Sekjen PBB: Kebijakan Israel Hancurkan Prospek Dua Negara

Serangan militer Israel meningkat di Tepi Barat dan Yerussalem Timur.

AP Photo/Themba Hadebe, File
FILE - United Nations General Secretary António Guterres addresses a news conference during the BRICS summit in Johannesburg, South Africa, Thursday, Aug. 24, 2023. The United Nations Secretary General says he is hopeful that Africa could soon get a permanent seat at the United Nations Security Council after the five permanent members of the council supported the proposal. Antonio Guterres said the U.N. institutions were created while all African countries were still under colonialism and therefore the continent should now be given a permanent seat.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kebijakan Israel terhadap Tepi Barat yang dijajah menghancurkan prospek solusi dua negara dengan Palestina, kata Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. Guteres menjelaskan, perluasan pemukiman diperkirakan akan meningkat karena perampasan lahan dalam jumlah besar di kawasan strategis dan perubahan perencanaan, pengelolaan lahan, dan tata kelola.

Baca Juga


Melalui langkah administrasi dan hukum, Israel mengubah geografi Tepi Barat, kata Guterres dalam pernyataan yang dibacakan oleh kepala stafnya, Courtenay Rattray, dalam pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Rabu (17/7/2024), “Perkembangan terkini semakin mempertaruhkan prospek solusi dua negara,” kata Sekjen PBB tersebut, dikutip dari laman Aljazirah, Kamis (18/7/2024)

Serangan militer Israel, penangkapan warga Palestina dan kekerasan pemukim meningkat di Tepi Barat dan Yerusalem Timur sejak Israel melancarkan perang terhadap Gaza pada bulan Oktober 2023. Guterres mencatat bahwa Israel telah mengambil langkah-langkah hukuman terhadap Otoritas Palestina dan melegalkan lima pos terdepan Israel di Tepi Barat.

Poster kecaman yang ditulis oleh peserta aksi tertempel di beton pembatas jalan saat aksi solidaritas untuk palestina bertajuk All Eyes On Rafah di Seberang Kedubes AS, Jakarta, Jumat (31/5/2024). Aksi ini sebagai bentuk dukungan kepada Palestina sekaligus upaya menghentikan genosida Israel dan memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Saat ini masyarakat dunia sedang memperhatikan kota Rafah di Gaza, Palestina yang sedang diserang secara brutal oleh zionis Israel. - (Republika/Prayogi)

Israel telah membangun pos-pos tersebut sebagai bagian dari pendudukannya di Tepi Barat sejak tahun 1967.“Kita harus mengubah arah. Semua aktivitas pemukiman harus segera dihentikan,” kata Guterres.

Sekjen PBB juga mengulangi seruannya untuk segera melakukan gencatan senjata dalam perang Gaza dan membebaskan semua sandera. Setidaknya 38.794 orang telah wafat dan 89.364 orang terluka dalam perang Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Jumlah korban tewas di Israel akibat serangan pimpinan Hamas pada 7 Oktober diperkirakan mencapai 1.139 orang, dengan puluhan orang masih ditawan di Gaza.“Situasi kemanusiaan di Gaza merupakan noda moral bagi kita semua,” kata Guterres.

Pertemuan Terganggu oleh Protes

Pada sesi triwulanan Dewan Keamanan PBB mengenai Timur Tengah pada Rabu (17/7/2024), perang Israel di Gaza dan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza mendominasi agenda pertemuan tersebut. “Apa yang terjadi di Gaza merupakan genosida yang paling terdokumentasi dalam sejarah,” kata Riyad Mansour, Duta Besar Palestina untuk PBB, pada sesi tersebut.

“Kapan dunia akan mengecam kejahatan ini dan berhenti menoleransi terulangnya kembali kejahatan tersebut?” ujar Mansour.

Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan menuduh Hamas melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan mengatakan para tawanan Israel ditahan oleh organisasi teroris yang didukung dan terinspirasi oleh Iran.

Pertemuan Dewan Keamanan PBB sempat terhenti  setelah pidato Erdan diinterupsi oleh dua wanita berpakaian hitam, yang berdiri dengan tanda dan berteriak untuk pembebasan sandera Israel yang ditahan oleh kelompok Palestina di Gaza. Dewan Keamanan PBB meminta para perempuan tersebut meninggalkan ruangan dan mereka melakukannya, kata seorang pejabat PBB.

Demonstrasi tersebut terjadi ketika Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mulai berpidato di depan badan yang beranggotakan 15 orang tersebut. Lavrov, yang memimpin pertemuan tersebut karena Rusia menjadi presiden Dewan Keamanan PBB bulan Juli, menjawab: “Saya tidak mengerti, bicaralah lebih jelas. Salah satu dari anda dapat berbicara dengan jelas untuk mengatakan apa yang ingin anda katakan. Saya tahu anda tidak ingin melakukannya, baiklah.”

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler