Maulid Bukan Hanya Milik NU, Tokoh Muhammadiyah Ini Pun Karang Maulid Nabi

Karya Risalah Maulid itu berisi syair-syair pujian kepada Rasulullah SAW.

Tangkapan Layar
KH Muhammad Wardan Diponingrat.
Rep: Hasanul Rizqa Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, KH M Wardan Diponingrat (1911-1991) dikenal sebagai seorang penulis yang prolifik. Karya-karyanya tidak hanya berkaitan dengan keilmuan yang dikuasainya, tetapi juga tulisan-tulisan sastrawi. Salah satunya ialah sebuah kitab buah penanya yang berjudul, Risalah Maulid Nabi Muhammad SAW.

Baca Juga


Seperti diungkapkan dalam buku 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi, karya Risalah Maulid itu berisi syair-syair pujian kepada Rasulullah SAW. Teks puisi itu kemudian beberapa kali dibacakan dalam pelbagai acara, termasuk ucapara Sekaten Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

BACA JUGA: Anjuran Berbahagia di Hari Kelahiran Nabi Muhammad dan Siksaan Abu Lahab

Di Masjid Gedhe Kauman, perayaan Maulid Nabi SAW digelar tiap tanggal 12 Rabiul Awal. Seluruh elemen kesultanan dan rakyat memeriahkan peringatan tersebut. Bisa dikatakan, pada masanya Risalah Maulid karya Kiai Wardan Diponingrat menggantikan popularitas Kitab Barzanji dan Ghaiti.

Kitab ini merupakan buah kecintaan Kiai Wardan kepada Rasulullah SAW. Bagaimanapun, di lingkungan Muhammadiyah sendiri, tampaknya tradisi kesenian baca-puisi saat momen peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tidak segegap-gempita organisasi Islam lain. Barang kali, itulah mengapa Risalah Maulid karya ulama tersebut seperti “hilang” dalam literasi di Persyarikatan.

Tentunya, Risalah Maulid bukan karya satu-satunya Kiai Wardan. Ia juga menulis banyak kitab lainnya. Di antaranya adalah Perait (Faraidh), Fekih Nikah-Talak-Rujuk (1953), Ilmu Tata BerundingUmdatul HisabKitab Hisab dan Falak, serta Hisab Urfi dan Hakiki.

Ulama yang gemar mendirikan shalat tahajud itu wafat dalam usia 80 tahun pada 3 Februari 1991 M. Jenazah tokoh Muhammadiyah yang dikenang sebagai ahli ilmu hisab dan falak itu dimakamkan di kompleks permakaman keluarga raja-raja Hastorenggo, Kota Gede, Yogyakarta.

Kiai Wardan meninggalkan seorang istri, Siti Juwariyah. Wanita itu merupakan cucu sang pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Selain itu, almarhum juga memiliki tujuh orang anak. Mereka adalah Siti Hunaidah, Mohammad Djazman Al Kindy, Siti Barniyah, Ahmad Djihaz Al Farizi, Siti Hadiroh, Siti Wisamah, dan Djafnah. Al Kindy adalah pendiri organisasi otonom Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah (IMM) dan juga mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta.

 

Muhammadiyah dan Maulid Nabi..

 

Menurut Isngadi dalam artikelnya, "Tradisi dan Instruksi Muhammadiyah tentang Maulid Nabi" (2021), Muhammadiyah sama halnya dengan umumnya umat Islam di Indonesia. Warga Persyarikatan pun terbiasa mengadakan peringatan Maulid Nabi. Dapat pula dikatakan, lanjut Isngadi, peringatan maulid Nabi sudah menjadi tradisi Muhammadiyah.

"Bahkan risalah Maulid Nabi yang beberapa kali dibaca saat puncak acara sekaten kraton Yogyakarta adalah risalah maulid nabi yang dihimpun oleh RH Wardan Diponingrat, yakni ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah 1959-1985," katanya.

Bagi Muhammadiyah, peringatan Maulid Nabi merupakan sebuah hal yang penting untuk dilakukan. Pada 1976, misalnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sampai-sampai merasa perlu untuk mengeluarkan instruksi. Isi imbauan itu adalah, agar unsur-unsur Pimpinan Muhammadiyah, terutama Pimpinan Muhammadiyah Daerah dan Pimpinan Muhammadiyah Cabang mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. 

Kader-kader Muhammadiyah (ilustrasi) - (ANTARA)

 Dalam instruksi yang ditandatangani oleh wakil ketua II PP Muhammadiyah, HM Djindar Tamimiy dan seketaris I PP Muhammadiyah, Haji Djarnawi Hadikusuma itu disebutkan bahwa tanggal pelaksanaan peringatan Maulid Nabi itu diserahkan kepada PMD (sekarang pimpinan daerah Muhammadiyah/PDM) dan PMC (pimpinan cabang Muhammadiyah/PCM) masing-masing. Maka, momennya tidak harus tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriyah, melainkan boleh dilaksanakan atau digeser ke tanggal berapa pun.

Tidak cukup sekadar instruksi, Ketua PP Muhammadiyah kala itu, KH AR Fachruddin (Ketua PP Muhammadiyah 1968-1990) juga menulis di Suara Muhammadiyah nomor 5 tahun 1976 yang pada intinya mengingatkan ulang arti penting peringatan Maulid Nabi bagi dakwah Islam dan syiar Muhammadiyah. "Dari beberapa dokumen di atas dapat disimpulkan bahwa mengadakan peringatan Maulid Nabi dan menggeser tanggal peringatannya sudah menjadi tradisi Muhammadiyah," simpul Isngadi.

 

 

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler