Forum Internasional Dai Asia Tenggara, Konsolidasi Dakwah Islam Moderat di Negara Asean

Islam di negara-negara Asean mempunyai sejumlah kesamaan sejarah dan karakter

Setwapres
Para dai Asia Tenggara berpose bersama dengan Wakil Presiden RI KH Maruf Amin, Jumat (26/7/2024)
Red: Nashih Nashrullah

Oleh : KH M Cholil Nafis PhD, Sekjen Forum Internasional Dai Asia Tenggara dan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Umat Muslim di Asia Tenggara adalah jumlah penduduk Muslim terbesar kedua di dunia. Berdasarkan laporan Crescent Rating bersama Mastercard, jumlah umat Muslim di dunia mencapai 2 miliar jiwa pada 2022.

Jumlah tersebut mewakili 25 persen populasi dunia dan tersebar di lebih dari 200 negara. Sebagian besar atau 67 persen penduduk muslim berada di wilayah Asia. Secara rinci, proporsi penduduk muslim di Asia Selatan sebesar 35,6 persen, Asia Tenggara 13,8 persen, Asia Barat 12,7 persen, Asia Tengah 3,4 persen, dan Asia Timur 1,5 persen.

Fakta Islam di Asia Tenggara

Selain itu, Islam telah pula menjadi suatu kekuatan sosial yang patut diperhitungkan di kawasan ini. Namun demikian, bagi dunia luar, Asia Tenggara bukan wilayah yang langsung terbayang ketika membicarakan dunia Islam.

Kajian tentang Islam umumnya masih diidentikkan dengan Islam Timur Tengah. Hal ini mengindikasikan bahwa informasi tentang Islam dan dakwah Islam di Asia Tenggara masih relatif kurang.

Islam di Asia Tenggara unik sekaligus bervariasi. Seperti di Indonesia negaranya berdasarkan Pancasila, Malaysia dan Brunei Darussalam Islam merupakan agama mayoritas dan Islam sebagai dasar negaranya.

Menurut data Statista, perkiraan populasi Muslim di Indonesia pada 2020 mencapai 87 persen dari total populasi. Penduduk muslim di negara Petro Dollar, Brunei Darussalam ini mencapai 75 persen dari populasi. pemeluk Islam di Malaysia mencapai 66 persen dari populasi.

Selain itu, minoritas Muslim dapat ditemukan di Singapura terdapat 15 persen orang Muslim dari seluruh jumlah penduduk; di Filipina 5,1 peren dari total penduduk; penduduk Thailand 5,7 persen beragama Islam; di Myanmar ada 3,8 persen beragama Islam; dan di Laos kurang dari -1 persen yang beragama Islam dari seluruh jumlah penduduknya.

Secara geografis, kawasan Asia Tenggara merupakan tempat yang unik dan menarik bagi perkembangan agama-agama dunia, sehingga hampir seluruh agama terutama agama besar pernah singgah dan mendapat pengaruh di beberapa tempat di kawasan ini, termasuk agama Islam.

Di Asia Tenggara Agama Islam dan budaya Melayu menyatu padu. Bertalian nilai-nilai agama dengan kebudayaan Melayu bukan hanya pada periode paling awal kedatangan Islam dan masa berdirinya kesultanan-kesultanan Islam, tetapi keduanya juga saling menyatu dan berkait berkelindan hingga saat ini.

Hal ini, bukan karena sebagian besar penganut Islam di kawasan ini terdiri dari etnis Melayu, tetapi karena agama Islam yang mempunyai dasar filosofis dan rasional yang kuat, telah berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan Melayu.

Islam bagi orang Melayu bukan hanya sebatas keyakinan, tetapi telah menyatu dengan identitas sosial-budaya, mempengaruhi aspek pendidikan, ekonomi, politik, hukum dan semua aspek kehidupan.

Perkembangan Islam

Di negara-negara minoritas Muslim, perkembangan Islam relatif terhambat dibanding di negara-negara mayoritas Muslim. Hal ini tak dapat dipisahkan dari kebijakan pemerintah yang relatif tidak mendukung. Minoritas Muslim menghadapi problem harus hidup berdampingan secara damai dengan non-Muslim.

Mereka berada dalam.. 

Mereka berada dalam dilema bagaimana melakukan rekonsiliasi antara keyakinan Islam fundamental mereka dengan perlunya menjadi warga negara yang baik (full citizenship) di negara-negara yang tidak mendapatkan hak penuh dalam menjalankan ajaran agamanya.

Kebijakan pemerintah yang memaksakan asimilasi dan integrasi dipandang tidak fair, karena dapat membahayakan dan menghilangkan identitas mereka sebagai Melayu dan Muslim. Karena itu, kebijakan integrasi dan asimilasi pemerintah mendapat respons yang keras dari minoritas Muslim dan telah melahirkan konflik bersenjata antara kelompok minoritas dan pemerintah.

