Ada Pesan Rahasia di Pidato Pengunduran Diri Airlangga Hartarto?

Airlangga berulang kali mengatakan soal demokrasi Partai Golkar.

dok partai golkar
Presiden Jokowi dan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto saat sarapan bareng di kawasan Kebun Raya Bogor, Sabtu (6/1/2024).
Rep: Stevy Maradona Red: Stevy maradona

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto mengundurkan diri pada Sabtu (10/8/2024) malam. Pengumuman pengunduran diri ia sampaikan lewat video pada Ahad siang. Dalam video itu, Airlangga memberitahukan sejumlah hal, selain kabar pengunduran dirinya. Adakah pesan rahasia yang tersirat dalam pidato itu?


Pidato Airlangga padat dan jelas. Ia membuka dengan langsung mengatakan mengapa ia harus mengundurkan diri. "..untuk menjaga keutuhan Partai Golkar," kata putra sesepuh Golkar Orde Baru, Hartarto ini.

Namun kemudian, Airlangga memberi alasan kedua, yakni, "...memastikan stabilitas pemerintahan yang akan terjadi dalam waktu dekat." 

Alasan ini cukup menarik dicermati. Karena secara politis di permukaan, Golkar merupakan lokomotif, selain Gerindra, dari Koalisi Indonesia Maju yang memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Baik petinggi parpol beringin maupun parpol berlambang garuda itu di muka publik tidak mempersoalkan stabilitas transisi pemerintahan. Sejauh ini transisi berjalan baik. Sudah ada pernyataan dari Presiden Joko Widodo maupun Presiden terpilih Prabowo Subianto terkait transisi ini, sudah pula berkomentar memastikan perpindahan kekuasaan berjalan mulus. Tim pun sudah dibentuk dan ditempel di beberapa kementerian, seperti di Kementerian Keuangan yang merupakan salah satu kunci pemerintahan.

Yang juga menarik adalah penggunaan kata dalam kalimat. Ada empat kata yang Airlangga ulang terus menerus sehingga menonjol di dalam pidatonya, yakni 'demokrasi'.  

Kalimat pertama adalah: 'Demokrasi harus kita kawal'.

Kalimat kedua adalah: 'Partai politik adalah pilar demokrasi kita'

Kalimat ketiga adalah: 'Kita harus memastikan bahwa demokrasi kita terus berjalan...".

Kalimat terakhir adalah: 'Partai Golkar sejauh ini telah menjadi kebanggaan kita semua serta menjadi kekuatan terdepan demokrasi Indonesia".

Perhatikan bagaimana Airlangga menggunakan kata 'demokrasi' dan kata 'kita'. Kata 'kita' di sini barang tentu mengacu pada kader beringin. Karena terhadap kader lah video pengunduran diri itu dibuat dan ditujukan. Namun kemudian ada beberapa kata kerja yang menarik karena konteks politik, misal: Airlangga meminta kader mengawal demokrasi, Airlangga mengajak kader harus memastikan demokrasi berjalan, dan Airlangga menilai kader dan partai adalah kekuatan demokrasi negara ini.

Yang juga mencuat adalah penggunaan kata 'demokrasi' tampak ironis dan kontradiktif dengan situasi pengunduran diri Airlangga. Airlangga dipilih berdasarkan prosedur partai dan sesuai anggara dasar dan anggara rumah tangga partai. Namun akhirnya ia justru tidak diganti mengacu pada aturan demokrasi partai itu. Yang sebetulnya bisa saja, karena toh wacana pergantian sudah meruap sejak tahun lalu, yang akan dihelat akhir tahun ini. 

Mengapa hal ini dibiarkan oleh internal partai Golkar? Mengapa hal ini didiamkan oleh tokoh-tokoh politik di dalam pemerintahan?

Golkar adalah partai yang besar dan sudah teruji dari angin kencang, terutama di era awal reformasi. Pergantian pucuk pimpinan partai berlambang beringin ini memang selalu menghangat. Namun sejarahnya memperlihatkan tidak pernah ada ketum Golkar yang mundur, kecuali tersangkut kasus. 

Mulai dari Akbar Tandjung ke Jusuf Kalla di periode 1998-2004. Lalu JK ke tangan Aburizal Bakrie di 2009-2014, dan 2016. Sempat terjadi dualisme kepemimpinan dengan Agung Laksono, namun bisa diselesaikan secara internal. Ical kemudian menyerahkan ke Setya Novanto 2016-2017, yang hanya berjalan setahun karena Setnov terganjal kasus korupsi e-KTP. Baru setelah itu Airlangga naik kursi panas Golkar sampai 2024. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler