dilakukan dengan cara dipisahkan barang non halal dari barang-barang produk yang halal, demikian juga tempatnya harus dipisahkan. Kalaupun dimasak dalam sebuah restoran atau pujasera, maka harus terpisah tempatnya dan peralatan masaknya, artinya dapurnya juga tidak boleh tercampur. Apabila bersentuhan, ujar dia, maka dapat dipastikan semua makanan di pujasera dan dapur mall tersebut produk makanan dan minumannya terkontaminasi menjadi tidak halal atau haram.

IHW menegaskan, hal demikian telah diatur tegas di dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 Jo UU Nomor 6 Tahun 2023 dan PP 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Demikian pula pasal 4 telah tegas mengatur  mengatur, bahwa semua produk yang masuk dan beredar, dan diperdagangkan di seluruh wilayah Indonesia wajib bersertifikasi halal.

"Wali kota dan pemkot Solo pasti paham, sebagai pemerintah kota yang wajib melaksanakan dan taat dengan UU. Demikian juga pemilik Mall tempat diselenggarakan festival tersebut, apalagi sempat menggunakan spanduk dan beriklan, ini termasuk badan usaha yang melawan pemerintah dan sedang mendemoralisasi masyarakat dan mendelegitimasi UU Jaminan Produk Halal," ujar Ikhsan.

Baca Juga


Suasana Festival kuliner pecinan nusantara atau festival kuliner non halal di Solo Paragon Mall yang sempat diberhentikan sementara lantaran menuai protes dari masyarakat, Kamis (4/7/2024). - (Alfian Choir/Republika)



Ikhsan mengatakan, masyarakat Solo yang religius harus kompak untuk menghindari mall itu, untuk tidak menginjakkan kaki di mall tersebut apalagi berbelanja. Karena berarti pemilik mall itu sedang mempertontonkan bagaimana haram dan halal dicampurkan dan didagangkan dengan exposif dan vulgar. 

Di sisi lain, dia menjelaskan, pemerintah selama 10 tahun telah berjuang menerapkan UU mengenai jaminan produk halal. Menurut IHW, ini tantangan baru untuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk menerapkan sanksi.

"Indonesia Halal Watch akan menggugat pemilik Mall yang ada di Solo itu ke pengadilan atas kesengajaannya menyelenggarakan festival ini, karena jika dibiarkan maka hal ini akan berdampak pada rusaknya psikologi sosial dan hancurnya perasaan masyarakat Indonesia yang religius," ujar Ikhsan.

Ikhsan menambahkan, sebelum IHW melayangkan gugatan, IHW akan melakukan teguran keras melalui surat kepada pemilik Mall dan Pemkot Solo untuk menghentikan kegiatan itu dan meminta maaf kepada publik melalui media massa.

Festival masih non aktif..

Chief Marketing Communication (Marcom) Solo Paragon Mall, Veronica Lahji mengaku belum bisa memastikan apakah festival tersebut masih bisa dilanjutkan atau tidak. Ia masih menunggu keputusan dari pihak terkait baik pemerintah kota maupun kepolisian setempat. 

“Untuk hari ini sementara kita masih non aktif dulu. Sambil menunggu arahan terbaik dari pejabat setempat,” kata Vero ketika ditemui di Solo Paragon Mal, Kamis (4/7/2024). 

Disinggung mengenai adanya aktivitas meskipun secara umum festival tersebut non-aktif, ia menjelaskan kalau hal tersebut lantaran para pedagang memproses bahan yang sudah dibeli agar tidak busuk. “Mereka memang ada bahan makanan yang harus diproses dan segala macam biar tidak menimbulkan busuk atau apa,” kata dia.

Ditanya soal tujuan pemasangan kain hitam di lokasi, Vero mengatakan hal tersebut untuk antisipasi. Namun, ia mengaku legawa jika festival tersebut urung dilaksanakan. Kalaupun  tetap berlangsung dengan ketentuan tertentu, ia juga mengaku siap. 

“Dipasangi kain dalam rangka antisipasi kalau boleh lanjut. (Jika boleh dilanjutkan) Koridor-koridor apa yang harus kami lakukan kami siap, kalau tidak boleh berlanjut ya kami legowo ini demi kebaikan kita semua,” kata dia.

Dewan Syariah Kota Solo (DSKS) sebelumnya memprotes  Festival Kuliner Non Halal. DSKS sempat menyoroti soal spanduk pemberitahuan acara tersebut yang dinilai terlalu vulgar. DSKS menemui perwakilan Pemerintah Kota Surakarta untuk melakukan audiensi mengenai festival kuliner makanan yang menyajikan beragam menu haram tersebut. Humas DSKS Endro Sudarsono mengimbau umat Muslim untuk  tidak ikut dalam festival itu.

Seharusnya tak dipermasalahkan.. 


Founder sekaligus CEO Halal Corner, Aisha Maharani, turut menanggapi masalah penyelenggaraan festival makanan non-halal di Solo yang sempat dibatalkan karena diprotes organisasi masyarakat. Menurut dia, festival makanan semacam itu seharusnya tidak dipermasalahkan atau diprotes.

“Menurut saya enggak perlu diprotes. Karena memang di Indonesia itu kan ada banyak yang menganut agama selain Islam. Jadi harus dihargai juga,” kata Aisha saat dihubungi Republika, Jumat (5/7/2024).

Namun demikian, menurut Aisha, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pihak penyelenggara festival makanan non-halal. Pertama, penyelenggara harus memberi jaminan produk, makanan, dan hal-hal lain yang non-halal tidak mengkontaminasi masyarakat muslim di sekitar acara.

Founder Halal Corner, Aisha Maharani (kiri) dan Research and Development Head Martha Tilaar Group, Maily (kanan) saat memaparkan materi pada sesi talkshow Republika Ramadhan Festival di Plaza Al-Fatah Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (7/4/2023). Pada hari pertama, rangkaian Republika Ramadhan Festival menggelar acara talkshow dengan tema My Halal Lifestyle yang membahas tentang industri halal di Indonesia. Selain itu, Acara tersebut menghadirkan serangkaian kegiatan seperti bazar buku, kajian keislaman, santunan hingga hiburan tersebut berlangsung hingga Sabtu (15/4/2023). - (Republika/Thoudy Badai)

Kedua, jika acara sudah selesai, maka venue yang digunakan harus dibersihkan lagi sesuai dengan syariat Islam. Aisha menjelaskan bahwa hal ini perlu dilakukan agar masyarakat muslim tidak terkontaminasi najis.

“Kalau dari saya, penyelenggara harus memastikan agar tidak mengkontaminasi masyarakat muslim saja. Terus dibersihkan lagi sesuai dengan syariat Islam, karena babi itu di Islam memang najis. Jadi harus dipastikan venue tersebut bersih lagi dari najis,” kata Aisha.

Selain itu, dia juga mengimbau kepada umat Islam untuk tidak menjajal kuliner di festival non-halal tersebut. “Dan buat orang Islam yang pasti jangan dateng, karena memang itu jajanan kuliner yang tidak halal menurut agama,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler