Makna Kesetiaan Suami kepada Istrinya yang Tua Menurut Ulama
Sang suami bisa mencintai istrinya yang tua sebagaimana kepada bidadari
ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Rep: Muhyiddin Red: A.Syalaby Ichsan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama dan cendikiawan asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi menjelaskan, adanya pengaruh iman kepada Allah dan Hari Kiamat terhadap kehidupan rumah tangga. Menurut dia, kehidupan keluarga merupakan pusat perhimpunan kehidupan dunia.
Baca Juga
"Ia (kehidupan keluarga) merupakan surga kebahagiaan, benteng yang kukuh, serta tempat yang aman bagi kehidupan dunia. Rumah setiap individu merupakan alam dan dunianya masing-masing," kata Nursi dalam karyanya "Risalah Kebangkitan" halaman 103-105.
Maka, lanjut ulama asal Turki yang berjuluk keajaiban zaman itu, spirit dan kebahagiaan kehidupan keluarga akan dicapai dengan adanya sikap saling hormat dan kesetiaan tulus antar seluruh elemen, disertai kasih sayang yang jujur yang sampai pada tingkat mau berkorban dan mengutamakan orang lain.
Dia menuturkan, sikap saling menghormati dan mengasihi yang jujur dan tulus ini hanya dapat terwujud dengan keimanan terhadap adanya hubungan persahabatan dan kebersamaan yang abadi dalam waktu tak terbatas di bawah naungan kehidupan yang tak terhingga.
Ia diikat oleh hubungan keayahan yang terhormat dan mulia, hubungan persaudaraan yang suci dan bersih, di mana suami berkata dalam dirinya,
“Istriku adalah pendamping hidupku serta temanku di alam abadi. Karena itu, tidak masalah kalau sekarang sudah jelek dan tua. Sebab, nanti ia akan memiliki kecantikan abadi. Aku siap mempersembahkan puncak kesetiaan dan kasih sayangku. Aku juga siap berkorban dengan seluruh yang menjadi tuntutan persahabatan kekal itu.”
Seperti itulah sang suami dapat menyimpan rasa cinta dan kasih sayang kepada istrinya yang tua sebagaimana rasa cinta terhadap bidadari. Jika hal ini tidak ada, tentu persahabatan formal yang hanya berlangsung sesaat yang kemudian disusul dengan perpisahan abadi akan menjadi persahabatan lahiriah yang rapuh.
"Yang bisa diberikan hanya kasih sayang simbolik dan rasa hormat yang dibuat-buat. Belum lagi, kepentingan dan syahwat pribadi yang mendominasi cinta dan kasih sayang tadi. Ketika hal tersebut terjadi, maka surga dunia akan berubah menjadi neraka," jelas Nursi.
Begitulah, kata dia, satu dari ratusan buah iman kepada kebangkitan yang terkait dengan kehidupan sosial manusia. Sama seperti kepastian hakikat manusia yang mulia berikut kebutuhannya yang universal. Bahkan, ia lebih jelas daripada kebutuhan perut terhadap makanan dan nutrisi.
Sejauh mana realisasinya lebih dalam dan lebih banyak dapat ditetapkan ketika manusia kehilangan hakikat ini, hakikat kebangkitan, di mana esensinya yang mulia, penting, dan vital laksana bangkai busuk serta tempat mikroba dan bakteri.
Karena itu, tambah Nursi, hendaknya para ilmuwan sosial, politik dan etika yang memiliki perhatian terhadap urusan manusia, berikut moral dan masyarakatnya mau mendengar.
"Hendaknya mereka datang dan menjelaskan dengan apa mereka akan mengisi kekosongan ini (hidup tanpa iman kepada hari akhir)? Dengan apa mereka akan mengobati dan membalut luka menganga yang dalam tersebut?," kata Nursi.
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler