Ingin Sholat Tahajud, Bolehkah Istri Menolak Ajakan Suami Berhubungan Intim? 

Dalam Islam, tahajud adalah sholat sunnah yang sangat dianjurkan.

Pixabay
Ingin Sholat Tahajud, Bolehkah Istri Menolak Ajakan Suami Berhubungan Intim? Foto: Ilustrasi Pernikahan
Rep: Muhyiddin Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ada kalanya, seorang istri menolak ajakan suaminya untuk melakukan hubungan intim dengan alasan karena ingin melaksanakan sholat Sunnah Tahajud. 

Baca Juga


Dalam Islam, tahajud adalah sholat sunnah yang sangat dianjurkan dan memiliki banyak keutamaan. Namun, terkait dengan hubungan suami-istri, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.

Lalu bolehkah Istri Menolak Ajakan Suami Berhubungan Intim dengan alasan sholat tahajud? 

Menjawab pertanyaan tersebut, ulama ahli tafsir Alquran, Prof M Quraish Shihab menjelaskan, sholat Tahajud baik sekali dikerjakan. Tetapi, harus disadari bahwa sholat ini tidak wajib. Banyak ibadah lain yang dapat dikerjakan sebagai alternatif penggantinya.

Menurut alumnus Al Azhar University ini, Alquran menyebutkan tiga alasan untuk tidak melakukannya dan sekaligus memberi alternatif penggantinya: ... Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

۞ اِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ اَنَّكَ تَقُوْمُ اَدْنٰى مِنْ ثُلُثَيِ الَّيْلِ وَنِصْفَهٗ وَثُلُثَهٗ وَطَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الَّذِيْنَ مَعَكَۗ وَاللّٰهُ يُقَدِّرُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَۗ عَلِمَ اَنْ لَّنْ تُحْصُوْهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْاٰنِۗ عَلِمَ اَنْ سَيَكُوْنُ مِنْكُمْ مَّرْضٰىۙ وَاٰخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِى الْاَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ ۙوَاٰخَرُوْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۖفَاقْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُۙ وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاَقْرِضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًاۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۙهُوَ خَيْرًا وَّاَعْظَمَ اَجْرًاۗ وَاسْتَغْفِرُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ 

Artinya: "Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa engkau (Nabi Muhammad) berdiri (salat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersamamu. Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menghitungnya (secara terperinci waktu-waktu tersebut sehingga menyulitkanmu dalam melaksanakan salat malam). Maka, Dia kembali (memberi keringanan) kepadamu. Oleh karena itu, bacalah (ayat) Al-Qur’an yang mudah (bagimu). Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit, dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah serta yang lain berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) darinya (Al-Qur’an). Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)-nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

(QS Al-Muzzammil [73]:20)

 

 

Sekali lagi, kata Prof Quraish, shalat Tahajud bukan kewajiban, tetapi hanya sunnah. Dia pun menukil tulisan Muhammad al-Ghazali dalam kitabnya yang berjudul "Kayfa Nafham al-Islam" (Bagaimana Kita Memahami Islam) berikut: 

“Seandainya ada seseorang yang sepanjang malam memuji Allah, dan kemudian di pagi harinya ketika dia membuka usahanya dia merasa lesu dan malas, yang mengakibatkan dia mengabaikan usahanya, atau malas memasarkan dagangannya atau membersihkan (kios)-nya guna meningkatkan penghasilannya, maka sungguh dia telah berdosa kepada Allah.” 

Lebih lanjut, Prof Quraish menjelaskan, kehidupan rumah tangga yang harmonis didambakan oleh agama bagi pemeluknya. Karena itu, hubungan seks antara suami-istri adalah ibadah. "Masing-masing mendapat ganjaran dengan hubungan itu. Demikian penjelasan Nabi," jelas M Quraish dalam buku berjudul "M. Quraish Shihab Menjawab" halaman 29. 

Para sahabat yang mendengar Nabi SAW bersabda demikian terheran-heran, “Apakah salah seorang dari kami melampiaskan syahwatnya, lalu dia beroleh ganjaran?” Nabi SAW menampik keheranan mereka dengan bertanya, “Beritahulah aku, bagaimana seandainya dia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah dia berdosa? Maka, begitu pula, jika dia melampiaskannya pada yang halal, dia memeroleh ganjaran.” 

Menurut Pak Quraish, sapaan akrabnya, Islam menghargai naluri manusia. Islam bahkan mendahulukan kepentingan manusia (haqq al-'ibad) atas “hak Allah”. Karena itu, Rasulullah SAW bersabda, 

“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) kalau suaminya ada di tempat, kecuali dengan seizin suaminya” (HR Bukhari). 

"Ini karena dikhawatirkan jangan sampai kebutuhan seksual suami yang mendesak—jika tidak dilayani—menjerumuskannya dalam dosa," jelas Pak Quraish. 

Abu Dawud juga meriwayatkan sebuah hadits. Sekalipun lemah, kata Pak Quraish, makna hadits ini secara umum dapat diterima. “Seorang wanita datang mengadukan suaminya yang bernama Shafwan kepada Rasulullah SAW. Katanya: “Suamiku memukulku jika aku mengerjakan shalat, memaksaku berbuka jika berpuasa, dan dia baru mengerjakan shalat Subuh menjelang (hampir) terbit matahari. 'Nabi menanyakan pengaduan itu kepada sang suami dan dia menjawab: Aku memukulnya jika dia mengerjakan shalat, karena dia membaca dua surat berturut-turut (dalam satu rakaat). Padahal, sebelumnya, dia telah (sering) kularang'. Nabi berkomentar: 'Satu surat saja sudah cukup'.  Ihwal pengaduan bahwa dia dipaksa berbuka puasa, sang suami menjawab: 'Dia berpuasa sunnah (terus-menerus), sementara aku adalah pemuda yang tidak tahan (untuk tidak berhubungan seks)'.

Nabi lalu berkomentar: “Tidak dibenarkan seorang wanita berpuasa sunnah (ketika suami berada di tempat), kecuali seizin suaminya. Adapun soal shalat Subuh, Kami adalah keluarga yang dikenal (sulit tidur) sehingga kami baru terbangun (menjelang) terbitnya matahari'. Nabi bersabda, Jika engkau bangun, segeralah kerjakan shalat.” 

Menurut Pak Quraish, hadits-hadits yang cukup banyak dalam konteks ini menunjukkan bahwa beribadah kepada Allah, apalagi yang sunnah, dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain, dengan pelayanan yang baik kepada pasangan hidup dan keluarga. 

Perlu ditambahkan juga bahwa walaupun tidak disebut-sebut kebutuhan istri dalam berbagai hadits, namun ini tidak berarti bahwa suami tidak mempunyai kewajiban kepada istrinya. Alquran menegaskan: Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagimu dan kamu (suami-suami) adalah pakaian bagi mereka (QS al-Bagarah (2): 187). 

"Dengan saling pengertian dan tanpa harus berkorban, masing-masing pihak dapat memeroleh kebutuhan dan kesenangannya, termasuk hubungan seks dan shalat Tahajud. Bukankah kedua ibadah itu tidak harus dilakukan setiap dan sepanjang malam?," kata Pak Quraish.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler