Selebgram Meninggal Usai Operasi di Klinik Kecantikan, Apa Hukum Sedot Lemak dalam Islam?

Penyedotan lemak dengan operasi dinilai boleh untuk pengobatan, bukan kecantikan.

Dok. Freepik
Dokter bersiap untuk melakukan tindakan sedot lemak (ilustrasi). Sedot lemak merupakan prosedur bedah kosmetik yang digunakan untuk menghilangkan lemak tubuh yang tidak diinginkan.
Rep: Nashih Nasrullah Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Viral di media sosial nasib tragis yang dialami seorang perempuan asal Medan berinisial ENS (30 tahun). ENS yang merupakan selebgram diketahui meninggal dunia usai menjalani operasi sedot lemak di salah satu klinik kecantikan di Depok, Jawa Barat. Jasad ENS sudah dikebumikan di Langkat, Sumatra Utara. Saat ini, pihak kepolisian sedang mendalami kasus tersebut.  

Baca Juga


Praktik sedot lemak juga menjadi salah satu pembahasan dalam perspektif syariah. Ismail Marhaba dalam Al-Bunuk ath-Tibbiyyah al-Basyariyyah wa Akhamuha al-Fiqhiyyah,  menegaskan, tak sembarang metode pengurangan ataupun penambahan berat badan dianggap sah dalam kaidah syariah.

Salah satunya yang dipersoalkan ialah sedot ataupun suntik lemak. Metode ini dilakukan dengan pengurangan ataupun penambahan lemak di bagian tertentu yang diinginkan.

Ia menguraikan, jika sedot ataupun suntik lemak tetap dilakukan dengan cara operasi, padahal memungkinkan untuk ditempuh dengan cara alami lainnya maka hukumnya tidak boleh. Ini seperti dinukilkan oleh para pakar fikih kontemporer, seperti Prof Mahmud Ali as-Sarthawi dalam bukunya Hukm at-Tasyrikh wa jarahat at tajmil.

Sedangkan, kasus yang kedua yaitu penyedotan atau penyuntikan lemak melalui jalan operasi pembedahan boleh dilakukan karena alasan darurat. Ini dengan catatan bila tidak terdapat metode lain yang tepat dan hanya ditempuh atas alasan pengobatan. Bukan karena alasan kecantikan atau lainnya. Para pakar fikih masa kini sepakat akan hal ini.

Liposuction merupakan tindakan medis untuk menghilangkan lemak di area tertentu (Foto: ilustrasi sedot lemak) - (Pxhere)

Lain halnya, bila operasi di atas ditujukan unyuk kecantikan atau bukan karena faktor pengobatan. Para ulama berbeda pendapat. Mayoritas ahli fikih masa kini tidak memperbolehkannya. Sedot atau suntik lemat dengan cara operasei pembedaan yang bertujuan bukan untuk pengobatan tidak boleh dilakukan.

Sejumlah nama setuju dengan pandangan ini, antara lain, Prof Muhammad bin Muhammad al-Mukhtar as-Syanqithi, Syekh Yusuf al-Qaradhawi, Syekh Hisamuddin Affanah, Syekh Usamah as-Shabagh, Syekh Adil Abd al-Jabbar.

Kubu yang kedua berpandangan dalam konteks kasus terakhir, hukumnya boleh saja dilakukan dengan syarat tertentu. Operasi itu, misalnya, harus tidak menimbulkan efek negatif bagi pasien, tidak mengubah bentuk fisik yang asli, dan tujuannya bukan untuk penguatan pergantian kelamin. Ini merupakan opsi yang dipilih oleh Prof Muhammad Utsman Syabir dalam risetnya yang berjudul Ahkam Jirahat at-Tajmil.

 

Penambahan berat badan atau pengurangan.. 

 

 

Prof Abd Al Karim Zaidan dalam bukunya Al Mufashshal fi Ahkam Al Marat mengungkapkan, secara prinsip, hukum penggemukan dan pengurangan berat badan diperbolehkan dalam Islam. Dalam karyanya yang terdiri dari sebelas jilid tersebut, Zaidan pun mengulas tentang itu.

 

Dalam kasus penambahan berat badan, dijelaskan bahwa seorang perempuan boleh menambah berat badannya, baik dengan cara mengonsumsi obat amaupun dengan metode lainnya yang dinyatakan aman secara medis. Menurutnya, apakah untuk tujuan pengobatan ataupun atas permintaan suaminya maka hukumnya sama saja boleh.

Dalam kajian fikih, lanjutnya, istilah penambahan berat badan dikenal dengan tasmin. Abu Dawud menukil riwayat dari Hisyam bin Urwah tentang praktik tasmin pada zaman Rasulullah SAW. Ketika Aisyah RA dinikahi Rasulullah, ibu dari perempuan yang berjuluk Khumaira (pipi kemerah-merahan) itu, ingin agar berat badan anaknya naik.

Aisyah sempat menolaknya hingga akhirnya ia diberi makan ibundanya ketimun dicampur kurma basah. Menu ini membuat berat badannya bertambah secara ideal. Dalil ini menunjukkan bahwa praktik tasmin sudah dikenal oleh para perempuan di Madinah kala itu. Mereka juga kerap melakukannya, baik untuk tujuan berobat maupun sekadar untuk penampilan.

Atas dasar hadis ini, para ulama memperbolehkan perempuan menambah berat badan mereka selama tidak membahayakan. Dalam kitab Al Fatawa Al Khaniyah, sebuah kumpulan fatwa mazhab Hanafi, disebutkan, perempuan yang mengonsumsi menu tertentu agar berat badan mereka naik, hal ini diperbolehkan. Abu Muthi Al Balkhi juga berpendapat demikian. Tak jadi soal bila seseorang hendak menggemukkan badan mereka.

Soal pengurangan berat badan, Prof Zaidan mengatakan, sebagaimana hukum menambah berat badan, program diet pun diperbolehkan dalam agama, sepanjang tidak berdampak negatif bagi kesehatan tubuh.

Berdiet untuk tujuan kesehatan ataupun atas saran dari suami keduanya memiliki konsekuensi hukum sama, yaitu boleh. Dalam prinsipnya, lemak yang berlebih diakibatkan pola makan yang tak sehat. Soal makan atau minum, Islam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan. Tidak kekurangan dan tidak pula kelebihan. “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.” (QS al-Araaf [7] : 31).

 

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler