Kinerja Buruk dan Saham Anjlok, Starbucks Ganti CEO

Kinerja Starbucks terdampak adanya serangan Israel ke Gaza dan boikot konsumen.

Republika/Putra M. Akbar
Seorang anak bersepeda di dekat gerai Starbucks.
Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Starbucks secara mengejutkan menunjuk bos Chipotle Mexican Grill, Brian Niccol untuk menjadi CEO barunya. Langkah Starbucks merekrut Niccol yang dikenal sukses menghidupkan kembali Chipotle berdampak positif terhadap saham Starbucks yang langsung melonjak 24 persen pada Selasa (13/8/2024).

Baca Juga


Niccol menggantikan Laxman Narasimhan, yang masa jabatannya hanya bertahan satu setengah tahun. Ketika Narasimhan menjabat, kinerja Starbucks terus mengalami tantangan dan saham perusahaan ikut merosot hingga hampir seperempat nilainya.

Kinerja Starbucks terdampak adanya serangan Israel ke Gaza dan boikot konsumen di negara-negara Muslim terhadap merek-merek dari Barat. Starbucks dan dan jenama lain seperti McDonald’s dianggap mempunyai keterkaitan dan memberikan dukungan kepada Israel. Rentetan peristiwa ini membuat Starbucks mengutak-atik strategi termasuk mencopot pucuk pimpinannya agar penjualan bisa kembali membaik.

Narasimhan mewarisi sejumlah tantangan di perusahaan kopi raksasa itu, yang telah mendapat tekanan dari investor Elliott Investment Management untuk meningkatkan bisnisnya. Starbucks juga menderita akibat meningkatnya persaingan dan melemahnya permintaan di Amerika Serikat dan China.

Pengangkatan Niccol dinilai bisa memberikan kesuksesan bagi Starbucks, karena penjualan tahunan Chipotle telah melonjak sejak ia bergabung pada tahun 2018, dan sahamnya telah meningkat lebih dari tiga kali lipat selama lima tahun terakhir.

"Ini adalah kemenangan penting bagi Starbucks. Niccol telah mendapatkan rasa hormat dan kepercayaan dari komunitas investasi dan akan diberikan keleluasaan yang sangat dibutuhkan untuk melakukan investasi dan waktu untuk mengubah Starbucks," kata analis BTIG Peter Saleh dikutip dari Reuters.

Sejumlah massa membentangkan spanduk produk Israel yang diboikot saat melakukan Aksi Bela Palestina di depan Kedutaan Besar Mesir, Jakarta, Ahad (19/5/2024). - (Republika/Putra M. Akbar)

Starbucks telah berada di bawah tekanan dari Elliott, yang telah mengoleksi saham perusahaan senilai 2 miliar dolar AS. Lembaga investasi tersebut telah menyarankan Starbucks untuk memperluas jajaran direksi dan menjadikan eksekutif Elliott Jesse Cohn sebagai direktur, meskipun tidak menuntut perubahan CEO.

Sebelumnya diberitakan, Starbucks mengalami penurunan penjualan secara global dalam setahun terakhir. Penurunan total laba bersih sebesar satu persen pada kuartal II 2024 yoy menjadi 9,1 miliar dolar AS atau setara Rp 149 triliun. Meskipun sebenarnya terjadi peningkatan sebesar 6 persen dari kuartal sebelumnya.

Penjualan global yang sejenis juga turun tiga persen dibarengi dengan jumlah pengunjung turun lima persen. Data itu merupakan penurunan penjualan Starbucks pada kuartal kedua berturut-turut. Starbucks juga menghadapi persaingan yang lebih ketat di segmen kopi siap saji AS, terutama dari operator kopi drive thru yang berkembang pesat

Dikutip dari CNN News, tercatat total transaksi di toko-toko Amerika Utara yang buka setidaknya selama setahun turun enam persen pada kuartal tersebut. Penurunan ini dibarengi dengan harga kopi yang terlalu mahal di tengah kondisi inflasi.

Lantaran harga minuman kopi yang mahal, membuat konsumen yang membeli minuman serta makanan di Starbucks semakin berkurang. Terlebih pesaing Starbucks banyak juga yang melakukan berbagai inovasi dengan menyediakan layanan pesan-antar dan meningkatnya jaringan kopi drive-thru.

Sebelumnya, Starbucks juga harus menerbitkan penjelasan untuk membantah keterkaitannya dengan konflik di Gaza. Mantan CEO Starbucks Howard Schultz menegaskan, tidak memberikan dukungan finansial kepada pemerintah Israel maupun Angkatan Darat Israel dengan cara apa pun.

Pernyataan ini dirilis Starbucks di tengah gelombang boikot yang melanda gerai kopi asal Amerika Serikat tersebut. Aksi boikot marak dilakukan sejak Oktober tahun lalu untuk melawan perusahaan-perusahaan yang dinilai mendukung genosida Israel.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler