Lebih Samar dari Langkah Semut
Rasulullah takut umatnya akan terjatuh dalam kubangan sikap syirik kecil itu.
REPUBLIKA.CO.ID, Pada era informasi ini, begitu sulit menghindari riya. Dengan dalih syiar dakwah, tidak sedikit warga internet (warganet) mengunggah amal ibadah lewat beragam media sosial. Riya diambil dari kata rukyat (melihat). Pokok sikapnya adalah mencari kedudukan di hati orang-orang de ngan memperlihatkan berbagai macam perbuatan baik kepada mereka.
Riya disebut dekat dengan syirik. Rasulullah SAW sampai-sampai takut umatnya akan terjatuh dalam kubangan sikap yang diistilahkan dengan syirik kecil itu. Padahal, tiada sesuatu yang berhak untuk dijadikan san daran perbuatan melainkan Allah SWT. "Dialah yang menjadikan bu mi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia me nurunkan air (hujan) dari la ngit, lalu Dia menghasilkan de ngan hu jan itu segala buah-buah an se bagai rezeki untukmu; kare na itu janganlah kamu mengada kan se kutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS al-Ba qarah [2]: 22).
Dalam menjelaskan ayat ini, sahabat Ibnu Abbas atau Abdul lah bin Abbas menjelaskan, yang dimaksud dengan sekutu-sekutu bagi Allah adalah berbuat syirik. Dia pun menjelaskan, syirik itu merupakan perbuatan dosa yang lebih sulit dikenali ketimbang je jak semut yang merayap di batu hitam di tengah kegelapan ma lam.
Imam al-Ghazali, dalam Ihya Ulumuddin yang saripatinya di ringkas oleh Syeikh Jamaluddin al-Qasimi menjelaskan, riya ada yang samar-samar dan terangterangan. Riya terang-terangan adalah riya yang membangkitkan suatu perbuatan dan mengantarkan pada suatu perbuatan, wa laupun pada mulanya ia ber maksud untuk mendapatkan pa hala. Ini adalah riya yang paling terang-terangan.
Sedikit lebih samar adalah riya yang tidak mengantarkan pada suatu perbuatan tersendiri, tetapi perbuatan yang sudah bia sa dilakukan dengan tujuan un tuk mengharap keridhaan Allah SWT menjadi ringan. Contohnya, orang yang shalat tahajud tiap malam dengan perasaan berat. Namun, apabila di rumahnya terdapat tamu ia menjadi giat dan ringan melakukan Tahajud.
Lebih samar lagi..
Riya yang lebih samar lagi ada lah riya yang tidak terpe ngaruh pada perbuatan dalam hal membuatnya terasa mudah dan tidak pula dalam hal membuatnya terasa ringan. Riya itu me nyu sup ke dalam hati. Tanda-tandanya yang paling jelas adalah ia merasa bergembira manakala ada orang yang melihat ketaatannya. Betapa banyak hamba yang ikhlas dalam amalnya dan tidak berniat untuk riya. Dia bahkan membenci dan menolak riya serta menyempurnakan amalnya sede mikian rupa. Namun, manakala orang melihatnya, itu membuatnya bergembira serta senang. Hatinya pun lebih bersemangat dalam beribadah.
Imam al-Ghazali menjelas kan, kegembiraan ini menunjuk kan adanya riya samar-samar yang menyebabkan timbulnya rasa gembira itu. Seandainya dia tidak menoleh hati kepada manu sia, kegembiraannya tidak akan timbul ketika dilihat oleh orang lain. Sungguh telah tinggal di da lam hatinya serupa bara api pada batu dan penglihatan orang lain membuat riya ini tampak dengan jejak berupa kegembiraan dan kesenangan.
Apabila dia merasakan lezatnya kegembiraan itu akibat dili hat oleh orang lain dan tidak meng hadapinya dengan kebencian, jadilah itu sebagai makanan pokok dan nutrisi bagi kekuatan riya yang samar ini. Dengan be gitu, timbul gerakan yang samar dalam jiwanya. Gerakan itu pun mencetuskan tindakan yang sa mar pula untuk memaksakan ala san supaya ia memperlihatkan amal kepada manusia dengan bahasa kiasan atau bahasa tubuh. Contohnya, merendahkan suara dan menampakkan bekas air mata.
Riya yang lebih samar lagi yakni ketika seseorang menyembunyikan ibadahnya karena tak ingin dilihat orang lain. Dia pun tidak merasa gembira dengan iba dahnya yang tampak. Namun, apabila bertemu dengan orang lain, dia menginginkan mereka menyambutnya dengan hangat dan hormat. Dia ingin mereka me mujinya dan membantu segala keperluannya. Hatinya pun meng ingin kan mereka memberi ke longgaran dalam jual beli serta melapangkan tempat untuknya.
Apabila perlakuan seseorang ku rang menghargainya, dia ingin menjauhi orang itu. Se akan-akan, ia menuntut penghormatan karena ada nya ketaatan yang disembunyikannya. Ghazali juga menulis, ketika ada ibadah belum terasa seperti tidak ada nya ibadah dalam segala hal yang berkaitan dengan makh luk, ia belum kosong dari benih riya. Benih ini pun disebut lebih samar dari langkah semut. Semua itu hampir saja melenyapkan iba dah dan tidaklah selamat darinya kecuali orang-orang yang sidiq.
Kotoran-kotoran riya yang samar-samar itu tidak terhitung. Ketika ia mendapati perbedaan di dalam jiwanya saat ibadahnya dilihat manusia dengan binatang, dia masih menyimpan riya di dalam hatinya.
Menurut imam bernama leng kap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali itu, orangorang ikhlas selalu takut kepada riya yang samar. Me reka selalu berusaha lebih keras dalam me nyembunyikan ibadahnya. Upaya mereka bah kan lebih ting gi ketimbang orang yang hen dak menyembunyikan kejahatannya. Semua ikhtiar itu adalah harapan supaya amal-amal saleh mereka menjadi ikh las. Allah Azza wa Jalla pun mem beri mereka ganjaran pada Hari Kiamat de ngan sebab ke ikhlasan mereka. Mereka mengetahui, Allah SWT tidak menerima amal pada Hari Kiamat kecuali yang ikhlas.
Bukankah Allah Taala telah berfirman: "Dan katakanlah, 'Be kerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang muk min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Menge tahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan apa yang telah kamu kerjakan'." (QS at-Taubah [9]: 105). Wallahu a'lam.