Di negara-negara mayoritas Muslim menunjukkan intensitas kesadaran Islam dan peningkatan antusiasme masyarakat Muslim Asia Tenggara terhadap Islam. Hal ini antara lain terindikasi dari berlangsungnya Islamisasi yang lebih intens.

Proses Islamisasi itu ditunjukkan oleh peningkatan jumlah jemaah haji secara kuantitatif setiap tahunnya, pertumbuhan jumlah mesjid, kemunculan sejumlah lembaga-lembaga Islam di Indonesia, al-Jami’ah di Singapura, Bank Mu’amalat Malaysia, Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB).

Meski peningkatan kuantitatif ini mengindikasikan peningkatan kualitas kaum Muslimin, tetapi peningkatan tersebut tampaknya baru sampai pada antusiasme keagamaan yang lebih cenderung bersifat formalistis daripada substantif.

Dengan kata lain, belum terdapatnya konsistensi dan kesejajaran antara keimanan dan pengamalan ibadah-ibadah Islam dengan perilaku sosial banyak kalangan Muslim.

Apabila kita membuka kembali sejarah perkembangan Islam di Asia Tenggara yang cenderung peaceful penetration (jalan damai), maka hal ini, meniscayakan sebuah proses yang evolutif (pelan dan bertahap) dari pada revolusi, sebagaimana yang terjadi di kawasan Timur Tengah melalui proses futuh (pembebasan atau peperangan).

Proses ini, menjadikan Islam di Asia Tenggara menampakkan karakteristik yang damai tetapi sekaligus dinamis. Karakter Islam di wilayah ini jauh dari kesan keras (non-compromistic), kaku (rigid) dan sulit menerima kemajuan.

KH M Cholil Nafis, PhD- (Republika/Putra M. Akbar)

Akan tetapi, dinamika keislaman di Nusantara, khususnya di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir mengalami proses pergulatan yang sangat tajam. Rentetan peristiwa pengeboman dan terorisme yang terjadi ini, menjadikan Islam di Nusantara mendapat perhatian yang cukup serius dari kaum intelektual Muslim.

Lebih-lebih perhatian dunia internasional, yang semula tertuju pada kawasan Timur Tengah, terutama dengan berbagai aksi kekerasan yang terjadi di sana, kini sudah beralih ke kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Salah paham terhadap makna “jihad” seringkali di jadikan jastifikasi terhadap prilaku-prilaku yang membuat orang sah untuk dibunuh. Sehingga, jika pada mulanya, Islam menampakkan wajahnya yang ramah dan damai, maka pada saat ini, justru sebaliknya.

Islam seakan-akan manampilkan sebuah fenomena baru yang berubah secara sporadis.

Baca Juga


Secara global, perubahan Islam menunjuk pada dua fenomena besar. Pertama, soal radikalisme yang muncul di berbagai tempat.

Kedua, soal terorisme...

Kedua, soal terorisme yang kian mengarah kepada sekelompok umat Islam yang berhaluan radikal. Kesemuanya itu sebenarnya disebabkan oleh pemahaman agama yang tekstual, rigid, fanatik, kaku dan politis, sehingga agama hanya diperjuangkan secara simbolik-formalistik, bukan lagi aspek substansialnya.

Ditambah lagi, dengan faktor di luarnya, seperti penguasa (rezim) dan intervensi asing yang selalu meminggirkan aspirasi mereka dalam mengembangkan dan mewujudkan tujuan-tujuan luhur agama.

Sayangnya, keyakinan kuat membela agama ini tidak dibarengi dengan pertimbangan yang bijak tentang dampak yang akan ditimbulkan dari aksi-aksi kekerasan yang dilakukan umat.

Padahal, jika umat Islam mau berpikir lebih panjang, tidak akan melakukan aksi-aksi kekerasan. Ketidakmampuan melakukan perubahan sosial diekspresikan dengan aksi balasan yang luar biasa dahsyatnya bagi citra Islam sebagai agama yang cinta perdamaian.

Tak ayal lagi, semuanya itu menjadikan wajah Islam dipersepsikan secara keseluruhan sebagai Islam radikal dan Islam teroris. Padahal, wajah radikal Islam tidak menjadi mayoritas umat Islam. Mereka hanyalah bagian kecil dari jumlah Islam yang mayoritas menganut wasathiyatul Islam atau Islam moderat.

Membangun Wajah Islam yang Ramah dan Damai

Ada dua hal yang perlu kita lakukan untuk membangun wajah Islam yang ramah dan damai di Asia Tenggara.

Pertama, kampanye dakwah Wasathiyatul Islam (Islam moderat) di tengah Masyarakat dunia, khususnya di Asia Tenggara. Hal itu dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai agama dalam komunitas plural secara lebih toleran, terutama di kalangan generasi muda.

Bukankah sasaran generasi muda sekarang ini sudah diambil oleh kelompok radikal atau libral dalam setiap dakwahnya? Hal itu dibuktikan dengan para pelaku pengeboman dan agen sekularisasi selalu dilakukan oleh generasi muda.

