Divonis 10 Tahun Penjara, SYL: Risiko Jabatan dan Pemimpin
SYL merasa risiko besar itu harus diterimanya dengan lapang dada.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) merespons vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim. SYL menganggap hukuman itu sebagai risiko jabatan dan pemimpin.
Pernyataan tersebut dikatakan SYL setelah majelis hakim menutup persidangan pembacaan putusan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (11/7/2024).
"Bahwa apa yang terjadi hari ini bagi saya, ini bagian dari konsekuensi jabatan saya, ini adalah tanggung jawab kepemimpinan saya," kata SYL kepada awak media pada Kamis (11/7/2024).
SYL merasa risiko besar itu harus diterimanya dengan lapang dada. Walau, SYL menyinggung Kementan di bawah kepemimpinannya sudah mencukupi kebutuhan pangan nasional, termasuk ketika pandemi Covid-19.
"Di dalam rangka memenuhi ketersediaan pangan, di dalam rangka melaksanakan keterjangkauan pangan Indonesia dalam kondisi Covid," ujar SYL.
"Ini risiko leadership, ini risiko dari jabatan dari sebuah diskresi dan jabatan yang saya ambil, saya akan pertanggungjawabkan itu adil, teman-teman pers, saya akan pertanggungjawabkan ini, dan saya akan hadapi ini dengan sebaik-baiknya," ujar SYL.
SYL juga mengutarakan rasa terima kasihnya kepada Presiden Joko Widodo yang sudah menunjuknya sebagai Mentan. Sehingga, SYL bisa membuka kesempatan untuk mengambil kebijakan strategis untuk menghadapi ancaman krisis pangan.
"Saya sampaikan terima kasih Pak Jokowi membeberkan kesempatan sebagai menteri, apapun akibat dari sebuah kebijakan ini resiko jabatan bagi saya," ucap SYL.
Diketahui, SYL dinyatakan bersalah dalam perkara pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkup Kementerian Pertanian (Kementan). Sehingga, majelis hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara.
Majelis hakim juga menjatuhkan sanksi denda Rp300 juta. Apabila SYL tak memiliki kesanggupan maka diganti dengan kurungan selama 4 bulan.
SYL diyakini hakim melanggar melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.