Perbedaan Iblis, Setan, dan Jin
Jin dan manusia yang berakal tetap berpotensi menjadi setan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengenal musuh adalah bagian dari perlawanan terhadapnya. Bagi orang yang beriman, iblis dan setan merupakan musuh yang nyata, seperti ditegaskan dalam Alquran surah Yasin ayat ke-60.
Lantas, siapakah iblis dan setan itu? Kemudian, bagaimana pula perbedaannya? Iblis dalam etimologi bahasa Arab diambil dari kata balasa, yang berarti 'tidak mempunyai kebaikan sedikit pun' (man la khaira ‘indah).
Sebagian pakar bahasa Arab berpendapat, nama makhluk itu diambil dari kata ablasa, yang berarti putus asa. Sebab, iblis telah berputus asa dari rahmat Allah. Menurut riwayat, dahulu iblis bernama naail atau azazil. Setelah dikutuk Allah, ia dipanggil dengan nama iblis.
Jadi, iblis merupakan nama sesosok makhluk dari golongan jin. Maka, ia pun diciptakan oleh Allah dari nyala api (QS al-A’raaf: 12). Hal ini juga ditegaskan dalam surah al-Kahfi ayat ke-50. Artinya, "Dia (iblis) adalah dari golongan jin."
Dahulu, makhluk yang sebelumnya bernama naail atau azazil ini memiliki karakteritik saleh, bahkan bila dibandingkan dengan para malaikat. Secara penciptaan, ia lebih mulia dari malaikat yang hanya diciptakan dari cahaya. Adapun ia diciptakan dari biang cahaya itu, yakni api.
Ketika Allah mengatakan, ada di antara makhluknya yang akan menjadi iblis, seluruh malaikat meminta kepada Naail agar didoakan tidak dijadikan Allah menjadi iblis. Ia mendoakan seluruh malaikat, tetapi lupa mendoakan dirinya sendiri. Akhirnya, dirinyalah yang ternyata menjadi iblis.
Naail inilah yang dilaknat dan diusir dari surga karena membangkang kepada Allah ketika diperintahkan sujud kepada Adam (QS al-Baqarah [2]: 34). Setelah dilaknat, ia diberi nama iblis.
Ia lalu memohon kepada Allah agar dipanjangkan umur untuk bisa menyesatkan manusia. Jadi, hingga saat ini iblis masih terus eksis bersama anak keturunannya untuk menyesatkan orang-orang.
Adapun setan merupakan sifat dari iblis. Setan bukanlah makhluk, melainkan sifat. Sama halnya dengan kata munafik atau fasik. Jadi, sebutan setan tidak hanya berasal dari golongan jin saja, tetapi juga dari golongan manusia. Ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah, yang artinya, "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi musuh, yaitu setan dari jenis manusia dan jin" (QS al-An’am [6] :112).
Dalam Majma’ al-Bahrain, klausul sya-thana disebutkan, setan secara etimologi bahasa Arab diambil dari kata sya-tha-na yang bermakna menjauh. Ini dimaksudkan mereka yang disebut setan jauh dari Allah dan menjauhkan orang beriman dari Rabb mereka.
Ja’far Syariatmadari dalam Syarh wa Tafsir Lughat Qur’an mendefinisikan, setiap makhluk yang sangat susah menerima kebenaran dan hakikat baik dari golongan manusia atau jin atau dari kalangan hewan sekalipun maka ia termasuk setan.
Jadi, manusia bisa disebut setan jika ia menjauhkan orang dari Allah. Setan merupakan sebuah entitas dan laqab (gelar) yang memiliki makna pembangkang atau penentang. Setan dimaknai pula sebagai penyebar fitnah dan menyesatkan.
Muhammad Bistuni dalam bukunya, Syaithan Syinasi az Didghae Qur’an Karim menjelaskan, setan memiliki makna yang beragam, yakni salah satu contoh yang paling nyata dari makna itu, iblis dan serdadunya. Contoh lain dari makna setan ini, yaitu manusia-manusia perusak dan menyesatkan. Dan, juga pada sebagian perkara bermakna mikroba-mikroba pengganggu.
Adapun jin merupakan satu bangsa seperti halnya bangsa manusia. Kendati iblis berasal dari golongan jin, tidak seluruh jin menyesatkan. Ada pula di antara jin yang saleh dan beriman.
Jadi, makhluk berakal dari bangsa jin dan manusia sama-sama berpotensi untuk bisa menjadi setan. Allah telah menciptakan jin terlebih dahulu sebelum menciptakan Adam yang menjadi manusia pertama (QS al-Hijr [15]: 27). Jin telah menjadi penghuni pertama di muka bumi sebelum manusia. Namun, bangsa jin sering melakukan pertumpahan darah dan kerusakan.
Berdasarkan riwayat al-Baihaqi dari Tsa’labah al-Khasyani, Rasulullah pernah memberikan spesifikasi bangsa Jin. "Jin terdiri atas tiga jenis. Ada yang bersayap, mereka terbang di udara. Ada yang berupa ular dan anjing. Ada pula jin yang menempati (suatu tempat) dan berjalan (seperti manusia)."
Selain riwayat ini, ada pula yang menyebutkan jenis jin yang disebut al-Ghilan yang mampu berubah berbagai rupa dan bentuk. Kaum cendekiawan dan bangsawan dari golongan jin disebut dengan ifrit. Mereka ini dikenal pula dengan kecerdikan dan kekuatannya. (QS an- Naml [27]: 39).