DPR: Putusan MK Hanya Berlaku untuk Partai Nonparlemen

PDIP protes, RUU Pilkada bahwa partai parlemen tetap mengacu ke aturan lama.

Republika.co.id
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Achmad Baidowi.
Rep: Bayu Adji Prihammanda Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (Panja RUU) tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menyepakati perubahan ambang batas dalam pencalonan kepala daerah sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024. Namun, aturan baru itu hanya berlaku hanya untuk partai nonparlemen.

Baca Juga


Hal itu tertuang dalam daftar inventerisasi masalah (DIM) Pasal 40 RUU Pilkada. Dalam DIM itu, partai politik atau gabungan partai politik dalam parlemen tetap harus memenuhi 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah untuk mencalonkan kepala daerah. Ambang batas dengan rentang 6,5-10 persen hanya berlaku untuk partai nonparlemen.

"Ini kan sebenarnya mengadopsi putusan MK yang mengakomodasi partai nonparlemen bis mencalonkan kepala daerah. Jadi sudah bisa juga mendaftarkan ke KPU, yang sebelumnya tidak bisa. Bisa setuju ya?" kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi dalam Rapat Panja RUU Pilkada di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).

Anggota Baleg dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin menilai, Pasal 40 RUU Pilkada itu bertentangan dengan putusan MK. Pasalnya, hanya partai nonparlemen yang bisa mencalonkan dengan ambang batas sesuai putusan MK. Sementara partai parlemen tetap mengacu ke aturan lama.

"Ya di dalam pasal ini, sebagai contoh saya akan sebutkan disini bahwa tetap saja aturan itu harus 20 persen dari partai atau gabungan partai. Ketentuan Pasal 40 diubah menjadi sebagai berikut, partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolahan suara," kata Hasanuddin.

Dalam Pasal 40 RUU Pilkada, putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 hanya berlaku untuk partai politik atau gabungan partai politik yang tidak yang tidak memiliki kursi di DPRD. Artinya, ada perbedaan syarat mencalonkan kepala daerah antara partai parlemen dan nonparlemen.

"Ini bertentangan dengan putusan MK. Nah kalau keputusan MK itu adalah ya untuk semua kan ya? Di sini hanya ditulis untuk yang tidak memiliki kursi. Begitulah," kata Hasanuddin.

Bukan batalkan keputusan MK...

Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI Dave Laksono mengatakan, rapat panitia kerja yang akan digelar oleh Baleg DPR RI dengan agenda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada bukan untuk membatalkan putusan terbaru MK. Dave mengatakan, nantinya masing-masing partai perlu menyampaikan pandangannya terhadap putusan tersebut.

Dalam hal ini, Partai Golkar pun akan menyesuaikan terhadap rapat yang digelar Baleg pada hari Rabu ini. "Jadi, sebelum kami menyikapi lebih dalam, mempelajari terlebih dahulu putusannya seperti apa, terus juga nanti berkaitan dengan aturan-aturan turunan lainnya," kata Dave saat ditemui dalam Munas XI Partai Golkar, Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Rabu.

Selain itu, lanjut dia, rapat Baleg DPR RI itu memang perlu digelar walaupun waktunya mepet dengan pendaftaran pasangan calon pada Pilkada 2024. Pasalnya, putusan itu perlu dipelajari agar tidak terjadi multitafsir. "Ini masih pendalaman dahulu ya, baru menyikapinya setelah kami tahu persis aturan itu bagaimana," kata Dave.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler