Nikah Sandal Jepit pada Masa Rasulullah

Perempuan ini rela menikah dengan mahar sepasang sandal jepit.

Dok Republika
ILUSTRASI Pernikahan.
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Firman Arifandi dalam bukunya yang berjudul Serial Hadist Nikah IV: Mahar Sebuah Tanda Cinta Terindah memaparkan sebuah hadis tentang pernikahan yang cukup unik. Sebab, mempelai perempuan diberikan mahar berupa sandal jepit.

Hadis tersebut diriwayatkan Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dari jalur Amir bin Rabiah. Dalam teks itu disebutkan, seorang wanita dari Bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal.

Mengetahui hal itu, Nabi Muhammad SAW lantas bertanya kepada perempuan itu, "Relakah engkau dinikahi dengan sepasang sandal?"

Wanita tersebut mengiyakannya. Maka, Rasulullah SAW pun membolehkan pernikahan ini terjadi.

عن عامر بن ربيعة , أن امرأة من بني فزارة , تزوجت على نعلين , فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: أرضيت من نفسك ومالك بنعلين؟ قالت: نعم، فأجازه

Berangkat dari hadis di atas dan sejumlah nash lainnya, para ulama berpendapat bahwa hukum menyerahkan mahar kepada istri adalah wajib. Ini sejalan dengan Alquran surah an-Nisa ayat keempat.

وَاٰ تُوا النِّسَآءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحۡلَةً‌ ؕ فَاِنۡ طِبۡنَ لَـكُمۡ عَنۡ شَىۡءٍ مِّنۡهُ نَفۡسًا فَكُلُوۡهُ هَنِيۡٓــًٔـا مَّرِیۡٓـــٴًﺎ

Baca Juga


"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati."

Seperti apakah mahar yang ideal?

 

Dalam Islam, seperti apakah mahar yang ideal itu? Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunah, dan Para Ulama menjelaskan, mahar adalah hak mutlak istri sendiri. Tak seorang pun selain dirinya memiliki hak untuk menggunakannya dalam keperluan apa pun, kecuali dilakukan dengan izin si istri dan bukan dalam rangka maksiat.

Besar kecilnya mahar dalam Islam tidak ditentukan oleh agama. Yang terpenting dalam hal ini, mahar haruslah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya.

Pernah suatu ketika Rasulullah didatangi oleh seorang perempuan yang meminta Nabi untuk mengawini dirinya. Beliau berdiam saja menanggapi permintaan wanita itu.

Kemudian, seorang laki-laki pun berkata, “Ya Rasulullah, jika engkau tidak berkehendak menikahinya, maka nikahkanlah dia denganku.”

Rasulullah pun menanyakan kepada laki-laki itu apakah ia memiliki mahar pernikahan atau tidak. Ia berkata: “Tidak ada yang kumiliki selain sarungku ini.”

Nabi SAW menjawab, “Jika kauberikan sarungmu itu sebagai maharnya, engkau tidak memiliki sesuatu untuk kau kenakan. Carilah sesuatu lainnya, walau sebentuk cincin dari besi.”

Laki-laki itu kemudian pergi sebentar dan kembali lagi sambil berkata, “Aku tidak mendapatkan sesuatu lainnya, ya Rasulullah.”

Nabi SAW pun bertanya lagi, “Adakah engkau menghafal sesuatu dari Alquran (untuk diajarkan kepadanya)?"

Ia mengiyakan.

"Kalau begitu," sabda Nabi SAW, "kunikahkan engkau dengan perempuan ini dengan mahar berupa apa yang kau hafal dari Alquran.” Dalam beberapa riwayat hadis lainnya, redaksinya berikut: “Ajarilah dia beberapa dari Alquran.”

Hadis di atas menunjukkan bahwa mahar dalam perkawinan tidak harus berupa uang atau benda. Namun boleh sesuatu yang memiliki manfaat seperti pengetahuan mengenai Alquran.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler