Jadi Tokoh Perbukuan, Begini Pidato KH Hasan Sahal Gontor

KH Hasan Sahal Gontor imbau semua orang banyak baca dan menulis.

Republika/Prayogi
KH Hasan Abdullah Sahal.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengasuh Pondok Modern Darussalam Gontor KH Hasan Abdullah Sahal dinobatkan menjadi tokoh perbukuan 2024 oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta dalam perhelatan Islamic Book Fair di JCC Jakarta.

Baca Juga


Dalam acara yang digelar pada Rabu (14/8/2024) itu, Kiai Hasan berpidato di hadapan ratusan orang. Mereka terdiri dari penerbit, sponsor kegiatan perbukuan seperti pengusaha dan perbankan, pengasuh pesantren, penulis, pers, dan santri.

Ketua IKAPI DKI Jakarta Hikmat Kurnia bersama perwakilan Kerajaan Arab Saudi Osama Shuaibi berdiri bersama Kiai Hasan di panggung untuk menobatkan putra pendiri Pesantren Gontor KH Ahmad Sahal tersebut menjadi tokoh perbukuan. Osama memberikan hadiah spesial, kunci ka’bah kepada Kiai Hasan. Ini merupakan cinderamata unik bernilai tinggi. Barang antik tersebut hanya ada di Arab Saudi dan hanya segelintir orang yang mendapatkan cinderamata tersebut.

Dalam sambutannya, Hikmat Kurnia mengingat pesan Kiai Hasan yang sederhana, tapi banyak diketahui dan diamalkan puluhan ribu alumni Gontor dari dalam maupun luar negeri. “Saya ingat Kiai Hasan pernah menyampaikan, yang penting berbuat baik, jangan manfaatkan hidup ini untuk yang tidak baik,” ujar Hikmat di podium panggung utama IBF.

Kebaikan di sini bermakna perbuatan yang sesuai dengan aturan agama dan negara serta memberikan maslahat kepada orang lain, bahkan banyak insan. Dengan begitu, kebaikan akan tertanam dalam hati, bahkan menjadikan orang lain lebih baik lagi. Juga mewarnai kehidupan dari yang semula jauh dari nilai moral dan hati nurani, menjadi seirama dengan ilmu dan tradisi luhur bangsa ini.

Hikmat mengingatkan semua orang, bahwa Bangsa Indonesia dibangun oleh pembaca buku, merdeka karena didorong semangat yang bermuara dari bacaan berkualitas, sehingga berdiri sendiri dan lepas dari belenggu penjajahan. “Tugas kita saat ini adalah melestarikan segala kebaikan dan warisan luhur pendahulu mereka yang merupakan pembaca buku yang luar biasa hebat,” kata Ketua IKAPI Jakarta tersebut.

Pidato KH Hasan Sahal Pengasuh Gontor

Dalam pidatonya, cucu Kiai Santoso Anom Besari ini menjelaskan, kewajiban semua orang saat ini adalah membaca dan menulis. “Tulislah apa yang ada dalam dirimu, yang engkau miliki, yang engkau ketahui, tapi dengan hati nurani,” kata jebolan Universitas Islam Madinah tersebut.

Hati nurani menjadi stressing point, sebab suara hati yang jernih akan menghasilkan bacaan dan tulisan yang menenangkan hati, menginspirasi orang lain untuk berbuat baik, bahkan mengubah mereka menjadi insan yang semakin bertakwa.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

Penekanan hati nurani menjadi strategis saat ini, karena dunia internasional banyak yang meninggalkan hati nurani. “Illa man rahima rabbi (kecuali yang disayang Allah,-red)” kata Kiai Hasan.

Dia menyebutkan salah satu energi mendasar untuk menghasilkan bacaan dan tulisan berkualitas, yaitu husnuz zhan kepada Allah alias berprasangka baik kepada Allah. Meski yang dialami seseorang tidak sesuai dengan yang diharapkan, hendaknya orang tersebut tetap berprasangka baik kepada Allah, sebab di dalam hal itu ada hikmah dan pelajaran langsung dari Allah.

Setiap orang dianjurkannya untuk banyak membaca dan menulis agar hati nurani terisi dengan cahaya Allah. Kalau tidak membaca, kata Kiai Hasan, maka orang akan mudah disesatkan oleh iblis dan Dajjal.

“Baca dan tulis (segala sesuatu,-red) dengan qalbun salim (hati yang bersih,-red)” kata Kiai Pondok Modern Darussalam Gontor itu.

Penafsir Alquran Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan maksud qalbun salim adalah sebagai berikut:

Hati yang selamat, maksudnya adalah hati yang selamat dari syirik, keraguan, cinta kepada keburukan, suka melakukan bid’ah dan dosa, dan keselamatannya drai hal-hal tersebut mengharuskannya berpegang teguh kepada lawan-lawannya, berupa ikhlas, ilmu, yakin, cinta kepada kebaikan dan menghiaskannya di dalam hati, dan mengharuskan kehendak dan kecintaannya mengikuti cinta Allah, dan hawa nafsunya mengikuti apa saja yang datang dari Allah.

Dulu Jas Merah, sekarang?

Kiai Hasan juga menjelaskan banyak orang sering membicarakan ‘Jas Merah’ yang merupakan akronim dari jangan sekali-kali melupakan sejarah. Namun hari ini, bukan sekadar Jas Merah. “Setiap orang harus cerdas menyikapi sejarah, karena kita akan membangun sejarah,” kata Kiai Hasan.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler