Dua Saksi Ini Dilaporkan Kuasa Hukum 7 Terpidana Kasus Vina ke Bareskrim Usai Pegi Bebas
Pelaporan dua saksi terkait dugaan pemberian keterangan palsu kasus pembunuhan Vina.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim advokasi hukum tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky melaporkan dua saksi inisial A dan D ke Bareskrim Mabes Polri, Rabu (10/7/2024). Pelaporan pidana tersebut, terkait dengan dugaan pengakuan palsu dari kedua saksi tersebut, yang menjerumuskan tujuh terpidana ke penjara seumur hidup, dan satu terpidana dihukum delapan tahun penjara.
Pengacara Jutek Bongso mengatakan, pengakuan saksi A dan D tersebut yang selama ini menjadi biang masalah serius dalam pengusutan kasus pembunuhan di Cirebon, Jawa Barat (Jabar) 2016 lalu itu. “Kenapa kami melaporkan saksi Aep, dan saksi Dede ini? Karena kedua orang saksi inilah yang menjadi cikal-bakal, menjadi dasar masalah yang membuat klien kami ditangkap, dan dihukum penjara seumur hidup,” kata Jutek di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Jutek menerangkan, pelaporan terhadap saksi A dan saksi D atas pengakuan palsu tersebut, sebagai respons terbukanya gerbang hukum baru pascaputusan praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Kota Bangdung, Jabar yang membebaskan status tersangka Pegi Setiawan, Senin (8/7/2024) kemarin.
Putusan praperadilan itu menguatkan argumentasi dan fakta hukum, bahwa kesaksian A dan D tentang siapa-siapa pelaku pembunuhan Vina dan Eky adalah orang-orang yang asal tunjuk. Masalahnya, kata Jutek, dari pengakuan A dan D itu pula, dalam penyidikan Polda Jabar 2016 lalu, berujung pada nasib hidup delapan orang yang diyakini tak bersalah, namun dihukum ke sel penjara.
Tujuh di antaranya, Jaya, Eka Sandi, Hadi Saputro, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana dihukum penjara seumur hidup, dan Saka Tatal dihukum penjara selama delapan tahun. Jutek melanjutkan, pelaporan saksi A dan saksi D ke Bareskrim Polri itu, pun sebagai respons atas pengusutan tuntas proses hukum serampangan dalam penyidikan kasus pembunuhan Vina dan Eki.
Menurut Jutek, ragam penyimpangan dalam kasus tersebut, tak bisa serta merta menjadi institusi kepolisian sebagai satu-satunya pihak yang disalahkan. Karena dikatakan dia, hasil penyidikan kepolisian itu, juga berawal dari kesaksian-kesaksian yang dijadikan salah-satu bukti. Namun dalam pengumpulan kesaksian-kesaksian tersebut, kata Jutek terdapat pengakuan-pengakuan palsu yang berujung pada fatalisme penegakan hukum.
“Perlu saya sampaikan, bahwa pelaporan kami ini, bukan untuk menyalah-nyalahkan institusi-institusi tertentu saja. Terutama dalam hal ini adalah kepolisian sebagai penyidik. Akan tetapi, kami juga membawa bukti-bukti bahwa apa yang disampaikan oleh saksi Aep dan Dede itu, patut diduga tidak benar. Makanya kita uji dengan meminta kepolisian untuk memproses hukum kedua saksi tersebut,” kata Jutek.
Mantan Bupati Indramayu Dede Mulyadi yang turut menjadi bagian tim advokasi tujuh terpidana kasus kematian Vina dan Eky, pun menyampaikan pelaporan terhadap saksi A dan saksi D tersebut, sebagai usaha untuk membebaskan orang-orang yang dipidana atas perbuatan yang tak pernah dilakukan.
“Untuk itu, ini (pelaporan) adalah upaya kami bersama, untuk kami bisa membebaskan tujuh terpidana yang sampai hari ini masih mendekam di penjara,” kata dia.
Saksi A dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon ini, belakangan memang menjadi pihak yang disalahkan banyak orang. Sosok saksi A ini merupakan seorang kuli cuci kendaraan yang mengaku mengetahui kasus pembunuhan Vinda dan Eki. Ayah Eky, Iptu Rudiana menjadikan pengakuan saksi A ini sebagai dasar penyidikan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) 2016. Dalam pengakuannya itu, saksi A yang membeberkan tentang siapa-siapa saja yang melakukan pembunuhan terhadap Vina dan Eky.