Teka-teki tak Terjawab Ini yang Menurut Ahli Psikologi Forensik Buat Kasus Vina Jadi Rumit
Kasus Vina semakin rumit dengan munculnya narasi bahwa sejoli tersebut kecelakaan.
REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Kasus meninggalnya Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 semakin rumit dengan munculnya narasi bahwa sejoli tersebut meninggal murni karena kecelakaan. Spekulasi tersebut sebenarnya bisa dijawab dengan bukti-bukti elektronik yang pasti dipunyai penyidik.
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyatakan bahwa bukti komunikasi elektronik berperan penting untuk mengungkap fakta sebenarnya dalam kasus kematian Vina dan Eky. Menurutnya, bukti ini dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai keterlibatan para terpidana, termasuk Saka Tatal dalam peristiwa tersebut.
"Kita membutuhkan bukti komunikasi elektronik yang rinci, termasuk siapa yang berkomunikasi dengan siapa, mengenai apa, dan pada waktu kapan. Ini akan membantu kita memahami apakah para pelaku merencanakan pembunuhan atau tidak," ujarnya di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Rabu (31/7/2024).
Reza hadir sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) kasus pembunuhan Eky dan Vina, yang diajukan oleh pemohon Saka Tatal di PN Cirebon. Reza menyampaikan, apabila kasus ini benar merupakan pembunuhan berencana, pasti ada komunikasi antarpelaku, baik melalui telepon atau sarana komunikasi lainnya.
Selain itu, Reza menyoroti pentingnya bukti elektronik dari para korban untuk menangkap indikasi kegelisahan mereka pada saat kejadian seperti rasa takut, cemas, panik, atau upaya mencari pertolongan. Ia juga sangat menyayangkan atas tidak dihadirkannya bukti elektronik tersebut dalam persidangan yang mengadili Saka Tatal serta ketujuh terpidana lainnya pada 2016 dan 2017. Inilah yang menjadi teka-teki yang tak terjawab.
"Saya merasa bukti elektronik itu sudah ada, karena Polda Jabar pasti melakukan ekstraksi terhadap ponsel seluruh pihak terkait pada malam (kejadian),” katanya.
Menelusuri profil psikologis kedua korban.. baca selengkapnya di halaman selanjutnya.
Keberadaan bukti tersebut, kata dia, sangat penting guna menyimpulkan apakah benar terjadi pembunuhan berencana dan pemerkosaan atau tidak. Reza menuturkan, penting juga untuk mengetahui profil psikologis kedua korban, guna menentukan apakah keberadaan sperma pada tubuh Vina merupakan hasil dari aktivitas seksual paksaan atau kesepakatan.
"Jika sperma itu dihasilkan dari aktivitas paksaan, maka jelas ada pemerkosaan. Namun, jika dari aktivitas yang mau sama mau, maka itu bukan pemerkosaan dan bukan pidana,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa proses persidangan termasuk upaya PK dari pihak pemohon, harus mengandalkan pembuktian yang saintifik, bukan hanya keterangan. Reza pun menyarankan agar majelis hakim PN Cirebon, perlu menguji semua hipotesis yang ada untuk mencari kebenaran dalam kasus ini.
"Keterangan bukan tidak berguna, tetapi jangan terlalu mengandalkan keterangan tanpa dukungan pembuktian yang kuat. Kita harus berhati-hati, karena dari keterangan palsu bisa berujung pada dakwaan keliru dan menghukum orang yang tidak bersalah," ucap dia.