Mengapa Partai Buruh Bisa Mengakhiri 14 Tahun Dominasi Partai Konservatif di Inggris?

Pemimpin Partai Buruh, Keir Starmer menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris.

AP Photo/Kin Cheung
Perdana Menteri Pemimpin Partai Buruh Inggris Keir Starmer menyapa pendukungnya usai menyampaikan pidato politiknya di Tate Modern, London, Jumat (5/7/2024).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Partai Buruh memenangkan pemilihan parlemen, mengamankan 326 kursi yang dibutuhkan untuk memperoleh mayoritas di House of Commons (Dewan Rakyat/Majelis Rendah) di Inggris. Partai tersebut memenangkan 412 kursi di House of Commons yang memiliki 650 kursi, sementara Konservatif memperoleh 121 kursi.

Partai Buruh juga memenangkan daerah pemilihan "Tembok Merah" seperti Bolsover, dan daerah pemilihan penentu arah seperti Nuneaton dan Stevenage. Meski, penghitungan suara masih terus dilakukan, sudah dapat dipastikan bahwa Partai Buruh menjadi pemenang pemilu sekaligus mengakhiri 14 tahun dominasi Partai Konservatif di Inggris.

"Saya telah mengubah Partai Buruh. Bila Anda mempercayai saya dengan memilih Partai Buruh, saya akan mengubah negara ini." Demikian disampaikan pemimpin oposisi Partai Buruh Inggris Keir Starmer melalui platform media sosial X, Jumat (6/7/2024).

Menurut BBC, keunggulan tersebut adalah yang terbesar kedua sepanjang sejarah pemilu Inggris, setelah kemenangan Parta Buruh pada 1997 atau pada abad ke-20. Mengapa Partai Buruh bisa menang besar atas Konservatif yang menduduki kekuasaan selama 14 tahun terakhir?

Media Washington Post menulis bahwa tren di Inggris adalah para pemilih selama ini telah muak dengan kebijakan Partai Konservatif yang berhaluan kanan tengah. Senada, opini di media Guardian juga menyebutkan bahwa para pemilih termotivasi oleh kemarahan terhadap kebijakan Konservatif sehingga pemilu kali ini terasa ada rasa "balas dendam" di dalamnya.

Konservatif, yang biasanya dicap sebagai partai yang solid dan "aman" selama ini, dinilai telah berubah dengan berbagai kebijakan "radikal" yang hasilnya ternyata tidak bagus bagi Inggris. Era Konservatif pada abad ke-21 bermula dengan terpilihnya David Cameron sebagai Perdana Menteri Inggris pada 2010, mengakhiri era 13 tahun kepemimpinan Partai Buruh sejak 1997.

Mengingat kondisi ketika Cameron terpilih, yaitu dampak dari Krisis Finansial Global 2007-2008 masih terasa sangat hangat, maka Konservatif memutuskan untuk melakukan program austerity atau pengetatan anggaran, dengan tujuan menyelamatkan defisit di APBN Inggris. Artikel New York Times pada 2019 menyatakan, kebijakan pengetatan anggaran telah mengubah Inggris yang melakukan pemotongan besar-besaran dalam pos anggaran untuk kesejahteraan sosial luas masyarakat.

Meski pemerintah Inggris menyatakan bahwa NHS (seperti BPJS Kesehatan di Republik Indonesia) terlindungi dari pengetatan anggaran, pengetatan anggaran berdampak pada berkurangnya alokasi anggaran untuk sejumlah layanan penting sosial, seperti untuk kepolisian, pemeliharaan jalan, perpustakaan, hingga bantuan perumahan untuk warga lanjut usia.

Menurut artikel tersebut, kajian yang dilakukan pakar PBB pada 2018 menyatakan upaya pemerintahan Konservatif untuk mengurangi pengeluaran anggaran ternyata malah meningkatkan tingkat kemiskinan serta menimbulkan berbagai kesengsaraan di salah satu negara terkaya di dunia itu.

Pemerintah Inggris ketika itu menyangkal temuan pakar PBB itu, tetapi sejumlah aspek menunjukkan turunnya kesejahteraan sosial dengan melakukan pengetatan anggaran, seperti meningkatnya warga yang menggunakan food bank atau bantuan pangan, serta naiknya angka kriminalitas di negara monarki tersebut.

Namun, degradasi kesejahteraan sosial itu akan semakin melesat dengan terjadinya Brexit, yaitu langkah Inggris Raya keluar sepenuhnya dari Uni Eropa. Cameron, dalam manifesto pemilu 2016, berjanji untuk menggelar referendum apakah Inggris harus tetap menjadi anggota Uni Eropa atau tidak. Hasilnya, referendum pada 23 Juni 2016 menunjukkan hasil 52 persen pemilih mendukung Inggris keluar dari Uni Eropa sehingga Cameron juga mengundurkan diri.

Para pakar ekonomi sebelum referendum telah mengeluarkan peringatan bahwa Brexit akan membuat perekonomian Inggris semakin terpuruk. Kajian pada 2019 juga menunjukkan tidak sedikit perusahaan Inggris lebih memilih membuat kantor di daratan Eropa serta perusahaan Eropa mengurangi investasi di Inggris.

Kristen tak Lagi Mayoritas di Inggris dan Wales - (Badan Nasional Statistik Inggris)

 

Belum selesai dengan keruwetan Brexit dan dampak kesengsaraan dari kebijakan pengetatan anggaran, Inggris kembali dihantam oleh pandemi global, Covid-19. Pandemi Covid-19 telah menghambat perekonomian di berbagai penjuru dunia, tidak terkecuali efeknya juga merusak ekonomi Inggris.

Cameron, yang digantikan Theresa May pada 2016 serta kemudian Boris Johnson pada 2019, ternyata juga tidak bisa membuat ekonomi Inggris berjaya lagi. Bojo (panggilan akrab Boris Johnson) diwarnai skandal termasuk Partygate terkait Covid-19, sehingga terpaksa digantikan oleh Liz Truss.

Truss, yang berbagai rencana ekonominya membuat semakin melemahnya mata uang poundsterling sehingga bank sentral Inggris terpaksa mengintervensi, ternyata membuat Truss menjadi perdana menteri tersingkat dengan hanya menjabat selama 50 hari. Penggantinya, yaitu pemimpin Partai Konservatif saat ini, Rishi Sunak, juga dinilai tidak bisa membuat ekonomi Inggris semakin kompetitif, karena masa pemerintahan Sunak diwarnai antara lain dengan meledaknya konflik Rusia dan Ukraina sehingga berdampak pada tingginya inflasi dan naiknya beban biaya hidup warga.

Kali ini, Partai Buruh yang akan menggantikan era Konservatif. Menurut Washington Post, sejak menjadi pemimpin Partai Buruh pada 2020, Starmer telah menyingkirkan berbagai tokoh sayap kiri di partainya sehingga Buruh lebih cenderung untuk ke tengah daripada ke kiri. Starmer juga disebut melemahkan penerapan sosialisme di Partai Buruh dan lebih fokus kepada program "penciptaan kekayaan" serta "stabilitas ekonomi".

Lelaki berusia 61 tahun ini dalam suatu wawancara saat kampanye juga menyatakan akan menghindari bekerja setelah Jumat pukul 6 sore karena ingin menghabiskan waktu makan malam Sabat dengan anggota keluarganya, yaitu sang istri dan dua anaknya yang dibesarkan dengan agama Yahudi. Pernyataan Starmer itu dikritik sejumlah pihak seperti Sunak yang menyindir julukan "perdana menteri paruh waktu" kepada Starmer.

Dengan kondisi perekonomian Inggris yang masih sangat tidak stabil serta dunia yang terus dihantui kekerasan dalam konflik Rusia-Ukraina serta kawasan Timur Tengah yang masih membara, maka jalan Starmer ke depannya juga dipastikan bakal sangat terjal.

 

Pada Jumat (5/7/2024), Keir Starmer resmi menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris setelah dilantik oleh Raja Charles III. Dalam pidato nasional pertamanya di Downing Street, Stermer menekankan komitmen terhadap persatuan, pelayanan publlik dan awal baru bagi bangsa.

Membuka pidatonya, Starmer memuji pendahulunya, Rishi Sunak, dan memujinya atas peran perintisnya sebagai perdana menteri pertama Inggris keturunan Asia, serta dedikasi dan kerja kerasnya.

"Kami mengakui dedikasi dan kerja keras yang dia berikan kepada kepemimpinannya," katanya.

Starmer kemudian membahas erosi kepercayaan terhadap politik Inggris, dengan menyatakan bahwa hal itu hanya dapat dipulihkan melalui tindakan, bukan kata-kata.

"Sudah jelas bagi semua orang bahwa negara kita memerlukan perubahan yang lebih besar. Penemuan kembali siapa kita sebenarnya," katanya.

Dia menekankan perlunya politisi mengetahui kapan harus mengubah arah. Berkaca pada tantangan sosial ekonomi yang dihadapi jutaan orang, Starmer berjanji bahwa pemerintahnya akan bekerja tanpa kenal lelah untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.

"Sudah terlalu lama kita menutup mata ketika jutaan orang terjerumus ke dalam ketidakamanan yang lebih besar," katanya, seraya berjanji melakukan upaya setiap hari untuk mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat.

Starmer meyakinkan negaranya bahwa pemerintahannya "tidak terbebani oleh doktrin" dan hanya fokus pada melayani kepentingan publik.

"Mulai sekarang, Anda memiliki pemerintahan yang tidak terbebani oleh doktrin, dan hanya dipandu oleh tekad untuk melayani kepentingan Anda," janjinya.

"Apakah Anda memilih Partai Buruh atau tidak, pada kenyataannya, terutama jika Anda tidak memilihnya, saya katakan secara langsung kepada Anda: Pemerintahan saya akan melayani Anda," katanya.

"Politik dapat menjadi kekuatan untuk kebaikan. Kami akan menunjukkannya. Kami telah mengubah Partai Buruh, mengembalikannya ke layanan, dan begitulah cara kita memerintah. Negara yang pertama, partai yang kedua," tambahnya.

 

sumber : Antara, Anadolu
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler