Undip Benarkan Pungli Hingga Rp 40 Juta di PPDS Anestesi, Begini Pengakuan Utuh Dekan FK

Ada tradisi iuran mahasiswa junior semester satu untuk memenuhi kebutuhan senior.

Reublika/Kamran Dikarma
Suasana Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (15/8/2024). Undip mengakui praktik perundungan memang terjadi di program pendidikan dokter spesialis (PPDS).
Rep: Kamran Dikarma Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip), Yan Wisnu Prajoko, telah mengakui bahwa praktik perundungan memang terjadi di program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di kampusnya. Terkait di PPDS Anestesia Undip, Yan mengonfirmasi bahwa memang ada tradisi menghimpun iuran oleh mahasiswa junior semester satu untuk memenuhi kebutuhan senior, khususnya untuk kebutuhan makan atau konsumsi.

Baca Juga


"Kita ngomong di (PPDS) anestesi saja, di semester satu mereka per bulan (iuran) lebih kurang Rp 20 juta sampai Rp 40 juta per bulan untuk enam bulan pertama. Itu untuk gotong royong konsumsi. Ketika mereka semester dua, giliran (mahasiswa PPDS) semester satu lagi," kata Yan saat diwawancara media di Gedung FK Undip, Jumat (13/9/2024).

Menurut Yan, dua pertiga dari iuran yang dikumpulkan mahasiswa semester satu PPDS Anestesi Undip digunakan untuk konsumsi. "Bayangkan sekarang makan sekali Rp 30 ribu. Nanti diklarifikasi sama rumah sakit, rumah sakit menyediakan berapa (porsi makan) untuk mereka bekerja. Jadi mereka (mahasiswa PPDS) bergotong royong memenuhi sendiri," ucapnya.

Dia kemudian membantah kabar bahwa uang iuran mahasiswa semester satu PPDS Anestesia Undip digunakan untuk kebutuhan lain, misalnya seperti membayar kredit mobil para senior. "Kalau yang di sini, mereka untuk operasional mereka. Mereka menyewa mobil untuk operasional mereka. Mereka menyewa kos yang dekat dengan (Rumah Sakit) Kariadi supaya dekat. Selalu terkait operasional, terkait studi mereka," ujar Yan.

Dia menambahkan, informasi terkait iuran itu diperoleh dari para mahasiswa senior PPDS Anestesia Undip ketika Undip melakukan investigasi internal terkait kematian Aulia Risma Lestari (ARL). ARL adalah mahasiswi PPDS Anestesia Undip di RSUP dr Kariadi yang diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.

Yan mengatakan, saat proses investigasi internal Undip terkait kematian ARL berlangsung, para mahasiswa senior PPDS Anestesia Undip menjelaskan mengapa perlu ada iuran. "Kalau kita mendengarkan cerita mereka, pelaku, terkait iuran, mereka akan menjelaskan rasionalnya, kenapa harus iuran. Tapi saya tahu, bahwa di balik rasional pembenaran Anda, mereka pelaku itu, itu tidak bisa diterima oleh publik. Sehingga saya merasa itu memang harus dihapuskan," ucapnya.

Yan mengungkapkan, dirinya diangkat menjadi dekan FK Undip pada 15 Januari 2024. Pada 25 Maret 2024, Yan menerbitkan surat edaran tentang pungutan iuran mahasiswa junior PPDS Anestesia Undip. "Saya membatasi maksimum Anda boleh iuran Rp 300 ribu per bulan," katanya.

Dia menambahkan, iuran maksismum Rp 300 ribu itu adalah untuk kegiatan para mahasiswa di luar keperluan akademik atau pembelajaran. "Saya tahu lah kadang mereka perlu (hiburan) nyanyi, perlu sepak bola, bulutangkis, itu tidak ada di biaya akademik, di UKT," ujar Yan.

Menurut Yan, penetapan iuran Rp 300 ribu itu hanya berlandaskan asas toleransi dan pengertian. Sebab dia menyadari bahwa menjalankan PPDS Anestesia memang berat.

Bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis - (Infografis Republika)

Hasil investigasi Kemenkes terbukti.. baca di halaman selanjutnya.

 

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenmes) Mohammad Syahril mengungkapkan, hasil investigasi kematian Aulia Risma Lestari (ARL) yang dilakukan institusinya menemukan bahwa ARL menjadi korban pemalakan oleh oknum-oknum seniornya. ARL dimintai uang di luar biaya pendidikannya. "Permintaan uang ini berkisar antara Rp 20 juta hingga Rp 40 juta per bulan," ujar Syahril dalam keterangamnya, 1 September 2024 lalu.

Dia menambahkan, berdasarkan keterangan yang dihimpun tim investigasi Kemenkes, ARL sudah menjadi korban pemalakan sejak dia memulai semester satu PPDS Anestesia di RSUP dr Kariadi, yakni sekitar Juli hingga November 2022.

Kemenkes mengungkapkan, ARL ditunjuk sebagai bendahara angkatan. Dia bertugas menghimpun pungutan dari teman-teman seangkatannya. Uang tersebut nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan non-akademik para seniornya, seperti membiayai penulis lepas, membuat naskah akademik senior, menggaji OB, dan lainnya.

"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah (ARL) mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," kata Syahril.

Dia menambahkan, bukti dan kesaksian tentang praktik pemalakan itu sudah diserahkan tim Kemenkes ke kepolisian, dalam hal ini Polda Jawa Tengah. "Investigasi terkait dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian," ujarnya.

Pihak keluarga ARL telah melaporkan dugaan kasus perundungan yang dialami dokter berusia 30 tahun tersebut ke Polda Jawa Tengah (Jateng) pada 4 September 2024 lalu. Pihak yang dilaporkan keluarga ARL adalah beberapa mahasiswa senior PPDS Anestesia Undip. Saat ini Polda Jateng masih melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler