Ibu Dokter ARL Laporkan Kematian Putrinya ke Polda Jateng

Ibu ARL melapor didampingi kuasa hukum dan petugas dari Itjen Kementerian Kesehatan.

ANTARA FOTO/Aji Styawan
Sejumlah lilin menghiasi poster duka cita atas meninggalnya salah satu mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi berinisial ARL (30) dengan dugaan perundungan saat aksi lilin sebagai simbol berkabung Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (UNDIP) di Lapangan Widya Puraya UNDIP, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/9/2024). Aksi tersebut sebagai dukungan kepada pihak terkait dalam menyelesaikan kasus yang tengah terjadi di PPDS FK UNDIP berasaskan keadilan tanpa menyudutkan salah satu pihak, doa dan solidaritas kepada keluarga ARL, serta dukungan moril kepada Dekan FK UNDIP Yan Wisnu Prajoko selaku Dokter Spesialis Bedah dengan Subspesialis Bedah Onkologi dan dosen pendidikan dokter spesialis-subpesialis yang aktifitas klinisnya diberhentikan sementara di RSUP Kariadi Semarang.
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ibu almarhumah ARL, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anastesi Undip Semarang, Jawa Tengah, yang diduga meninggal dunia akibat bunuh diri, melapor ke Polda Jawa Tengah. Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol.Artanto membenarkan pelaporan yang dilakukan di SPKT Polda Jawa Tengah itu.

"Ibu didampingi kuasa hukum serta petugas dari Itjen Kementerian Kesehatan," katanya di Semarang, Rabu (4/9/2024).

Menurut dia, laporan ke polisi tersebut berkaitan dengan permasalahan yang diduga dialami almarhumah AR. Namun, Artanto belum bisa memastikan dugaan pidana yang dilaporkan ke polisi tersebut serta terlapornya.

"Masih berproses, selanjutnya akan dianalisa," katanya.

Ia menjelaskan Kementerian Kesehatan sebelumnya telah menyampaikan hasil investigasi terkait dugaan perundungan yang terjadi PPDS Undip Semarang yang berada di RS Kariadi Semarang. Artanto mengatakan hasil investigasi dari Kemenkes tersebut merupakan bukti petunjuk untuk mendalami perkara tersebut.

"Sebagai petunjuk, namun harus ada laporan polisi yang disampaikan," katanya. Ia menambahkan hasil investigasi Kemenkes tersebut sebagai dasar untuk melakukan pendalaman perkara tersebut.

Sebelumnya, seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Undip Semarang meninggal dunia diduga bunuh diri di tempat indekosnya di Jalan Lempongsari, Kota Semarang, Jawa Tengah. Kematian korban berinisial AR yang ditemukan pada Senin (12/8) tersebut diduga berkaitan dengan perundungan di tempatnya menempuh pendidikan.


Seorang senior PPDS Anestesia Undip membantah jika ARL dipalak dan mendapatkan perundungan dari senior...


Senior PPDS Undip Bantah ARL Di-Bully

Salah satu senior Aulia Risma Lestari (ARL) dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesia Universitas Diponegoro (Undip), Angga Rian (37 tahun), membantah dugaan aksi perundungan terhadap Dokter ARL. Perundungan terhadap Dokter ARL dari para senior PPDS, diduga menjadi penyebab dia ditemukan meninggal di kamar kosnya pada 12 Agustus 2024 karena bunuh diri.

Angga mengungkapkan, terdapat 85 mahasiswa PPDS Anestesia Undip yang melaksanakan pendidikan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi, Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Saat ini Angga adalah mahasiswa semester tujuh atau senior ARL yang merupakan mahasiswi semester lima.

Hal pertama yang dibantah Angga adalah dugaan praktik pemalakan yang dilakukan oknum senior PPDS Anestesia Undip terhadap para juniornya. "Pemalakan itu tidak ada," ujar Angga di Fakultas Kedokteran (FK) Undip ketika dimintai konfirmasi awak media soal temuan investigasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahwa ARL menjadi korban pemalakan oknum seniornya, Senin (2/9/2024).

Kemenkes telah menyampaikan, hasil investigasi mereka menemukan bahwa ARL diduga dipalak oknum seniornya sebesar Rp 20 hingga Rp 40 juta per bulan. Angga mengatakan temuan Kemenkes bisa ditanyakan kepada teman-teman seangkatan ARL.

Dia kemudian menyinggung soal kewajiban mahasiswa junior PPDS Anestesia membelikan makanan untuk para seniornya. Angga mengklaim, pemberian makanan untuk para senior bersifat gotong royong.

Angga mengatakan, layanan operasi di RSUP Dr.Kariadi berlangsung 24 jam. Dia menyebut para dokter residen anestesia tidak disediakan makan malam oleh pihak RS. "Sementara residen ini posisinya masih di kamar operasi menjalani pembiusan. Satu sistemnya adalah kita dibelikan makanan dan itu akan berlanjut seperti itu terus sampai program operasinya bisa selesai," ucapnya.

Menurut Angga, karena ARL terhitung sebagai mahasiswi PPDS Anestesia Undip senior, makanan almarhumah pun disediakan para juniornya. "Jadi memang pembagian makan itu dibantu adik (junior) paling kecil agar yang di kamar operasi tetap bisa di kamar operasi menjalani pembiusan," katanya.

Dia mengungkapkan, dalam sehari, program pembiusan di kamar operasi RSUP Dr.Kariadi bisa mencapai antara 120 sampai 140. Kemudian program pembiusan di luar kamar operasi sebanyak 20 hingga 30.

Angga mengatakan, karena uang yang dihimpun digunakan untuk membeli makanan seluruh dokter residen anestesia. Satu mahasiswa junior bisa patungan sebesar Rp 10 juta per bulan.

"Tapi ini tidak tentu. Kadang-kadang saya tidak iuran juga karena uang kasnya masih penuh," ujarnya. "Dan kalau masih ada sisa (kas), itu dikembalikan," tambah Angga.

Angga mengklaim mahasiswa yang tidak membayar iuran untuk penyediaan makanan juga tidak akan mengalami perundungan. Dia mengungkapkan iuran yang dikeluarkan mahasiswa junior berlangsung selama satu semester.

"Jadi ketika next semester, kita tidak mengeluarkan iuran lagi. Karena yang membelikan kita makan yang juniornya," katanya.

Angga pun membantah kabar mahasiswa PPDS anestesia semester satu tidak boleh berkomunikasi dengan mahasiswa senior yang sudah berada di semester tiga ke atas, termasuk hanya boleh memberi jawaban afirmatif seperti "Siap, Mas/Mba". "Dulu kebetulan saya dapat yang sangat terbuka. Itu terserah saja (komunikasinya)," ucapnya.

Dia menyebut ketika proses pembiusan memang tidak ada komunikasi antara junior dan senior. "Tapi kalau situasinya sudah tenang, pasien sudah aman, komunikasi (junior-senior) tentu ada," ujar Angga.

"Kalau memang ada temuan seperti itu (junior tidak boleh berkomunikasi dengan senior), silakan diproses. Kita sangat terbuka," tambah Angga.

Undip pun membuka diri terhadap investigasi kematian ARL...

Undip Buka Diri Terhadap Investigasi Kematian ARL

Sementara itu Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip), Yan Wisnu Prajoko, mengatakan Undip membuka diri untuk terhadap proses investigasi terkait adanya praktik pemalakan terhadap ARL.  "Saya mengulang yang disampaikan Pak Rektor. Jadi Undip berkomitmen untuk membuka investigasi seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, seluruhnya," ujar Yan kepada awak media ketika ditanya tentang laporan Kemenkes soal adanya praktik pemalakan terhadap ARL, Senin (2/9/2024).

Dia mengatakan, dalam praktik pemalakan, pasti ada yang memalak dan dipalak. "Yang dipalak siapa saja, yang memalak siapa, besaran uang itu berapa, dan uang itu ke mana. Itu diungkap saja. Kami tidak akan menutupi," ucapnya.

Yan menambahkan, jika memang terbukti terdapat mahasiswanya yang melakukan aksi pemalakan, Undip siap menjatuhkan sanksi tegas. "Kami berkomitmen jika ada pelaku disanksi seberat-beratnya," katanya.

Sebelumnya Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengungkapkan, hasil investigasi kematian ARL yang dilakukan institusinya menemukan bahwa ARL menjadi korban pemalakan oleh oknum-oknum seniornya. ARL dimintai uang di luar biaya pendidikannya. "Permintaan uang ini berkisar antara Rp20 hingga Rp40 juta per bulan," ujar Syahril dalam keterangamnya, Ahad (1/9/2024).

Dia menambahkan, berdasarkan keterangan yang dihimpun tim investigasi Kemenkes, ARL sudah menjadi korban pemalakan sejak dia memulai semester satu PPDS Anestesia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi, yakni sekitar Juli hingga November 2022.

Kemenkes mengungkapkan, ARL ditunjuk sebagai bendahara angkatan. Dia bertugas menghimpun pungutan dari teman-teman seangkatannya. Uang tersebut nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan non-akademik para seniornya, seperti membiayai penulis lepas, membuat naskah akademik senior, menggaji OB, dan lainnya.

"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah (ARL) mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," kata Syahril.

Dia menambahkan, bukti dan kesaksian tentang praktik pemalakan itu sudah diserahkan tim Kemenkes ke kepolisian, dalam hal ini Polda Jawa Tengah. "Investigasi terkait dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian," ujarnya.

Saat ini Kemenkes diketahui telah menangguhkan PPDS Anestesia Undip di RSUP Dr.Kariadi. Penangguhan akan berlangsung hingga penyelidikan kasus kematian ARL rampung dilakukan.

ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.

Undip sudah membantah hal tersebut. Mereka mengklaim ARL meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler