Mimpi yang Mengejutkan Sahabat Nabi
Bilal bin Rabah begitu sedih hatinya lantaran ditinggal wafat Rasulullah SAW.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 10 Ramadhan di tahun kedelapan Hijriyah, Nabi Muhammad SAW memimpin barisan kaum Muslimin dari Madinah al-Munawwarah. Di bawah arahan beliau, umat Islam bergerak untuk membebaskan Makkah.
Inilah momen yang akan selalu dikenang sebagai Fath Makkah. Begitu sampai di Baitullah, Rasulullah SAW dan sejumlah sahabat beliau menghancurkan berhala-berhala yang selama ini dipuja orang-orang musyrik. Sejak itu, tidak ada lagi praktik-praktik syirik di Tanah Suci.
Kemudian, Nabi SAW menyuruh Bilal bin Rabah untuk mengumandangkan azan. Sahabat yang berasal dari suku bangsa Afrika itu pun melaksanakan perintah dengan sempurna.
Suara Bilal menggetarkan hati setiap penduduk Makkah. Orang-orang yang terdapat iman di dalam dadanya mengulang setiap lafaz azan itu. Inilah tanda kemenangan Islam dan sekaligus berakhirnya kuasa Jahiliyah.
Beberapa tahun setelah Fath Makkah, kondisi fisik Rasulullah SAW mulai memburuk. Setelah melaksanakan ibadah haji, sakit yang beliau alami kian jelas.
Pada Senin, 12 Rabiul Awal 11 Hijriah atau bertepatan dengan 8 Juni 632 Masehi, Nabi Muhammad SAW kembali kepada Kekasihnya. Wafatnya Rasulullah SAW tentu menjadi kabar yang teramat menyedihkan bagi seluruh Muslimin.
Saat jenazah Rasulullah SAW menjelang dimakamkan, Bilal bin Rabah berdiri untuk mengumandangkan azan. Tiba di lafaz, "asyhadu anna Muhammad Rasulullah", suaranya terbata-bata. Kesedihan menguasai dirinya. Segenap kaum Muslim yang mendengarkannya pun ikut menangis. Mereka amat merindukan Nabi SAW.
Sejak wafatnya Rasul SAW, Bilal bin Rabah hanya melakukan azan pada tiga hari. Sebab, setiap sampai pada lafaz syahdat, ia selalu tersungkur dan menangis. Siapa pun Muslim yang mendengarkannya juga akan turut terbawa suasana duka.
Sebab, terkenang lagi bagaimana saat-saat Rasulullah SAW masih ada di tengah kaum Muslim. Sedemikian sedihnya Bilal, sampai-sampai dia meminta izin kepada khalifah agar boleh pergi dari Madinah.
Sampailah hari ketika Rasulullah SAW mendatangi Bilal bin Rabah melalui mimpi. Nabi SAW bertanya kepadanya, "Wahai Bilal, mengapa engkau tidak pernah menjengukku lagi?"
Mendengar itu, Bilal terkejut. Saat terbangun, dirinya merasa syok. Tanpa berlama-lama lagi, sahabat Nabi ini segera menuju ke Madinah.
Kedatangan Bilal bin Rabah diterima dua cucu Rasulullah SAW, Hasan dan Husain. Keduanya lantas meminta agar Bilal mengumandangkan azan begitu waktu shalat tiba. Inilah saat-saat yang teramat dirindukan segenap warga Madinah.
Kota itu seakan-akan diliputi ke bisuan. Hanya suara azan Bilal yang meng gema ke segala penjuru. Betapa ter kesimanya mereka karena merasa zaman kembali berputar, seperti ketika masih bersama Rasulullah SAW. Seluruh orang keluar dari rumah masing-masing. Tangis pun pecah mengiringi usainya azan dari lisan Bilal bin Rabah.
Bagaimanapun, perasaan Bilal masih belum kuasa untuk tetap tinggal di Kota Nabi. Hanya beberapa hari di sana, Bilal bin Rabah pun kembal lagi ke Damaskus.
Suatu saat, Umar bin Khattab melintasi wilayah Suriah. Di kota itu, sang khalifah bertemu dengan Bilal bin Rabah.
Ia bersyukur menjumpai sosok yang lama meninggalkan Madinah itu dalam keadaan sehat. Satu permintaan dari Khalifah Umar, yakni agar Bilal mengumandangkan azan.
Ia sungguh-sungguh merindukan suara azan, sebagaimana yang persis ketika Rasulullah SAW masih hidup. Tidak kuasa, Umar bin Khattab menangis lantaran mengingat kenangan-kenangan bersama Nabi SAW begitu mendengarkan lantunan azan dari lisan Bilal.
Sampai ajal menjemputnya, Bilal bin Rabah menetap di Damaskus. Ia wafat pada tahun ke-20 Hijriyah.