Rabithah Alawiyah Diminta untuk Menertibkan Oknum Pengguna Gelar Habib
Pemberian nama habib bermula dari panggilan kepada Habib Umar Al-Attas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua RMI NU Jakarta KH Rakhmad Zailani Kiki meminta agar pihak Rabithah Alawiyah menertibkan oknum Alawiyyin yang menggunakan gelar habib. Menurut Kiai Kiki, gelar habib tidak seharusnya digunakan bagi setiap orang yang mengaku dzuriyat Rasulullah SAW. Dia menjelaskan, habib seharusnya hanya digunakan bagi ulama dzurriyat Nabi yang memiliki ketinggian ilmu dan akhlak yang luhur.
Penulis buku Genealogi Intelektual Ulama Betawi ini menjelaskan, pemberian nama habib bermula dari panggilan terhadap tokoh sekelas Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas. Semasa hidupnya, ulama yang mengembuskan nafas terakhir di kawasan Condet, Jakarta Timur ini, dikenal sebagai sosok ulama yang wara. Habib Umar pun memiliki banyak karya intelektual, salah satunya Rathibul Attas yang hingga kini dibaca oleh umat Islam Jakarta.
Bagi Ba'alawi kebanyakan, ujar Kiai Kiki, mereka cenderung memakai nama tambahan sayyid. Kiai Kiki mencontohkan, sosok sekelas Habib Utsman bin Yahya pun tidak menyebut dirinya sebagai habib. Padahal, Habib Utsman merupakan ulama yang dijuluki sebagai Mufti Betawi karena kedalaman dan keluasan ilmunya. “Contohnya Habib Utsman bin Yahya di kitabnya dia menyebut dirinya Sayyid bukan Habib,”ujar dia saat berbincang dengan Republika, Selasa (10/9/2024).
Kiai Kiki berharap agar pihak Rabithah bisa mengevaluasi penggunaan gelar tersebut mengingat rentan disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.“Perbaikan di Rabithah Alawiyah karena isu itu sekarang berkembang yang bisa meredamnya bukan hanya kita tapi dari Rabithah sendiri,”kata dia.
Selain itu, dia mengungkapkan, ramai di media sosial penceramah yang diduga habaib ‘memamerkan’ karamahnya atau para pendahulunya yang di luar nalar. Kiai Kiki menjelaskan, karamah adalah aurat yang tidak sepatutnya untuk diumumkan kepada khalayak.
“Karamah itu aurat. Jadi ngapain dipertontonkan. Yang mendengarkan tidak semua orang. Kalau disampaikan maksudnya apa. Melemahkan semangat orang bekerja dan tidak produktif karena karomah itu di luar nalar tidak bisa di copy paste,”ujar Kiai Kiki.
Lebih lanjut, Kiai Kiki meminta bagi para Alawiyyin untuk berkaca kepada para pendahulu mereka. Dia mengungkapkan, kontribusi para ulama Ba’alawi dahulu amat besar khususnya pada bidang keilmuan. Dia mencontohkan, Habib Utsman bin Yahya yang mengarang 114 kitab selama hidupnya.