Sayap Kanan Ketakutan, Benarkah Inggris akan Jadi Negara Mayoritas Muslim?
Pertanyaannya bukan apakah Inggris akan jadi mayoritas Muslim, tetapi kapan.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Kerusuhan besar-besaran di Inggris sepanjang akhir pekan lalu dipicu ketakutan di kalangan sayap kanan Inggris bahwa negara mereka diambil alih Muslim. Absahkah ketakutan tersebut?
Hal ini bisa dilihat dari penelitian Pierre Rostan and Alexandra Rostan dari Higher Colleges of Technology di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, yang dilansir pada 2019 lalu. Mereka menggunakan proyeksi dengan sejumlah skenario.
Dalam skenario pertama, dihitung kapan umat Islam akan menjadi mayoritas ( di atas 50 persen populasi) di Eropa jika imigrasi dihentikan sama sekali. Dalam skenario itu, negara Eropa yang akan menjadi mayoritas Muslim pertama adalah Belgia (tahun 2175) disusul Bulgaria (tahun 2160), Siprus (tahun 2175), Prancis (tahun 2165), dan Swedia (tahun 2170). Sementara Inggris, merujuk skenario ini, baru jadi negara mayoritas Muslim pada 2195.
Jika dihitung dengan skenario kedatangan imigran, Inggris juga tak berada di papan atas negara Eropa yang akan jadi mayoritas Muslim. Di puncak, ada Ciprus yang akan jadi mayoritas Muslim pada 2065 dan Yunani pada 1085. Sementara Inggris baru menjadi mayoritas Muslim dengan skenario ini pada 2165.
Saat ini, sekitar 5 persen dari penduduk Eropa adalah Muslim. Ada dua faktor utama yang mendorong pertumbuhan lekas Muslim di Eropa. Pertama, tingkat kesuburan populasi Muslim lebih tinggi dibandingkan komunitas di Eropa lainnya. Selanjutnya, tingginya kedatangan imigran yang mencapai puncaknya pada tahun 2015. Para pengungsi datang terutama dari negara-negara Muslim di seberang Laut Mediterania atau lewat darat melalui Eropa Tenggara.
Studi yang dilakukan oleh American Pew Research Center yang memperkirakan bahwa pada tahun 2050, persentase umat Islam akan mencapai jumlah tersebut. Muslim akan mencapai 20 persen di Jerman, 18 persen di Prancis, dan 17 persen di Inggris.
Merujuk sensus yang dilakukan Muslim Council of Britain, ada sejumlah statistika terkait Muslim di Inggris. Pertama, Muslim Inggris yang berusia di bawah 16 tahun jumlahnya hampir dua kali lipat dari keseluruhan populasi, yang menunjukkan tren demografi kaum muda.
Selain itu, mayoritas (51 persen) Muslim di Inggris dan Wales adalah kelahiran Inggris, dan sebagian besar (75 persen) mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Inggris. Lebih dari 90 persen umat Islam fasih berbahasa Inggris atau menganggapnya sebagai bahasa utama mereka.
Meskipun populasi Muslim sebagian besar berasal dari etnis Asia Selatan dan Afrika, populasi Muslim tersebar di berbagai kelompok etnis, termasuk komunitas Gipsi Roma yang berpindah-pindah. Terdapat peningkatan yang signifikan dalam pencapaian pendidikan, dengan 32,3 persen umat Islam memiliki kualifikasi tingkat sarjana pada tahun 2021, dibandingkan dengan 24 persen pada tahun 2011, yang sebagian besar didorong oleh lebih besarnya partisipasi perempuan Muslim dalam pendidikan tinggi.
Meskipun ada kemajuan dalam bidang pendidikan, bayi baru lahir dari keluarga Muslim sebagian besar dilahirkan di daerah tertinggal, dengan prospek mobilitas sosial yang terbatas, terutama terlihat pada pekerjaan eselon yang lebih tinggi. Populasi Muslim masih terkonsentrasi di wilayah perkotaan yang tertinggal, sehingga memerlukan peningkatan perhatian dan inklusi dalam strategi peningkatan level pemerintah di masa depan.
Sebelumnya, sensus penduduk terbaru Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) yang dilansir pada Selasa (29/11/2022) menunjukkan tren peningkatan pemeluk agama Islam yang signifikan di Inggris dan Wales. Selain itu, untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemeluk agama tradisional di Inggris dan Wales, yakni Kristen, terus anjlok hingga kini tak lebih dari 50 persen.
Dalam sensus yang digelar pada 21 Maret 2021 tersebut, secara keseluruhan pemeluk agama-agama di Inggris mengalami penurunan. Hanya Islam yang secara stabil terus mencatatkan peningkatan pemeluk secara signifikan.
Dalam lansiran ONS, jumlah Muslim di Inggris dan Wales melonjak dari 2,7 juta orang (4,9 persen populasi) pada 2011 menjadi 3,9 juta jiwa (6,5 persen populasi). Jumlah umat Islam ini paling banyak bertumbuh di perkotaan, dan masih didominasi oleh etnis imigran yang kini telah mencapai generasi kedua atau ketiga.
Sementara itu, untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemeluk Kristiani tak lagi mencapai angka 50 persen di Inggris dan Wales. Artinya, secara resmi agama itu bukan lagi mayoritas di kedua wilayah tersebut.
Sensus mencatat, kini tinggal 46,2 persen penduduk Inggris dan Wales (27,5 juta) yang mengaku beragama Kristen. Jumlah ini adalah penurunan signifikan dari 59,3 persen (33,3 juta) pada 2011.
Penurunan jumlah pemeluk Kristiani ini disumbang utamanya oleh lonjakan warga yang ogah beragama. Sebanyak 37,2 persen (22.2 juta orang) warga Inggris dan Wales kini menyatakan tak beragama. Jumlah itu melonjak dari 25,2 persen (14,1 juta orang) pada 2011.
Dalam lansiran ONS disampaikan bahwa banyak faktor pada komunitas berbeda yang menentukan tren tersebut. "Pola usia yang berbeda, tingkat kesuburan, tingkat kematian, dan migrasi. Perubahan ini bis ajuga terjadi karena perbedaan masing-masing orang memberikan jawaban." tertulis dalam laporan tersebut.
Professor Linda Woodhead dalam pidato tahunannya untuk media antariman di Inggris, Religion Media Centre, pada September 2022 lalu memprediksi merujuk sensus di atas, Islam akan terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat di Inggris. berbeda dengan sensus yang dilansir ONS, Prof Woodhead menghitung populasi Muslim di Inggris sedianya bisa mencapai 8 persen saat ini.
Ia juga meyakini Islam akan jadi pemain signifikan dalam lanskap beragama di Inggris pada masa-masa mendatang. Prof Woodhead mengenang, pada 1970-an umat Islam belum begitu terlihat di Inggris. Perlahan, generasi-generasi pertama itu membangun infrastruktur islami seperti rumah potong halal dan masjid-masjid serta sekolah. Generasi kedua Muslim Inggris kemudian mulai mendirikan organisasi masyarakat madani dan lembaga-lembaga amal.
Saat ini, umat Islam Inggris kian percaya diri dengan banyaknya pejabat publik dan politikus dari komunitas tersebut. Selain itu, anak-anak muda Muslim juga secara signifikan menempuh pendidikan tinggi, membaur dengan berbagai etnis, serta menciptakan kultur Islami yang khas Inggris seperti kuliner, fesyen, dan budaya populer.
"Keluaran budaya Muslim Inggris dilihat keren secara global dan mulai diperhatikan," kata Prof Woodhead. Menurut penelaahannya, hanya komunitas Muslim di Inggris yang memenuhi semua syarat untuk bertumbuh secara signifikan dari segi komunitas, institusi, dan keimanan. "Islam akan menjadi bagian paling vital dari umat beragama di negara ini, dan itu potensi yang menakutkan bagi mereka-mereka yang tak mengenal Islam," ujar dia melanjutkan.