Dakwah Wasathiyatul Islam (Islam moderat) tidak lagi diorientasikan kepada masyarakat secara umum, tetapi difokuskan kepada generasi muda di kampus-kampus atau di sekolah-sekolah yang menjadi sasaran utama kelompok ekstrim kanan dan ekstrem kiri.
Kedua, menciptakan kondisi masyarakat yang lebih baik secara keseluruhan.

Hal itu dilakukan untuk memberikan bukti konkret betapa wacana moderat mampu menciptakan kondisi masyarakat yang ideal, bermoral dan berkualitas. Selama ini, mereka yang berhaluan radikal sering kali mengeluarkan kesimpulan bahwa tidak bermoralnya kehidupan masyarakat disebabkan bangsa tidak menjalankan syariat Islam, seperti masa klasik Islam.

Karena itulah, kondisi masyarakat yang baik dapat menjadi bukti objektif betapa wasathiyatul Islam (Islam moderat) yang mayoritas dapat menciptakan kondisi yang baik bagi kehidupan masyarakat.

Yakni, tidak ada korupsi, terjaminnya keadilan sosial, dan keluar dari krisis. Untuk mewujudkan kondisi masyarakat seperti itu memang sangatlah berat, tetapi usaha keras untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan bangsa dapat mengurangi kegalauan dan kerisauan beberapa kalangan.

Inilah yang menjadi cita-cita kita bersama dalam membangun citra Islam sebagai agama yang ramah dan damai di bumi Asia Tenggara dengan wujud konkret kepedulian kita untuk mengampanyekan wacana moderat di tengah masyarakat.

Merancang masa depan Islam Asia Tenggara tidaklah mudah, tetapi kita tetap harus berusaha mewujudkannya. Salah satu bentuknya adalah mengikat perjuangan kita dan dakwah Islamiyah dalam Forum Tokoh Dakwah di Asia Tenggara yang diharapkan dapat mengantarkan silaturrahim (sambung keluarga) menjadi shillatul fikri (menyambung pemikiran) sehingga kita dapat melakukan harmonisasi gerakan dakwah (tansiqul harakah ad-da’awiyah) se-Asia Tenggara menuju bumi yang damai atas pondasi Wasathiyatul Islam dan tercapai tujuan Negeri yang Sejahtera penuh pengampunan dari Allah SWT.

Pendirian Forum Internasional Dai Asia Tenggara- (Setwapres)

Pendirian Forum Internasional Da’i Asia Tenggara

Alhamdulillah, pada hari Kamis, tanggal dua puluh lima Juli dua ribu dua puluh empat di Jakarta, telah diselenggarakan Forum Internasional Da’i Asia Tenggara (ASEAN), yang diselenggarakan oleh Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia.

Forum ini dihadiri oleh para dai dan cendekiawan Muslim dari berbagai negara anggota ASEAN, dengan tujuan untuk memperkuat silaturahmi, meningkatkan sinergi, dan merumuskan strategi dakwah yang efektif di kawasan Asia Tenggara untuk memperkuat dan mengarusutamakan al wasathiyah al islamiyah.

Berdasarkan hasil diskusi dan kesepakatan bersama, para peserta forum sepakat untuk mendirikan International Da’i Forum of Southeast Asia dengan tujuan sebagai berikut:

Pertama, meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antardai di Asia Tenggara dalam rangka memperkuat dakwah Islam berbasis al wasathiyah al islamiyah. Kedua, Membangun platform untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan strategi dakwah yang efektif.

Ketiga, mendorong pengembangan sumber daya manusia da’i di Asia Tenggara melalui pelatihan, seminar, dan program pengembangan lainnya. Keempat, Menjadi wadah untuk membahas isu-isu strategis terkait dakwah di Asia Tenggara dan merumuskan solusi bersama.

Kelima, Memperkuat peran dai dalam membangun masyarakat yang damai, sejahtera, dan berakhlak mulia.

Forum tersebut telah diluncurkan di Istana Wapres RI yang mendapatkan respon positif dan dukungan dari Wapres Prof Dr KH Ma’ruf Amin. Deklarasi pendiriannya ditandatangani oleh para tokoh sebagai berikut: KH Anwar Iskandar (Indonesia), Datuk Hasanuddin Bin Mohd Yunus (Malaysia), Arif Abdullah Sagran (Timor Leste), Abdul Sa Lam (Vietnam), Mohammed Swaleh (Myanmar), Muhamad Nuzhan Bin Abdul Halim (Singapore), Muhammad Ilyas Yahprung (Thailand), Pengiran Ahmad Faris Ramadhani (Brunei Darussalam), Somboune Khan (Laos), Tn Abdel Jabbar Malado Macarimbor (Filipina), dan Tn Sarorn Thorn (Kamboja). Kita berharap semoga forum ini bisa berjalan dengan lancar dan menyebarkan dakwah Islam yang rahmatan lil ‘alamin di Asia Tenggara dan dunia.*

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler