Mundurnya Airlangga Bisa Jadi Titik Balik Golkar Seperti Masa Orba
Pengunduran diri Airlangga bisa saja mengubah tata kelola kepartaian.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto resmi mengumumkan pengunduran dirinya sebagai pemimpin partai. Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati menilai, pengunduran diri Airlangga bisa saja mengubah tata kelola kepartaian, bahkan bisa menjadi titik balik bagi Partai Golkar seperti pada masa orde baru.
“Kita tidak tahu pasca-keputusan Pak Airlangga ini kemudian apakah model pengorganisasian Partai Golkar kemudian akan kembali lagi ke periode orde baru dulu, ketika sentralistik menjadi sangat kuat, peranan ketum itu menjadi sangat dominan, sehingga tidak memberi ruang bagi perbedaan kelompok di internal Golkar. Kalau itu yang terjadi, saya kira itu mungkin menjadi titik balik Golkar,” kata Sukmajati, Senin (12/8/2024).
Sukmajati menyebut, mundurnya Airlangga sebagai Ketum Golkar tentu akan menimbulkan dinamika di internal Golkar. Meski, menurutnya konflik yang terjadi di internal partai politik di Indonesia bukan merupakan kasus yang baru, termasuk di tubuh Golkar.
“Saya kira secara tata kelola kepartaian Golkar akan setback kembali ke pengelolaan Golkar ke periode orde baru dulu yang itu sangat sentralistik, yang itu sangat tergantung pada figur-figur tertentu,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, pada masa orde baru, pengelolaan Golkar diwarnai dengan banyak perpecahan internal. Berbeda dengan pengelolaan Golkar di masa reformasi, di mana Golkar sudah memiliki banyak faksi.
“Periode reformasi ini, Golkar sudah memiliki banyak faksi yang kekuatannya hampir sama. Jadi ada istilahnya balance of power diantara faksi-faksi di dalam Partai Golkar ini,” ucap Sukmajati.
Dengan kemunduran Airlangga sebagai ketum, tentu internal partai akan merespon hal tersebut. Menurut Sukmajati, pihak internal partai akan melakukan pemilihan ketua atau pengurus sementara, dan dimungkinkan akan ada kontestasi dalam internal partai tersebut.
“Itu pasti akan ada kontentasi pada faksi-faksi ini, bahkan mungkin bisa saja situasi ini bisa mengundang kekuatan-kekuatan di luar Golkar untuk kemudian menjadi bagian dari pertarungan untuk memperebutkan jabatan pengurus sementara itu,” jelas Sukmajati.