Muhammadiyah, Grand Syaikh Al Azhar, dan Paus Fransiskus

Muhammadiyah menilai Grand Syaikh Al Azhar dan Paus Fransiskus tokoh perdamaian dunia

AP Photo
Paus Fransiskus bertemu Imam Besar Al-Azhar Mesir, Sheikh Ahmad el-Tayeb di Abu Dhabi pada 2019.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyebut kesederhanaan yang ditunjukkan Pimpinan Gereja Katolik Paus Fransiskus saat ke Indonesia, yang menggunakan pesawat komersial dan tidak menginap di hotel berbintang, menunjukkan keteladanan yang patut dicontoh.

Baca Juga


"Hal itu menunjukkan keteladanan yang dapat menjadi inspirasi penting bagi para pemimpin bangsa di tingkat nasional dan ranah global," ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan kunjungan Paus Fransiskus merupakan kehormatan dan penghormatan bagi bangsa Indonesia. Apalagi Paus memiliki jadwal yang padat sehingga kedatangannya patut disambut.

Dalam konteks hubungan antarumat beragama, khususnya hubungan Islam dan Katolik, kata dia, kunjungan Paus Fransiskus menunjukkan arti penting Indonesia dan komitmen Paus Fransiskus dalam membangun dan memperkuat hubungan Katolik dengan dunia Islam.

Bersama dengan Grand Syeikh al-Azhar, Dr. Ahmad el-Thayeb, Paus Fransiskus menandatangani Dokumen Abu Dhabi tentang Human Fraternity.

Dokumen Abu Dhabi merupakan dokumen yang menunjukkan kesamaan semangat ajaran dan komitmen Islam dan Katolik dalam membangun harkat dan martabat kemanusiaan serta kerja sama antar iman dalam perdamaian.

"Rencana pertemuan Paus Fransiskus dengan kelompok-kelompok agama menunjukkan keterbukaan dalam dialog dan kerja sama antariman serta memperkenalkan Indonesia kepada dunia sebagai negara yang memiliki kemajemukan serta kerukunan agama dan budaya," kata dia.

Bagi Haedar, bangsa Indonesia sebagai tuan rumah, sudah seharusnya menyambut dan menghormati kunjungan Paus Fransiskus dengan penuh keramahan dan kesantunan yang mencerminkan budaya dan peradaban Indonesia yang luhur.

Pemerintah Indonesia dapat menjadikan pertemuan dengan Paus Fransiskus untuk menyampaikan dan mendialogkan masalah-masalah perdamaian dan posisi Indonesia dalam perdamaian dunia, khususnya masalah Palestina.

Di samping itu, penting menjadikan kedatangan dan pertemuan dengan Paus Fransiskus sebagai momentum mengambil prakarsa mengembangkan peran perdamaian dunia secara lebih proaktif.

"Demi mencari solusi permanen bagi masa depan Palestina dengan melibatkan berbagai pihak di tingkat dunia," katanya.

Kunjungan Grand Syaikh Al Azhar

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

Pada 11 Juli 2024, Grand Syekh Al Azhar Mesir Ahmed Al Tayyeb melakukan silaturahmi dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat. Pertemuan ini berlangsung selama dua jam, mulai pukul 11.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB.

Saat tiba di Gedung Dakwah, Grand Syekh al-Azhar itu diberikan cendera mata berupa Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) 1446 Hijriah. Sekadar informasi, baru-baru ini Persyarikatan Muhammadiyah mengumumkan penerapan KHGT untuk menentukan awal bulan kamariah.

Menurut Prof Haedar Nashir, hubungan antara Muhammadiyah dan al-Azhar memiliki sejarah panjang. Banyak tokoh Persyarikatan pernah belajar di kampus tersebut. Sekembalinya ke Tanah Air, mereka pun mengembangkan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran yang diperolehnya dari sana.

“Kiai Dahlan (pendiri Muhammadiyah) juga memperoleh inspirasi dari Muhammad Abduh yang saat itu tidak lain adalah syekh al-Azhar. Kiai Mas Mansur, yang terbilang empat serangkai (bersama Sukarno, Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara --Red), dan juga ketua PP Muhammadiyah pun lulusan al-Azhar,” kata Haedar menjelaskan, seperti dikutip Republika dari keterangan tertulis, Kamis (11/7/2024).

Ia menyatakan, pertemuan ini berlangsung dalam nuansa yang penuh keakraban. Pihaknya ingin terus menjaga hubungan yang baik antara Persyarikatan dan al-Azhar sebagai salah satu mercusuar peradaban Islam yang diakui dunia.

“Biarpun kami punya hotel di Yogyakarta, di Malang, dan seterusnya, kami menerima (Grand Syekh al-Azhar) di gedung ini untuk (menunjukkan) bahwa hubungan antara kami dan al-Azhar itu juga terjalin kekeluargaan, tidak terlalu formalistik,” ucap Haedar.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler