Satgas Damai Cartenz: Pilot Asal Selandia Baru Ditembak, Dibakar oleh OPM di Distrik Alama
Pembunuhan terhadap pilot Glen Malcolm Conning terbilang kejam.
Dok. Ops Damai Cartenz
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah
REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA — Pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata Papua Merdeka terhadap pilot helikopter Glen Malcolm Conning di Distrik Alama, Mimika, terbilang kejam. Satuan Tugas (Satgas) Operasi Damai Cartenz mengungkapkan, pilot berkebangsaan Selandia Baru tersebut, tewas mengenaskan dengan cara ditembak, dan dibacok, lalu dibakar. Pilot tersebut dikatakan dibakar bersama-sama dengan helikopter milik PT Intan Angkasa Air Service pada Senin (5/8/2024) waktu Papua Tengah.
Baca Juga
Hal tersebut disampaikan oleh Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz Komisaris Besar (Kombes) Bayu Suseno dalam penjelasan resmi perihal peristiwa nahas tersebut.
Kombes Bayu menerangkan, Glen Malcolm adalah pilot usia 50 tahun asal Selandia Baru yang bekerja untuk PT Intan Angkasa Air Service dan menetap sementara di Mimika. Pada Senin (5/8/2024) pagi sekitar pukul 09:30 WIT, helikopter jenis IWN MD 500 ER PK yang dipiloti Glen Malcolm akan terbang dari Bandara Moses Kilangin Timika menuju ke Distrik Alama.
Helikopter tersebut, menurut manifes, terdiri dari empat penumpang. Yaitu dua orang dewasa yang merupakan tenaga kesehatan (nakes) atas nama Kalariak Gwijangge dan Damianus Pakage. Sedangkan dua penumpang lainnya, adalah seorang bayi bernama Hasmaya, dan Naomi Kambu yang masih kategori anak-anak.
Kombes Bayu mengatakan, setelah helikopter yang dipiloti oleh Glen Malcolm tiba di Distrik Alama sekitar pukul 10:00 WIT sudah tampak segerombolan orang bersenjata di lokasi pendaratan.
“Informasi yang diterima oleh Satgas Damai Cartenz dari seorang saksi D, dijelaskan bahwa pada saat helikopter tiba di Distrik Alama, para penumpang dan pilot langsung dihadang oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB),” kata Kombes Bayu.
“Sekelompok KKB itu menggunakan senjata api saat mencegat helikopter yang melakukan pendaratan,” ujar Kombes Bayu.
Setelah pilot Glen Malcolm mendaratkan helikopter secara sempurna, kelompok bersenjata itu langsung memerintahkan seluruh penumpang yang ada di dalam helikopter untuk keluar. Termasuk pilot Glen Malcolm, bersama empat penumpang itu dibawa ke tengah-tengah lokasi pendaratan helikopter tersebut.
“Setelah pilot dan penumpang diturunkan dari helikopter, dan dikumpulkan di lapangan, tepatnya di sekitar lokasi pendaratan helikopter, setelah itu KKB langsung melakukan pembunuhan terhadap pilot, dengan cara ditembak, dan seterusnya dibacok. Selanjutnya, jenazah pilot dibawa kembali ke helikopter, kemudian dibakar bersama-sama dengan helikopter tersebut,” ujar Kombes Bayu.
Sementara empat penumpang helikopter lainnya itu, kata Kombes Bayu setelah kejadian pembunuhan terhadap Glen Malcolm tersebut dibiarkan selamat. Hal tersebut, kata Kombes Bayu lantaran keempatnya adalah merupakan warga asli dari Distrik Alama.
“Keempat penumpang lainnya, selamat. Karena diketahui bahwa keempat penumpang tersebut adalah warga setempat, warga Distrik Alama,” kata Kombes Bayu.
Sementara Kepala Satgas Operasi Damai Cartenz Brigadir Jenderal (Brigjen) Faizal Ramadhani, pada Senin (5/8/2024) malam menyampaikan, pasukannya masih belum berhasil menembus ke lokasi kejadian. Kondisi tersebut, dikatakan Brigjen Faizal, mengingat Distrik Alama adalah salah-satu wilayah yang paling sulit ditembus, dan paling terisolir di Papua Tengah.
“Satu-satunya akses ke sana hanya dapat diakses menggunakan helikopter. Dan sampai saat ini (Senin malam) pasukan belum ada yang ke sana,” begitu ujar Brigjen Faizal.
Namun begitu, kata Kombes Faizal, Satgas Operasi Damai Cartenz, sudah mendapati seluruh informasi tentang peristiwa tersebut. Ia memastikan, penegakan hukum yang akan dilakukan.
Pembunuhan terhadap Glen Malcolm pilot asal Selandia Baru di Distrik Alama ini, sepertinya menjadi aksi brutal penghilangan nyawa pertama warga negara asing yang dilakukan kelompok separatis Papua Merdeka dalam 20 tahun terakhir.
Pada Februari 2023, kelompok separatis juga melakukan penyerangan terhadap maskapai penerbangan sipil, Susi Air di Lapangan Paro, Nduga, Papua Pegunungan. Penyerangan oleh kelompok bersenjata Egianus Kogeya itu menyandera Kapten Philips Mark Marthens yang juga pilot berkebangsaan Selandia Baru. Sampai hari ini, Kapten Philip belum berhasil dibebaskan.
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) belum dapat memastikan pihaknya adalah pelaku penyerangan dan pembunuhan terhadap pilot Glen Malcom. Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengatakan, hingga Senin (5/8/2024) malam belum ada sayap bersenjata kelompok Papua Merdeka di wilayah Papua Tengah yang memberikan laporan resmi terkait penyerangan tersebut ke markas TPNPB-OPM.
“Belum ada laporan resmi yang sampai ke kami dari medan perang mengenai peristiwa di Distrik Alama. Oleh karena itu, kami belum bisa sampaikan pernyataan, dan siaran pers,” kata Sebby saat dihubungi Republika dari Jakarta, pada Senin (5/8/2024) malam.
Namun begitu, Sebby menegaskan, kabar dari masyarakat tentang pembunuhan pilot helikopter asal Selandia Baru tersebut memang sudah didengar oleh markas pusat TPNPB-OPM.
Sebby mengatakan, jika benar penyerangan tersebut dilakukan oleh kelompok TPNPB-OPM, tindakan tersebut tentu beralasan. Sebab kata dia, Distrik Alama adalah bagian dari wilayah yang menjadi zona perang kelompok Papua Merdeka itu dengan pihak Indonesia.
Pun zona perang tersebut, kata Sebby sudah berkali-kali TPNPB-OPM ingatkan kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI), maupun Polri agar melarang seluruh penerbangan sipil, dan kegiatan-kegiatan sipil. Karena itu, menurut Sebby, TPNPB-OPM akan membenarkan jika pasukannya yang memang nantinya terbukti melakukan penyerangan dan pembunuhan itu.
“Kalau memang itu nantinya benar bahwa itu (penyerangan dan pembunuhan) dilakukan pasukan TPNPB - OPM, maka wilayah itu bagian dari larangan terbang, dan larangan pembangunan. Bahwa wilayah itu adalah bagian dari wilayah larangan terbang bagi seluruh pesawat (dan helikopter sipil),” kata Sebby.
Maka, yang semestinya bertanggung jawab atas kejadian tersebut adalah, tuding Sebby, adalah pihak TNI maupun Polri. “Apapun aktivitas sipil di wilayah perang harus dihentikan selama menunggu perundingan dengan Indonesia. Tetapi, ketika mereka masuk, maka itu tanggung sendiri, dan yang tanggung itu adalah TNI dan Polri sendiri, kenapa mereka izinkan pesawat (helikopter) masuk,” begitu ujar Sebby.
Alih-alih bertanggung jawab atas penyerangan dan pembunuhan tersebut, Sebby menegaskan kecurigaannya atas peristiwa tersebut. Sebab kata Sebby, dari informasi yang diterimanya, pilot helikopter yang ditembak mati tersebut, Glen Malcolm Conning, adalah warga negara Selandia Baru.
Sebby mengatakan, dalam satu setengah tahun terakhir, sejak Februari 2023, TPNPB-OPM masih melakukan penyanderaan terhadap pilot Susi Air yang juga asal Selandia Baru. Yakni Kapten Philip Mark Marthens. Menurut Sebby, masuknya pilot lain asal Selandia Baru ke zona perang TPNPB-OPM dengan TNI-Polri di Distrik Alama, dapat diduga sebagai tindakan spionase.
“Dan kami curiga, kenapa pilot Selandia Baru yang sudah kami tahan (Kapten Philip), dan kemudian ini pilot Selandia Baru yang masuk (Glen Malcolm). Itu kami anggap dia (Glen Malcolm) mata-mata untuk masuk memata-matai pasukan kami di medan perang. Wilayah itu (Dstrik Alama) adalah bagian dari konflik bersenjata yang sudah kami umumkan larangan masuk,” begitu ujar Sebby.
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler