PMN Kini Dibiayai Sendiri oleh BUMN, Efek Setoran Jumbo ke Kas Negara

Kontribusi BUMN kepada negara bukan hanya dalam bentuk dividen.

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Menteri BUMN Erick Thohir (tengah).
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada 16 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah disetujui oleh Komisi VI DPR RI pada Rapat Kerja dengan Menteri BUMN Erick Thohir pada Rabu (10/7/2024). Persetujuan pun diberikan oleh seluruh fraksi di Komisi VI DPR secara keseluruhan dengan beberapa catatan ringan.

Baca Juga


“Kemarin saya menghadiri Rapat Kerja Komisi VI DPR RI terkait persetujuan PMN untuk tahun anggaran 2025. Alhamdulillah seluruh fraksi dari Komisi VI menyetujui PMN tahun anggaran 2025 yang akan diberikan kepada BUMN,” ujar Erick dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (11/7/2024).

Salah satu faktor pendorong disetujuinya usul PMN tersebut adalah karena realitas kontribusi BUMN kepada keuangan negara dalam lima tahun terakhir ini jauh lebih tinggi dibandingkan PMN yang disetujui.

Selama 2020-2024, menurut Erick, PMN yang diberikan kepada BUMN mencapai Rp 218 triliun. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan dividen yang disetorkan BUMN kepada kas negara pada periode yang sama, yaitu senilai Rp 280 triliun, sebelum audit atau unaudited.

“Ini artinya, PMN yang sebelumnya dibiayai dari utang yang diterbitkan negara, bisa dibiayai dari dividen BUMN,” lanjut Erick.

Bahkan, ucap Erick, kontribusi BUMN kepada negara bukan hanya dalam bentuk dividen. BUMN juga mampu memberikan kontribusi kepada negara dari sektor fiskal.

Erick mengatakan selama periode 2020-2023, BUMN telah memberikan kontribusi kepada negara dengan setoran pajak sebesar Rp 1.374 triliun dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) lainnya senilai Rp 356 triliun kepada negara.

“Terima kasih apresiasi, dukungan dan pengawasan seluruh Anggota Dewan Komisi VI yang ikut memberikan kontribusi untuk BUMN bisa semakin besar,” lanjut Erick.

Sebelumnya, Komisi VI DPR RI telah menyetujui PMN Tahun Anggaran 2025 dengan rincian, pertama, PT Hutama Karya (Persero) sebesar Rp 13,8 triliun. PMN Hutama Karya ini untuk melanjutkan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) tahap II.

Dua, PT Asabri (Persero) dengan nilai PMN sebesar Rp 3,61 triliun dalam rangka perbaikan permodalan. Tiga, PT PLN (Persero) sebesar Rp 3 triliun dalam rangka program listrik desa (lisdes).

Empat, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) atau IFG sebesar Rp 3 triliun. PMN ini untuk penguatan permodalan pada penjaminan KUR dan mendorong untuk melakukan penyesuaian kecukupan IJP KUR.

Lalu, PMN kelima diberikan pada PT Pelni (Persero) sebesar Rp 2,5 triliun, yaitu untuk pengadaan kapal baru. Enam, PT Bio Farma (Persero) dengan PMN sebesar Rp 2,2 triliun untuk fasilitas capital expenditure baru. Tujuh, PT Adhi Karya Tbk sebesar Rp 2 triliun dalam rangka pembangunan tol Yogyakarta-Bawen dan Solo-Yogyakarta.

Delapan, PMN untuk PT Wijaya Karya Tbk sebesar Rp 2 triliun dalam rangka perbaikan struktur permodalan. Sembilan, PT Len Industri (Persero) dengan PMN Rp 2 triliun untuk modernisasi dan peningkatan kapasitas produksi.

Sepuluh, PT Danareksa (Persero) sebesar Rp 2 triliun untuk pengembangan usaha. Sebelas, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI sebesar Rp 1,8 triliun. KAI akan menggunakannya untuk pengadaan trainset baru penugasan pemerintah.

Keduabelas, ID Food sebesar Rp 1,6 triliun untuk modal kerja dan investasi program CPP. Ketigabelas, PT PP (Persero) sebesar Rp 1,5 triliun untuk penyelesaian proyek Tol Yogyakarta-Bawen dan kawasan industri terpadu Subang.

Lalu, Keempatbelas, Perum Damri sebesar Rp 1 triliun untuk pengadaan bus listrik. Kelimabelas, Perum Perumnas sebesar Rp 1 triliun dalam rangka restrukturisasi. Keenambelas, PT INKA (Persero) sebesar Rp 976 miliar untuk pembuatan kereta KRL Jabodetabek.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler