RMI NU Jakarta Minta Oknum Ba'alawi Setop 'Jualan' Karamah

Kontribusi para ulama Ba’alawi dahulu amat besar khususnya pada bidang keilmuan.

Republika/Fuji E Permana
Ketua Pelaksana Halal Fair 2018, Ustaz H Rakhmad Zailani Kiki membuka Halal Fair 2018 yang diselenggarakan MUI Provinsi DKI Jakarta di Kompleks Masjid Cut Meutia Jakarta Pusat pada 28-30 September 2018, Jumat (28/9).
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Panasnya polemik nasab Ba’alawi dinilai tidak lepas dari perilaku oknum Alawiyyin yang mendapat stigma negatif di masyarakat. Terlebih, ramai di media sosial penceramah yang diduga habaib ‘memamerkan’ karamahnya atau para pendahulunya yang notabene di luar nalar.

Baca Juga


Ketua RMI NU Jakarta KH Rakhmad Zailani Kiki menjelaskan, karamah adalah aurat yang tidak sepatutnya untuk diumumkan kepada khalayak. “Karamah itu aurat. Jadi ngapain dipertontonkan. Yang mendengarkan tidak semua orang. Kalau disampaikan maksudnya apa. Melemahkan semangat orang bekerja dan tidak produktif karena karamah itu di luar nalar tidak bisa di copy paste,”ujar Kiai Kiki saat berbincang dengan Republika, Selasa (10/9/2024).

Lebih lanjut, Kiai Kiki meminta bagi para Alawiyyin untuk berkaca kepada para pendahulu mereka. Dia mengungkapkan, kontribusi para ulama Ba’alawi dahulu amat besar khususnya pada bidang keilmuan. Dia mencontohkan, Habib Utsman bin Yahya yang mengarang 114 kitab selama hidupnya. “Sekarang enggak banyak lagi karena mereka mengalami defisit intelektual. Mereka mengandalkan kisah-kisah nenek moyangnya,”ujar Kiai Kiki.

Logo Rabithah Alawiyah - (Dok Antara)

Di samping itu, Kiai Kiki mengungkapkan, sebaiknya polemik seputar nasab Ba'alawi dihentikan. Dia menjelaskan, untuk merekatkan kembali ukhuwah, maka yang dikedepankan sebaiknya adalah masalah sanad. Dia menjelaskan, sanad merupakan geneologi intelektual yang juga bersambung sampai kepada Nabi SAW, bukan geneologi biologis.

Menurut dia, para habaib atau lebih khusus Ba’alawi pun kerap berguru kepada para ulama yang bukan habaib. Sanad keilmuan mereka sampai kepada Nabi Muhammad SAW. “Mereka punya catatan emas yang sampai pada Nabi Muhammad. Kalau kita ingin menyejukkan maka arahkan kesana,”jelas dia.

Kiai Kiki menjelaskan, berdasarkan informasi yang dia terima dari seseorang yang bekerja di Perpustakaan Al-Azhar, Kairo, Mesir, maka terdapat dokumen silsilah sanad Ahlisunah Waljamaah yang bersambung kepada Nabi SAW.  Dia mencontohkan, Syekh Mukhtar Atharid atau Tuan Mukhtar Bogor yang pernah belajar kepada Habib Utsman bin Yahya yang seorang habaib.

“Habib Ali murid dari Habib Utsman bin Yahya. Sanad keilmuan itu semuanya menjadi tidak terpisahkan antara habaib dan non habaib. Yang dijunjung adalah ilmu dan ketinggian akhlak,”jelas dia.

 

Kritik guru Gembul dan jawaban Rabithah...

Sebelumnya, beredar video seseorang ceramah yang mengatakan bahwa seorang habib walau bodoh lebih mulia dari 70 kiai alim. Guru Gembul menyampaikan hal tersebut dalam Diskusi dan Seminar Seputar Isu Nasab dan Isu Keislaman yang diselenggarakan Rabithah Alawiyah dan ditayangkan di Youtube Channel Nabawi TV pada Ahad (8/9/2024).

Di tengah diskusi, Guru Gembul mengatakan, coba bayangkan orang kampung belajar iqro, akidah, dan sejarah Islam dari ustaz dan kiai yang sangat mereka cintai. Lalu ada cerita bahwa kiai mereka derajatnya di bawah kaki habib tukang narkoba. Rasakan bagaimana sakit hatinya mereka ketika mendengarkan narasi yang seperti itu. 

"Bahwa kemudian (ada narasi) habib terbodoh itu 70 kali lipat lebih mulia daripada kiai-kiai," kata Guru Gembul, dikutip dari tayangan di Nabawi TV, Ahad (8/9/2024). 

Guru Gembul mengatakan, coba kalau misalkan seseorang ikut pengajian dan bertemu dengan kiai yang ilmunya luar biasa, bersalaman dengan kiai tersebut. Kiai tersebut memberikan kontribusi kepada kehidupannya karena telah memberikan pencerahan.

"Lalu dikatakan bahwa mereka (kiai) itu enggak seberapa dibandingkan dengan habib paling bodoh, bisa nggak merasakan penderitaan dan sakit hati yang luar biasa dari situ," ujar Guru Gembul.

Menanggapi pernyataan dan kritik Guru Gembul di Rabithah Alawiyah, Fikri Shahab mengatakan, disampaikan Guru Gembul tadi, satu orang habib lebih mulia dari 70 kiai. "Luar biasa statement seperti itu, kita pun kaget dengarnya, dan kita bantah langsung statement seperti itu," ujar Fikri Shahab.

Fikri Shahab menegaskan, buat kalangan Alawiyyin pun asing sekali mengatakan seperti itu. Fikri Shahab mengatakan, sebelum ada isu nasab Ba'alawi, yang mengkoreksi kalangan habib, meluruskan, memberikan nasihat, memang paling banyak dari Rabithah Alawiyah sendiri.

"Ada (habib) yang mengindahkan (nasihat dari Rabithah Alawiyah), ada yang tidak, ada yang menerima, memperbaiki diri, ada yang tidak," ujar Fikri Shahab.

Fikri Shahab mengatakan, jumlah Alawiyyin dulu dengan sekarang jauh berbeda. Dulu Alawiyyin jumlahnya sedikit, pendidikannya terbatas, terkontrol, sirkuitnya tidak terlalu luas, turunannya bisa diukur dari bagaimana ayah dan ibunya.

"Kita sekarang hidup di generasi di mana jumlah Alawiyyin begitu banyak, pendidikannya beragam, tinggalnya juga beragam, di berbagai negara, menerima informasi yang beragam dan permasalahan mereka sama dengan permasalahan di masyarakat," ujar Fikri Shahab.

Fikri Shahab mengungkapkan, misalnya ada pengguna narkoba dari kalangan non Alawiyyin dan dari kalangan Alawiyyin. Masalahnya sama dengan masyarakat, tapi nasabnya menjadi penting. 

"Karena nasab ini, orang akan mengukur engkau sebagai keturunan Rasulullah, kok begini perilakunya? Itu yang menjadi keresahan dari Guru Gembul, keresahan itu sangat bisa kita pahami," kata Fikri Shahab.

Polemiknya sampai di dunia nyata.. Baca selanjutnya


Ustadz Adi Hidayat (UAH) menyayangkan polemik yang telah melahirkan berbagai macam hal yang sangat tidak produktif, baik perdebatan yang tidak berujung, konflik di media sosial, dan diskusi yang tidak terarah. 

"Bahkan belakangan ini kita mulai juga melihat turunan-turunan konflik di media sosial itu ke dunia nyata, sampai terlahir tindakan-tindakan yang tidak kita harapkan," ujar UAH dikutip dari kanal Youtubenya, Adi Hidayat official, Selasa (10/9/2024). 

Karena itu, UAH  mengimbau kepada seluruh pihak untuk menghentikan seluruh polemik, diskusi, perdebatan terkait dengan nasab ini. "Karena kita sangat menimbang dampaknya, akibatnya, dan tentu ulama, para kiai, para ustadz sangat memahami tentang tuntunan agama kita bagaimana menghadirkan nilai-nilai keutamaan dalam menjaga kerukunan, islah, menjaga maqayid syariah yang lima aspek itu," ucap dia.

Menurut dia, untuk menyelesaikan satu persoalan ada tempat-tempatnya yang tertentu. Jika ada persoalan yang terkait dengan ranah ilmiah, kata dia, maka ada baiknya kita selesaikan dengan cara-cara yang ilmiah. 

Pada Kamis (5/9/2024), LPP AIK UMJ menghadirkan Syaikh Al-Azhar Mesir Dr. Muhammad Hussaini Al-Azhari dan Ulama Dr Adi Hidayat, Lc, MA, dalam Kuliah Umum di Aula Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UMJ. Kuliah umum mengusung tema Moderasi Beragama dalam Tuntunan Syariat Islam di Era Post Modern. - (Universitas Muhammadiyah Jakarta)

"Saya sarankan akan lebih baik bila di sini, seperti MUI menjadi wadah misalnya, wadah yang baik untuk menguji berbagai macam masalah-masalah yang diajukan khususnya terkait dengan polemik nasab ini," kata dia. 

Dia mengatakan, tidak bisa disebut sebuah pemikiran yang komprehensif kalau belum diuji. Karena itu, menurut UAH, ada baiknya hal-hal yang dipersoalkan ditengahi oleh para ulama untuk menilai dengan standar-standar keilmuan yang memang pakemnya telah diketahui bersama. 

"Bila yang disoal nasab, tentu yang dibahas dengan pendekatan ilmu nasab. Bila disoal masalah yang lain, tentu pendekatannya dengan kodifikasi ilmu-ilmu yang telah ada,"ujar dia.

"Nah, saya kira dengan metodologi seperti itu secara ilmiah itu sangat mudah didudukkan, sangat bisa didiskusikan, sehingga tidak menjadi liar," ucap dia. 

UAH menjelaskan, semua pihak bisa membuat acara atau podcast, sehingga benturannya terasa sampai di akar masyarakat. Netizen pun saling berbalas komentar yang tidak menemukan titik temu. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler